Aku melihatmu berjalan pelahan
Memanjat tangga menuju awan
Di atas langit seperti berongga: memancarkan cahaya
Putih dari kubah hitam kebiruan yang membentang
Â
Rahasia besar apa yang kau simpan di kepala?
Tak ada suara. Hanya sunyi, angin, kabut dan dingin
Meski burung-burung masih beterbangan dalam diam
Burung yang tampak seperti titik hitam berbaris di kejauhan
Â
Ada yang memandangmu
Jutaan pasang mata
Yang segera bergerak mengikutimu
Â
: Menembus langit?
Â
2016
 ak Ada Lagi yang Kau Punya
Â
Barangkali engkau pohon yang teramat letih
Daun-daun di kepalamu telah rontok
Dan di senja sore tadi selembar daun terakhir
terlepas dari genggaman tangan ranting
Â
Senja tak lagi menyimpan warna lembayung
Hanya putih dan hitam
Serupa kabut yang membungkus malam
Sementara tanah di tempatmu berpijak
Telah mengering dan retak
Â
Tak ada lagi yang kau punya
Kecuali sebuah bangku kayu
Berwarna merah jingga
Di mana kau ingin sekali
Duduk dan bersandar di sana
: Sekali saja
2016
Â
Batas Sepi
Ia ingin berhenti di batas sepi -- di akhir mimpi
Sambil menatap riuh dan gemuruh di kejauhan
Ada yang akan datang menjemput, katanya
Sebuah bayangan yang kelak disebutnya sebagai ibu
Ia merasakan sentuhan lembut hangat
Seperti hembusan tangan angin di punggung badan
Ada yang menariknya berkali kali
Agar berlari mengikuti arah nyanyian
Meski ada yang membisikanya agar tetap diam
Ia merasakan tangan-tangan dalam tubuhnya saling tarik
Ada yang mengajaknya berlari
Ada yang menahannya di batas sepi
2016
#sajak-sajak ini telah dipublikasikan di litera.co.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H