Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mengapa Elektabilitas Prabowo Cenderung Naik?

26 Juli 2023   10:35 Diperbarui: 26 Juli 2023   10:41 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capres Partai Gerindra Prabowo Subianto, Sumber Foto Kompas.com

Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei terbaru tentang capres, yang diadakan pada rentang waktu antara 20-24 Juni 2023. Hasilnya, elektabilitas Prabowo Subianto menang atas Ganjar Pranowo, baik untuk simulasi 34 maupun 19 nama. Prabowo dapat 31.6-33.4 persen, Ganjar Pranowo 31.4-31.5 dan Anies Baswedan cuma 17.6-17.4. Posisi Anies sangat tertinggal jauh di banding Prabowo dan Ganjar.

Lembaga survei terpercaya yang Direktur Eksekutifnya dijabat oleh Burhanuddin Muhtadi tersebut menilai, kenaikan elektabilitas Prabowo pada bulan Juni sekarang cukup siginifikan. Hingga menyentuh angka 5 persen. Sekedar pembanding, pada April 2023 lalu, hasil survei Prabowo ada dikisaran 31 persen. Bagi Partai Gerindra khususnya, dan para pendukung umumnya, fakta ini tentu amat menggembirakan.

Lalu seperti biasa, elektabilitas Ganjar Pranowo selalu saling salip lawan Prabowo. Kali ini, Gubernur Jateng ini ada di urut kedua. Yang apes adalah Anies Baswedan. Sejak di umumkan sebagai capres oleh Partai Nasdem, bahkan lebih awal dibanding dua kompetitornya dari Gerindra dan PDIP, survei Anies tak pernah beranjak dari nomor urut tiga. Anies selalu di asapi oleh Prabowo dan Ganjar.

Bahkan, dari waktu ke waktu hasil survei elektabilitas Anies Baswedan menunjukkan trend penurunan. Sebelumnya, ada di kisaran 20-an persen. Sempat pula menyentuh angka dua puluhan lebih. Tapi apa di nyana, kini cuma dapat 17-an persen. Fakta demikian tentu harus jadi pemikiran bagi Koalisi Perubahan untuk Persatuan atau KPP yang mengusung Anies. Jika dibiarkan tak di urus, nama Anies bakal tambah jeblok.

Sebagai penggagas KPP, partai Nasdem menilai stukck-nya suara Anies disebabkan oleh gerakan kader di beberapa wilayah, terutama Pulau Jawa, yang belum signifikan menyambut datangnya pemilu 2024. Kata Ketua Bappilu Effendi Choiri atau Gus Choi secara rinci, “Pergerakan di Jatim dan Jateng belum signifikan. Padahal itu basis penentu kemenangan untuk pilpres (Kompas.com, 24 Juli 2023).

Okelah, tak perlu kita perpanjang soal stabilnya elektabilitas Ganjar dan trend penurunan suara Anies. Sekarang mari kita fokus pada hasil survei Prabowo yang bernilai sangat positif. Mari kita awali dengan pertanyaan, mengapa elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra ini cenderung naik..? Apakah karena faktor upaya internal para kader Gerindra sendiri, ataukah oleh sebab faktor eksternal..?

Pertama, trend naiknya suara Prabowo adalah karena kembalinya basis suara saat pilpres 2019, yang sebelumnya di persepsikan akan pindah ke Anies. Berdasar tayangan Kompas.com yang mengutip pernyataan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Minggu 23 Juli 2023, basis suara yang pindah itu hingga mencapai angka 51 persen. Fakta ini, tentu saja akan menekan turun kebawah suara Anies.

Kedua, masih menurut Kompas.com, karena adanya endorsmen dari Pak Jokowi. Saya amati, dan bisa juga apa yang dilihat oleh para pembaca, meski sama-sama berasal dari PDIP seperti capres Ganjar, Pak Jokowi tak segan sering membawa Prabowo pada beberapa kegiatan kenegaraan yang melibatkan banyak orang. Dampak positifnya, bisa menarik sebagian pendukung Jokowi saat pilpres 2019 lalu, masuk jadi pendukung Prabowo sekarang ini.

