Pengupayaan pembasmian korupsi terus dilakukan oleh berapa elemen negara, maupun yudikatif, eksekutif, dan legislatif. Pergantian rezim terus mencoba membenahi hingga terbentuknya komisi (KPK) yang berwenang untuk mengawasi penjabat yang terpapar korupsi. Hal yang berkaitan tentang sangsi bagi koruptor ternyata tidak mumpuni untuk mencegah akan adanya kasus korupsi. Perihal korupsi sudah tercantum dalam pasal 2 ayat (2)  UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan  tindak pidana korupsi. Terlepas dari hal itu, hukuman mati tentunya akan menimbulkan pertentangan dengan HAM. Timbulnya ketidaksetujuan dari berapa pihak tentunya menjadi perdebatan.  Â
Corruptio adalah  bahasa latin dari korupsi yang mempunyai makna rusak, busuk, memutarbalikkan, mengoyok, menggoyahkan. Transparency international berpendapat bahwa korupsi adalah perilaku yang dilakukan oleh penjabat bia juga politis yang  tidak sengaja  mereka memperkaya diri atau kita bisa panggil dengan abuse of power yang berarti penyalahgunaan wewenang. Di sisi lain, korupsi adalah penyelewengan atau penyalagunaan uang negara, perusahaan, untuk kepentingan pribadi (KBRI 2002). Menurut Senturia (1993), korupsi adalah bentuk untuk mempekaya diri dengan cara penyalahgunaan kekuasaan.  Â
Berbicara tentang korupsi, layaknya kita berbicara tentang hal yang menjadi identitas dari bangsa kita. Orde lama, orde baru, hingga masa reformasi pun kata korupsi tetap menjadi kasus yang sering terucap. Kasus korupsi ini merupakan cikal bakal kenapa negara kita tetap-tetap saja begitu, dari segi pembangunan, status sosial masyarakat, dan eknomi. Pejabat duduk di kantor yang dipenuhi oleh fasilitas, di mana tak lain untuk mencari solusi dari apa yang menjadi masalah dari masyarakat. Oleh tetapi kenapa malah menambah beban masyarakat? Â Â Â
Ditinjau dari hukum, sebagaimana dalam  perundangan bahwa korupsi bersifat merugikan kepentingan publik atau masyarakat ataupun yang berkaitan dengan pribadi. Adapun hal sejenis yang bisa kita singkat dengan KKN yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ketiganya merupakan hal yang akan merugikan masyarakat umum dan negara secara keseluruhan. Korupsi mengambil uang dengan menyalahgunakan jabatan, sedangkan kolusi ialah menggunakan pelicin supaya kerjaanya lancar dengan cara sembunyi-sembunyi. Bagaimana dengan nepotisme? Nepotisme ialah memberi ruang pada kerabat dekatnya supaya diberikan pekerjaan. Tentunya, akan menimbulkan kerugian terhadap negara. Pasalnya, profesionalitas tidak dijunjung yang pada akhirnya pekerjaan tidak akan berjalan secara optimal
Tawaran pemberantasan korupsi selalu tersajikan oleh beberapa calon pemimpin, yang mana fakta di lapangan hanya ingin mengambil hati rakyat. Misal, tentang semangat presiden ke-6 yaitu Susilo bambang yudhoyono untuk membasmi korupsi dengan suara khasnya dan diiringi pengalamannya sebagai TNI yang kemungkinan bisa mengatasi tabiat buruk dari bangsa kita. Oleh tetapi komitmen tersebut merupakan lagu lama. Bahkan, soeharto pernah menyatakan hal yang sama, "seharusnya tidak ada yang diragukan, saya sendiri yang akan memimpin." Susah dibasmi, seakan pemberantasan korupsi hal yang mustahil untuk dilakukan. Mengintip dari iklan salah satu merek rokok (Djarum 76), di mana menghilankan kasus korupsi adalah salah satu pencapain besar bagi rakyat indonesia. Di sisi lain, mantan wakil presiden pertama sempat memberikan wacana bahwa korupsi di indonesia sudah menjadi budaya. Perihal korupsi, seolah-olah apa yang dicita-citakan oleh Hatta dikhianati dalam masa yang cukup muda.
Kesejahteraan masyarakat merupakan hal pertama untuk tehindar dari korupsi. Memberi fasilitas yang mencukupi tentunya akan memberi pendewasaan masyarakat untuk terhindar dari kolusi yang pada akhirnya akan menimbulkan korupsi. Di sisi lain, transpansi tentang pencatatan ulang aset harus dilakukan, yang tentunya untuk mengetahui apa yang menjadi pemasukan penjabat harus dicatat. Hal itu disetujui oleh mantan Gubernur DKI, pak Ahok di channel you tube nya, di mana uang yang masuk pada penjabat harus dicatat dan harus transparan untuk mengetahui dari mana alur uang tersebut. Pembelian maupun pengeluaran harus ditransparankan terhadap masyarakat. Â Â
Perihal upaya penindakan, tentunya setiap rezim mempunyai cara sendiri untuk mengatasi hal tersebut. Tentang penindakan ini, komisi independent harus tidak pandang bulu untuk terbangunnya negara yang bebas dari KKN. Hal yang menjadi kelemahan warga negara kita ialah keakraban antar teman sehingga lupa akan tugasnya sebagai elemen penegak hukum.Â
Banyak pengupayaan penindakan korupsi dari orde lama hingga masa reformasi, Pada masa pemerintahan Megawati, terbentuklah komisi pemberantasan tindak pidana korupsi yang mana merupakan cikal bakal dari adanya KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbentuk, pembasmian korupsi tak pernah berhenti. Sejak itu banyak elite politic tertangkap. Di tahun ini saja (2020), Â ada 7 pejabat kena OTT KPK termasuk kemensos dan menteri kelautan. Oleh tentunya miris sekali melihat menteri sosial yang mana tugasnya memberi solusi terhadap masalah masyarakat, tetapi malah memberi beban bagi rakyatnya.Â
KPK yang diberi wewenang untuk memberantas korupsi serta diberi fasilitas oleh undang-undang, tidak menutup kemungkinan akan adanya kebusukan dalam tubuhnya. Komisi yang semestinya memberantas korupsi, malah menciptakan stigma negatif pada institusinya sendiri. Sinergitas dan paralelitas harus dilakukan untuk mencegah hal tersebut. KPK, Polri, dan Kejaksaan yang mana sebagai elemen untuk menindaklanjuti korupsi itu harus ada wadah untuk mengawasinya. Â Â Â
Terlepas dari upaya untuk memberantas korupsi, sebab dan akibat dari munculnya kasus tersebut harus ditelaah. Suap menyuap dalam pemilihan calon kepada daerah adalah salah satu faktor yang enggan untuk dihindari. Pasalnya, menengah ke bawahnya ekonomi kita menjadi alasan suap menyuap terus terlaksana yang pada akhirnya menjadi sebab dan akibat dari korupsi itu sendiri. uang yang dikeluarkan oleh calon kepala daerah untuk hal suap menyuap akan menjadi senjata makan tuan bagi rakyatnya. Modal yang dikeluarkan oleh calon kepala daerah akan ditutupi setelah mereka terpilih. Hal-hal yang sepele seperti ini harus dijadikan bahan pertembangan bagi masyarakat. Bagi pemerintah, alangkah baiknya memberikan pemahaman tentang akibat dari suap menyuap yang bisa dilakukan dengan memberi seminar, kajian, sosialisasi sebelum pemilihan kepala daerah. Â Â Â Â Â Â Â Â