Bahkan dulu, saat zaman saya masih kuliah, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dipersepsi merupakan pilihan tak favorit. Ketika itu, Teknik dan Kedokteran adalah yang paling bergengsi.
Biaya politik yang besar nampaknya juga menjadikan kaum muda enggan terjun ke dunia politik. Bahkan sampai ada ketentuan tak tertulis, bahwa sebelum terjun ke dunia politik, kondisi ekonomi harus mapan.
Lha, bagaimana mau menjadi politisi yang andal serta memiliki integritas tinggi, jika harus ada syarat ekonomi lebih dulu. Terus kalau tak “kaya-kaya”, lalu tabu menjadi politisi. Ini kan menghambat namanya.
Keputusan PSI merekrut anak muda menjadi Ketua Umum Partai layak dijadikan perhatian oleh beberapa partai politik lain. Terutama yang hingga saat ini tetap menggantungkan diri pada kaum tua.
Langsung saya sebut saja misalnya PDIP terhadap Megawati dan Gerindra terhadap Prabowo Subianto. Meskipun Ketum-nya tergolong muda, Demokrat layak masuk golongan ini. Karena AHY masih ada di bawah bayang-bayang SBY.
Ke depan, jika ketiga parpol yang saya contohkan di atas, juga bagi partai lain, masih tetap menggunakan model patronase seperti tersebut, jangan harap mampu mendapat suara seperti diperoleh sekarang ini.
Fenomena Kaesang sebagai politisi muda menempati posisi strategis sebagai Ketua Umum, secara pragmatis mungkin hanya akan berpengaruh sedikit terhadap peningkatan suara PSI.
Tapi ke depan, saya yakin suara PSI bertambah sangat signifikan. Bisa jadi akan bersaing di papan tengah. Kalau partai-partai “tua” tidak hati-hati, bakal disalip lewat jalur kiri oleh PSI.
Menghadapi gelaran pileg dan pilpres tahun mendatang, mau tak mau lawan PSI mesti meramu ulang strategi pemilu 2024. Sudah saatnya menjadikan kaum muda ada di depan sebagai politisi yang memiliki nilai strategis macam Kaesang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H