Keputusan MK membuka jalan lempang bagi Gibran untuk jadi cawapres ada dalam koridor dunia politik. Yakni sektor kehidupan yang berhubungan erat dengan upaya mencapai tujuan.
Anda tahu, di dunia politik strategi menjadi sesuatu yang wajib dirumuskan lebih dulu ketika menyusun perencanaan. Terlebih dalam konteks kepentingan ingin mengorbitkan seseorang macam Gibran misalnya.
Untuk tahap sekarang, politisi yang merancang pengorbitan anak sulung Jokowi dapat dikatakan baru berhasil separuh jalan dalam menerapkan strategi. Bisa dikatakan sukses 100 persen, jika pasangan Prabowo-Gibran menang pilpres 2024.
Kadangkala, dari saking ngebetnya untuk sukses, para perancang kasih umpan sebagai korban. Mirip kita mancing ikan. Taruh udang kecil di kail. Tapi nanti dapat ikan kakap atau kerapu jumbo, yang nilainya tentu lebih besar dibanding harga udang.
Pertanyaannya kemudian, apakah peran Anwar Usman sebagai hakim MK ibarat umpan udang yang wajib disajikan, demi menempatkan Gibran sebagai wapres seperti gambaran ikan kakap atau kerapu Jumbo dalam kegiatan memancing..?
Jika demikian, maka keputusan menyatakan Anwar Usman bersalah secara etik oleh MKMK kemarin, sebenarnya sudah tercatat dalam buku strategi para perancang. Artinya, paman Gibran itu memang diberi peran sebagai umpan.
Yang dalam upaya penerapan strategi untuk mendapat jabatan lebih tinggi, mesti dikorbankan lebih dulu. Sementara Anwar Usman sendiri, bisa jadi paham betul akan posisinya. Dan itu tak masalah.
Toh berdasar regulasi, keputusan MK barsifat final dan mengikat. Termasuk yang bernomor 90. Meski saat ini Anwar Usman sudah berhenti karena hukuman etik MKMK, silahkan saja. Yang penting Gibran tetap bisa ikut pilpres 2024.
Sejak awal, paska Anwar Usman diangkat kembali menjadi hakim MK, yang kemudian mengantar dirinya ke posisi sebagai ketua, memang diliputi kontroversi. Yang paling terang, terkait pemilihannya sebagai hakim MK pada periode sekarang ini.
Biasanya, sebelum menjabat hakim MK, lebih dulu diadakan fit and proper test oleh Komisi III DPR RI. Baru kemudian di sahkan lewat Rapat Paripurna. Di jabatan yang sekarang, Anwar Usman tidak menjalani proses demikian. Tapi langsung dilantik berdasar Undang-undang Nomor 7 tahun 2020.
Di regulasi tersebut, terbuka kemungkinan seseorang diangkat kembali menjadi hakim MK berdasar beberapa persyaratan tertentu. Apakah UU Nomor 7 Tahun 2020 memang dipersiapkan buat Anwar Usman..? Tak tahulah saya.