Apalagi Sekjen PDIP Hasto Kristyanto, juga anak Megawati Puan Maharani, sudah memberi sinyal akan diterimanya Demokrat jika ada keinginan hendak gabung ke PDIP mengusung Ganjar Pranowo.
Tapi menurut saya, akan rugi bagi Demokrat. Mengapa, karena secara posisi Demokrat tak bisa memainkan kata “perubahan”, seperti halnya kalau Demokrat gabung ke Gerindra atau KIM.
Di PDIP, mau tak mau Demokrat harus melepas jargon perubahan. Untuk kemudian wajib mengkampanyekan wacana keberlanjutan. Kelihatannya, para pemilih terutama konstituen partai Demokrat, akan mengalami guncangan batin.
Itu bagai besi membara yang dipanaskan pakai api, lalu secara tiba-tiba di celupkan ke bongkahan es membeku. Pasti terjadi alih bentuk ekstrim. Kalau bukan baranya yang padam, ya esnya meleleh.
Beda jika masuk ke KIM. Adanya kemungkinan sikap ekstrim sebagaimana kalau masuk ke PDIP bisa di minimalisir demikian rupa. Hal ini karena KIM punya bakal capres yang berbeda di banding PDIP.
Dengan bergabung ke KIM, kesan Demokrat sebagai lawan Pak Jokowi masih nampak. Sambil lalu tetap membawa jargon perubahan. Berhubung maksud perubahan sudah belok dikit, tentu tak akan melukai hati Gerindra yang ingin melanjutkan program pemerintah.
Sikap Partai Demokrat yang begitu itu patut di apresiasi. Apalagi jika di maksudkan sebagai strategi pemilu 2024. Rasa sakit hati karena merasa “dikhianati” oleh Nasdem, mendapat kompensasi cukup sepadan. Meskipun tentu saja tak bisa menjadikan AHY sebagai bakal cawapres.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H