Namun menurut saya, ya tak juga Cak Imin harus mengalah. Apalagi, keputusan Ijtimak ulama tahun lalu membuka peluang jadi capres. Ini tentu harus diperjuangkan lebih dulu secara maksimal.
Bukan lalu ujuk-ujuk memutuskan tak apa-apa meski cuma cawapres Anies. Padahal dulu, ketika masih baru berkoalisi dengan Gerindra membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya atau KKIR, gaungnya tetap capres.
Mestinya, gaung yang demikian itu tetap di suarakan kepada pihak Nasdem dan Anies. Sebagai bentuk bergaining posisi atau ikhtiar maksimal. Maksudnya, agar diketahui. Bahwa eksistensi Cak Imin dan PKB bukan kaleng-kaleng.
Upaya demikian saya pandang lebih positif. Karena hingga masa akhir pendaftaran pilpres 2024 pada 25/11/2023 mendatang, Cak Imin dan PKB masih bisa mengukur situasi dan luwes mencari teman koalisi.
Kalau ambil keputusan seperti sekarang, langsung menerima pinangan Nasdem untuk jadi cawapres Anies, Cak Imin dan PKB jadi terkunci. Tak bisa lagi kemana-mana. Padahal, peluang bersama Gerindra, PDIP atau membuat koalisi baru bersama partai lain masih terbuka.
Keputusan Cak Imin pindah ke Anies Baswedan rupanya tidak hanya menjadi pukulan berat bagi konstituen PKB dan warga NU. Di lingkungan Partai Demokrat, yang rupanya sudah dapat sinyal kuat akan dapat jatah cawapres, demikian pula adanya.
Itu ditandai oleh langkah serius yang segera di ambil, begitu ada kabar Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY “disingkirkan”. DPP Partai Demokrat kasih instruksi kepada seluruh jajaran dan level pengurus untuk segera mencopot baliho yang bergambar Anies.
Lebih jauh, Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat yang di komandani oleh Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY mengeluarkan pernyataan cukup menggoda. Dan saya kira perlu ditelusuri lebih dalam.
Disarikan dari berbagai sumber, disamping menyebut sebagai strategi politik yang melampaui batas etika dan moral, SBY juga mensinyalir ada mastermind yang jadi dalang dibalik manuver masuknya PKB ke Nasdem.
Bahkan SBY berani menerangkan, sebelum peristiwa yang membuat koalisi Nasdem bersama Demokrat itu “bubar barisan”, didahului oleh lobi yang dilakukan oleh seorang Menteri Jokowi.
Masih kata SBY, inisiatif yang di lakukan oleh Sang Menteri dikatakan sudah sepengetahuan “Pak Lurah”. Adapun penyebutan Pak Lurah, kerapkali di sematkan kepada Presiden Jokowi.