Anda tahu kan, bahwa kata menolak tersebut tak lain tak bukan merupakan lawan kata dari mendukung. Artinya, kedua kata tersebut berada di ruang lingkup yang sama. Posisinya saja yang berbeda.
Begini ilustrasinya. Jika anda mendukung satu kelompok, maka anda berada di posisi sedang menolak kelompok lain. Dan sebaliknya, jika anda menolak satu kelompok, sebenarnya anda telah mendukung kelompok lain.
Dikutip dari berbagai sumber, suatu ketika Gus Yahya pernah menyatakan bahwa “PKB bukan representasi NU”. Ini terkesan sebagai sebuah penolakan terhadap eksistensi PKB yang secara historis tak bisa dipungkiri ada kaitan dengan NU.
Yang teranyar, Gus Yaqut berpidato, bahwa memilih AMIN, yang merupakan akronim dari pasangan capres cawapres Anies-Cak Imin yang di usung oleh Nasdem, PKB dan PKS, adalah perbuatan bid’ah.
Dua jenis lontaran dari kakak beradik tersebut tak dapat dipungkiri ada dalam koridor penolakan. Pertanyaanya kemudian, apakah penolakan demikian tidak juga berarti sebagai dukungan kepada golongan lain..?
Mengapa, karena begitu Gus Yahya dan Gus Yaqut ada di posisi menolak, itu sama artinya dengan bentuk dukungan kepada pihak berbeda selain PKB dan Cak Imin. Meskipun tak dinyatakan secara terang-terangan.
Kalau begitu, apakah pernyataan kedua beliau masih bisa dikatakan sebagai bentuk aplikasi dari khittah NU..? Dalam konteks pileg dan pilpres 2024, apakah tidak lebih baik tanpa lontaran pernyataan yang seakan-akan menggiring kepada satu pihak.?
Beberapa pertanyaan tersebut layak mendapat jawaban. Agar warga NU menjadi tercerahkan dan tidak menimbulkan pengkotakan. Juga menghindari munculnya kesan tak mau ke PKB dan Cak Imin karena alasan personal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H