Itu sebagaimana terjadi ketika berlangsung pilpres 2014 lalu. Dimana kandidat yang bertarung cuma ada dua pasang. Yaitu pasangan Jokowi-Jusuf Kalla atau Jokowi-JK lawan Prabowo-Hatta.
Anda masih ingat tidak, kalau pada saat itu Jokowi-Jk dikeroyok oleh beberapa partai yang mengusung Prabowo-Hatta. Secara jumlah anggota, partai koalisi yang mendukung Jokowi-JK kalah banyak dibanding Prabowo-Hatta.
Kita flashback ya. Pada pilpres 2014, parpol pengusung dan pendukung Jokowi-Jk terdiri dari 5 partai politik. Kelimanya adalah PDIP, PKB, Partai Hanura, Partai Nasdem dan PKP Indonesia. Dinamai Koalisi Indonesia Hebat atau KIH.
Sementara itu, parpol pengusung dan pendukung Prabowo-Hatta berjumlah sebanyak 6 partai politik. Mereka terdiri dari Partai Gerindra, PPP, PAN, PBB, PKS dan Partai Golkar. Namanya Koalisi Merah Putih atau KMP.
Selain kalah jumlah anggota, gabungan akumulasi hasil perolehan suara pileg 2014 partai pendukung dan pengusung Jokowi-JK juga kalah. Jika ditotal secara keseluruhan hanya mencapai angka 40.88 persen.
Sementara total perolehan suara partai pendukung dan pengusung Prabowo-Hatta hingga mencapai angka 48.93 persen. Ada selisih sebanyak 8.05 persen. Dalam hitungan politik, 8 persen merupakan selisih yang cukup besar.
Namun apa yang terjadi? Setelah diadakan poncoblosan, yang keluar sebagai pemenang pilpres 2014 adalah Jokowi-JK. Padahal kalau dihitung secara matermatis, mestinya Prabowo-Hatta.
Karena pasangan itu punya lebih banyak jumlah anggota partai koalisi. Dan memiliki akumulasi hasil perolehan suara pileg 2014 lebih besar di banding partai pengusung dan pendulkung Jokowi-JK.
Begitulah dalam politik. Yang besar belum tentu menang. Yang kecil juga belum tentu kalah. Bisa-bisa, yang terjadi adalah kebalikannya. Seperti yang dialami oleh pasangan Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta pada pilpres 2014.
Maka yang terpenting ketika bicara soal koalisi gemuk atau ramping sebenarnya bukan masalah menang atau kalah. Juga bukan soal konsistensi, atau setia berada di dalam satu koalisi hingga gelaran pilpres rampung.
Bicara soal koalisi gemuk atau ramping harus difokuskan kepada menejemen pengelolaan. Gemuk tapi tak terkelola dengan baik, justru bisa jadi beban. Akibat tuntutan kompensasi yang terlalu berat.