Tapi saya cukup paham, mengapa Pak Jokowi mengendorse Prabowo. Bagi saya, yang paling utama adalah keputusan Prabowo dan Tim-nya untuk ambil sikap akan meneruskan program pemerintahan Jokowi-Makruf, jika kelak menang rebutan vox pop. Diakui atau tidak, ini merupakan branding yang jitu dan kena sasaran. Terutama dikalangan pendukung Jokowi yang tak mau pilih Ganjar. Ingat, di segmen ini jumlahnya cukup banyak juga lho.

Faktor ketiga yang menjadikan suara Prabowo naik signifikan, menurut saya adalah pandangan publik yang melihat beliau lebih independen dibanding Ganjar Pranowo, meskipun keduanya ambil sikap yang sama yakni akan meneruskan program Jokowi-Makruf. Akibatnya, Ketua Umum Partai Gerindra ini dianggap punya posisi yang lebih mandiri. Tidak gampang dipengaruhi oleh pihak yang berada diluar lingkaran kekuasaan, ketika kelak sudah jadi presiden.

Sementara Gubernur Jateng tersebut tidak demikian. Kalau jadi presiden, Ganjar Pranowo ditengarai mudah di setir oleh PDIP, terutama oleh Ibu Megawati. Dan ini cukup beralasan. Karena diberbagai kesempatan, Megawati selalu memberi doktrin, bahwa setiap kader PDIP adalah petugas partai. Ya namanya juga petugas. Harus tunduk patuh terhadap apapun yang di inginkan oleh partai. Tentu termasuk kebijakan yang ada di pemerintahan.

Bahkan saat diumumkan sebagai capres beberapa waktu lalu, Megawati memberi semacam warning kepada Ganjar. Bahwa meski dipilih oleh PDIP untuk ikut pilpres 2024, Ganjar Pranowo harus tetap mengingat doktrin tersebut. Saya masih ingat betul kalimat Megawati ketika mengumumkan mencapreskan Ganjar. Kata Mega, “Bismillahirrahmanirrahim, menetapkan saudara Ganjar Pranowo sebagai kader dan petugas partai untuk ditingkatkan penugasannya sebagai calon presiden RI”.

Secara  politis, kalimat tersebut jelas kontra produktif. Terutama dikalangan pemilih yang masuk kategori cerdas. Akibat keluarnya kalimat itu, pemilih lalu menimbang-nimbang. Lha iya.., meski sama dengan Prabowo ingin melanjutkan program Pak Jokowi, ada kemungkinan kelak Ganjar akan belok arah karena kurang mandiri. Jika ternyata di tengah jalan, ada kemauan berbeda yang tiba-tiba muncul dari PDIP atau Megawati. Sangat beresiko bukan..?

O ya. Tolong jangan samakan posisi sebagai petugas partai yang dialamatkan kepada Jokowi dan Ganjar. Saya melihat, sangat berbeda walau keduanya sama-sama merupakan anggota PDIP. Bedanya terletak pada pembuktian. Meski Jokowi juga di identikkan dengan petugas partai, tapi pada beberapa momen beliau berani ambil langkah berbeda terhadap sikap PDIP. Contoh kongkrit soal Piala Dunia U-20 kemarin.

Jelas sekali saat itu Jokowi berseberangan dengan PDIP dan Megawati. Artinya, Jokowi telah mengantongi bukti yang dilihat publik. Bahwa dirinya adalah pejabat yang mandiri. Tidak bisa dipengaruhi oleh siapapun. Termasuk PDIP. Sementara Ganjar, belum membuktikan apapun kepada publik soal kemandirian. Contoh kongkritnya, ya lagi-lagi saat Piala Dunia U-20 itu. Pada momen ini, Ganjar dikesankan membebek kepada PDIP.

Maka itu, adanya kesan sangat kuat, kalau besok-besok Ganjar di perkirakan bisa belok arah menyimpang dari platform pembangunan yang telah digariskan oleh Jokowi, tak bisa di salahkan juga. Karena mereka memang melihat realita dipermukaan yang tidak dapat dibantah. Akibat fakta ini, simpati lebih tertuju kepada Prabowo Subianto. Karena dari sosok inilah, keberlangsungan arah pembangunan lebih bisa terjamin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun