Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Role Model Kaesang dan Tantangan Kaum Muda di Bidang Politik

28 September 2023   09:11 Diperbarui: 29 September 2023   04:52 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep menyampaikan pidato politiknya yang pertama pada acara Kopi Darat Nasional (Kopdarnas) PSI di Ballroom Djakarta Theater, Jakarta, Senin (25/9/2023). (KOMPAS/Rony Ariyanto Nugroho)

Untung ada Kaesang. Mungkin kalimat ini yang pantas disematkan, ketika meneropong hubungan politik dan kaum muda. Sekadar pengingat, selama ini kaum muda dianggap apatis, cuek, dan kurang peduli terhadap bidang yang mengurusi banyak orang itu.

Padahal, kalau melihat eksistensi serta jumlah, kaum muda merupakan potensi yang sangat menjanjikan. Baik dari segi elektoral maupun jangkauan idealisme masa depan. Posisi kaum muda di politik adalah urgen.

Secara elektoral, jumlah kaum muda cukup signifikan. Bisa dijadikan modal bagi sebuah partai politik untuk mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya. Buat kepentingan pileg maupun pilpres.

Kalau partai-partai politik yang ada saat ini jeli dan maksimal mendekati kaum muda, tak mustahil sukses meraih target suara pada pemilu 2024. Makin kukuh bagi parpol ranking atas dan naik tingkat bagi parpol papan bawah.

Kompas.id 29 Maret 2023 melaporkan tentang jumlah pemilih muda dan pemilih mula yang tercatat di KPU. Hasilnya sangat menjanjikan. Lebih dari separuh yang akan nyoblos di 2024 ternyata berasal dari kelompok pemilih itu.

Berdasarkan data dari Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan atau DP4, per tanggal 11 Februari 2023, terdapat sebanyak 57.3 persen atau sejumlah 117 juta pemilih muda dan mula. Cukup besar bukan..?

Bicara soal masa depan, eksistensi kaum muda dalam politik tak kalah menjanjikan. Usia masih ada di kelompok sangat produktif. Kalau partai politik kreatif, tentu dapat memanfaatkan produktifitas kaum muda secara maksimal.

Apalagi jika diarahkan untuk menjalankan strategi pemenangan. Sungguh sangat tepat sekali. Dibanding yang sudah tergolong “sepuh”, gerak langkah kaum muda pastilah lebih cepat dan “bertenaga”.

Akan tetapi, di masa sekarang ini bidang politik nampaknya bermasalah jika dihadapkan pada eksistensi kaum muda. Masalah terutama dari segi persepsi. Yang kemudian berimbas cukup besar terhadap pilihan profesi.

Jajak pendapat Kompas yang diadakan pada pertengahan Agustus 2023 diperoleh data, terdapat 5 dari 10 responden muda jarang mengikuti berita politik. Bahkan banyak yang mengaku tidak pernah sama sekali.

Terungkap data lain, bahwa hanya seperempat responden yang mengikuti isu tentang politik nasional dan lokal. Lalu ada 4 dari 10 responden muda yang mengakui jarang ikut serta pada perdebatan atau diskusi politik di media sosial.

Yang ironis, adanya daya tarik jomplang antara menonton hiburan dibanding berita. Sebanyak 33.1 % responden muda lebih suka nonton hiburan serta 44.6 % menikmati konten hiburan.

Sebaliknya, masih menurut Kompas, itu merupakan “gambaran bagaimana isu-isu pemberitaan, termasuk terkait politik, tidak memiliki daya tarik dan kemudian menjadi pilihan bagi pemilih-pemilih muda dan mula”.

Anda tahu dampak dari semua itu..? Kaum muda lalu menjadi ogah pula terhadap profesi di bidang politik. Dengan kata lain, enggan menjadi politisi. Akibatnya, jumlah politisi muda sangat minim.

Tapi kalau dianalisis lebih luas, penyebab minimnya jumlah politisi muda bukan cuma karena persepsi dan ketertarikan jenis tontonan sebagaimana digambarkan dalam jajak pendapat Kompas.

Lebih dari itu, juga disebabkan oleh kecilnya ruang atau kesempatan yang diberikan oleh para politisi tua buat kaum muda. Banyak politisi tua tak suka memberi kiprah lebih strategis untuk politisi muda.

Kalaupun toh “terpaksa” diajak, paling ya cuma sebagai “pembantu”, macam Tim Sukses misalnya. Atau jika harus dimasukkan dalam pengurus partai, maksimal dijajaran wakil atau sekedar anggota seksi saja.

Tantangan lain, enggannya kaum tua lengser dari jabatan politik. Mungkin karena keenakan menikmati fasilitas dan kehormatan. Hingga lupa melihat sunnatullah adanya kewajiban regenerasi.

Dalam konteks tersebut, patut diapresiasi keputusan para elit PSI menjadikan Kaesang Pangarep Ketua Umum. Inilah masa yang tepat bagi politisi muda, dalam hal ini diwakili Kaesang, guna membuktikan diri mampu berperan strategis.

Ke depan, jika Kaesang dan PSI sama-sama sukses, bakal dijadikan role model oleh kaum muda yang lain. Untuk tidak lagi takut menjadikan bidang politik sebagai pilihan profesi.

Anda tahu sendiri kan, kalau bidang politik selama ini dipandang sebuah profesi yang bukan hanya kurang, tapi malah dianggap tidak menjanjikan sama sekali. Mungkin karena tantangannya yang lebih besar dibanding profesi lain.

Bahkan dulu, saat zaman saya masih kuliah, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dipersepsi merupakan pilihan tak favorit. Ketika itu, Teknik dan Kedokteran adalah yang paling bergengsi.

Biaya politik yang besar nampaknya juga menjadikan kaum muda enggan terjun ke dunia politik. Bahkan sampai ada ketentuan tak tertulis, bahwa sebelum terjun ke dunia politik, kondisi ekonomi harus mapan.

Lha, bagaimana mau menjadi politisi yang andal serta memiliki integritas tinggi, jika harus ada syarat ekonomi lebih dulu. Terus kalau tak “kaya-kaya”, lalu tabu menjadi politisi. Ini kan menghambat namanya.

Keputusan PSI merekrut anak muda menjadi Ketua Umum Partai layak dijadikan perhatian oleh beberapa partai politik lain. Terutama yang hingga saat ini tetap menggantungkan diri pada kaum tua.

Langsung saya sebut saja misalnya PDIP terhadap Megawati dan Gerindra terhadap Prabowo Subianto. Meskipun Ketum-nya tergolong muda, Demokrat layak masuk golongan ini. Karena AHY masih ada di bawah bayang-bayang SBY.

Ke depan, jika ketiga parpol yang saya contohkan di atas, juga bagi partai lain, masih tetap menggunakan model patronase seperti tersebut, jangan harap mampu mendapat suara seperti diperoleh sekarang ini.

Fenomena Kaesang sebagai politisi muda menempati posisi strategis sebagai Ketua Umum, secara pragmatis mungkin hanya akan berpengaruh sedikit terhadap peningkatan suara PSI.

Tapi ke depan, saya yakin suara PSI bertambah sangat signifikan. Bisa jadi akan bersaing di papan tengah. Kalau partai-partai “tua” tidak hati-hati, bakal disalip lewat jalur kiri oleh PSI.

Menghadapi gelaran pileg dan pilpres tahun mendatang, mau tak mau lawan PSI mesti meramu ulang strategi pemilu 2024. Sudah saatnya menjadikan kaum muda ada di depan sebagai politisi yang memiliki nilai strategis macam Kaesang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun