Lalu ada Fatayat NU bagi anak muda perempuan, GP Ansor bagi anak muda laki-laki, PMII bagi mahasiswa, Jatman bagi yang suka mendalami thariqah, Sarbumusi bagi mereka yang punya profesi buruh/karyawan/tenaga kerja dan sebagainya.
Berdasar hasil Muktamar Situbondo, yang kemudian dirumuskan dalam bentuk AD/ART Organisasi, yang terkena aturan khittah bukan hanya personil yang ada di struktur pengurus.
Tapi juga yang duduk di Lembaga dan Badan Otonom. Maka itu, yang tidak boleh terlibat dukung mendukung dalam politik bukan hanya Gus Yahya sebagai Ketum PBNU misalnya. Adiknya yang bernama Gus Yaqut sebagai Ketum GP Ansor, juga terkena aturan khittah.
NU memang sudah tidak lagi berpolitik secara praktis. Istilahnya, harus netral lah. Tidak ke kanan, apalagi ke kiri. NU memiliki jarak yang sama terhadap berbagai kekuatan politik.
Pertanyaannya kemudian, apakah sikap dukung mendukung dianggap sama posisinya dengan tolak menolak..? Lalu, apakah pernyataan politik seorang pengurus harian bisa dinafikkan sebagai bukan sikap resmi NU..?
Itu yang saya sebut di atas menjadi kebingungan bagi masyarakat umum dan warga nahdliyin sendiri. Akibatnya, karena terdapat penyikapan beragam, lalu berimbas pada keterbelahan.
Bahkan kadang konflik. Sebagaimana terjadi belakangan ini. Langsung saya sebut saja soal Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang menjadi cawapres Anies Baswedan.
Diakui atau tidak, ada semacam perseteruan yang bahkan terkesan agak terang-terangan antara Gus Yahya dan adiknya Gus Yaqut yang ada di struktur NU, “melawan” Gus atau Cak Imin yang merupakan Ketua Umum PKB.
Meski mereka bertiga masih terhitung sepupuan, perseteruan kadang terumbar di media. Akibatnya, para pendukung juga “bertikai”. Sebagai wujud pembelaan terhadap posisi masing-masing.
Dalam pengamatan saya, perseteruan yang mengatasnamakan khittoh tersebut terjadi karena fokus pemikiran kita hanya tertuju pada kata mendukung. Sementara lawan katanya, yaitu menolak, seringkali diabaikan.
Ya benar. Tak bermaksud membela salah satu diantara ketiga Gus diatas, baik Gus Yahya maupun Gus Yaqut akhir-akhir ini seringkali melontarkan pernyataan yang terkesan menolak terhadap eksistensi PKB dan Cak Imin.