Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengapa Rasio Lulusan S2 S3 Rendah?

18 Januari 2024   07:53 Diperbarui: 19 Januari 2024   01:06 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mahasiswa Pasca Sarjana. Sumber Foto Kompas.com/Shutterstock/Odua Image

Kalau dengan bekal S1 bisa membawa kesejahteraan, maka untuk apalagi repot-repot masih harus mencari S2 S3. Sudah buang-buang waktu, ditambah capek lagi harus ikut program kuliah.

Perlu ada evaluasi terhadap kebijakan tersebut. Misal, yang S1 diturukan speknya hanya mentok di golongan II. Barulah yang berijazah S2 boleh di golongan III. Sementara yang S3 ada di posisi golongan IV.

Atau cari kebijakan lain, namun sifatnya harus mengikat. Bahwa kalau ingin ada peningkatan karir dan honor atau tunjangannya bertambah, wajib menyelesaikan jenjang sarjana setingat lebih tinggi. Yang S1 harus S2. Yang S2 wajib ke S3.

Di beberapa kelompok profesi kebijakan tersebut memang sudah terlaksana. Misal para pengajar di perguruan tinggi. Juga para peneliti yang bekerja di lembaga milik pemerintah. Di lembaga lain, memang sudah mulai dilaksanakan kebijakan yang mengikat.

Namun kurang menyentuh semangat untuk meneruskan jenjang pendidikan ke S2 S3. Paling-paling cuma diminta syarat bikin paper, tulisan yang dimuat oleh media tertentu, ikut seminar, dsb.

Beralih ke pihak swasta. Meski beda model, yang terjadi di kelompok ini juga berdampak mirip dengan kebijakan pemerintah. Sama-sama kurang mendorong para karyawan punya ijazah S2 S3.

Mungkin faktor utamanya karena pihak swasta lebih fokus pada kuantitas pendapatan, bukan pada kualitas SDM. Untung besar jadi ukuran pertama. Soal ijazah nomor kesekian.

Saya pernah baca satu artikel, maaf saya lupa nama medianya, tentang reward kepada para karyawan. Dalam menggaji dan memberi tunjangan, juga posisi atau jabatan, perusahaan tidak memandang ijazah.

Tapi mengukur dari berapa besar kemampuan dan kinerja. Bahkan ketika wawancara untuk kepentingan merekruit karyawan, yang jadi fokus pertanyaan bukan jenjang ijazah. Melainkan pengalaman bekerja sesuai bidang dimaksud.

Apa yang saya urai diatas memang baru sebatas opini. Lahir dari berbagai info yang saya terima dan lihat. Tentu agar lebih valid, butuh penelitian lebih jauh. Hingga nanti betul-betul jadi pertimbangan dalam upaya menaikkan jumlah lulusan S2 S3.

Saya sendiri cuma lulusan S1. Tapi anak saya yang sekarang aktif di Ibu Kota, saat ini sudah tesis S2. Kelar ini, akan saya dorong ke S3. Mengapa? Karena saya melihat betul manfaat ilmu pengetahuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun