Naah, saat bantu saudara nyaleg pada 2019, semua kondisi tersebut saya inventarisir satu demi satu. Untuk kemudian dirumuskan menjadi peta politik. Daerah mana yang merupakan basis suara partai. Dan daerah mana pula yang merupakan basis suara milik saudara saya. Tak lupa juga saya catat pemilik suara yang masih floating dan yang punya kecenderungan kuat menentukan pilihan kepada beliau. Meskipun beda partai.
Setelah peta politik berhasil dirumuskan, langkah berikutnya adalah menyusun strategi. Di tempat yang merupakan basis suara partai, materi kampanye yang perlu disampaikan adalah promosi dan penguatan. Sodorkan visi misi caleg yang ingin dijual kepada pemilih. Dan yang paling penting, jangan lupa melempar doktrin konsistensi. Sukses mengintrodusir strategi ini, akan berdampak pada kenaikan jumlah kursi yang berhak diperoleh partai di gedung parlemen.
Untuk wilayah yang merupakan basis suara caleg, jangan sembarangan melempar materi kampanye. Harus dilihat dulu kecenderungan pemilih. Terikat pada partai tertentu, atau cair. Kalau terikat, perlu di identifikasi nama partainya. Bila sama dengan caleg, maka strategi diatas tadi bisa dipakai. Namun jika berbeda, harus memakai strategi lain.
Materi kampanye jangan sampai menyinggung soal penguatan partai. Fokuskan saja kepada visi misi dan program caleg. Maksudnya, agar pemilik suara tahu dan paham kualitas caleg, meskipun berasal dari parpol berbeda. Sehingga nanti, saat ada di bilik suara, tidak ragu lagi untuk mencoblos nama dan nomor urut caleg yang bersangkutan. Strategi ini, berdampak signifikan kepada penambahan jumlah suara caleg. Juga partai.
Hal terakhir yang patut perhatian pula, setelah peta politik dan strategi disusun, jangan lupa menjaga hasil perolehan jumlah suara. Baik yang merupakan milik parpol, maupun yang didapat oleh caleg. Langkah ini wajib. Karena ada hubungan dengan akurasi dan hasil akhir penghitungan suara. Kalau abai, dipastikan suaranya bisa hilang. Entah karena “dicuri” atau salah hitung.
Caranya..? Dulu saya pilih strategi memanfaatkan saksi, yang sebelumnya sudah di diklat selama beberapa hari tentang seluk beluk laporan dan penghitungan suara. Tujuannya, agar ada kontrol atau pengawasan kuat serta ketat. Di beberapa TPS yang merupakan basis suara partai maupun caleg, wajib ada saksi dari kelompok kita. Sehingga, adanya kemungkinan pencurian atau salah hitung suara, dapat diantisipasi sedini mungkin.
Sekarang sudah ada tekhnologi AI. Tentu peta politik dan strategi yang saya pakai saat pileg 2019 diatas, akan lebih sempurna lagi kalau sepenuhnya menggunakan rumusan AI. Saya yakin, akan membuat biaya tambah efisien. Dan makin efektif menjaring pemilih. Dampak positif lain, pastinya ongkos politik dapat ditekan serendah mungkin. Lebih jauh, kecil kemungkinan muncul salah langkah, meleset sasaran serta keliru target.
Pada pemilu 2024 nanti, saudara saya kembali nyaleg (semoga terpilih lagi, aminn). Berhubung sudah ada tekhnologi AI, kali ini tentu saja saya akan memanfaatkannya semaksimal mungkin. Tapi ya tidak lalu melupakan hal prinsip lain yang harus ada, jika memang bertujuan untuk duduk lagi menjadi anggota DPRD Kabupaten. Dalam politik, tekhnologi AI bukan satu-satunya faktor yang membuat caleg menang rebutan vox pop.
Artificial intelligence merupakan faktor penunjang. Sementara yang paling pokok adalah nama baik. Kebetulan, saudara saya itu dulunya merupakan mantan birokrat. Pernah menjabat lurah selama sembilan belas tahun. Setelah pindah posisi dibeberapa jabatan, akhirnya pensiun pada saat menjadi camat. Begitu pensiun, lalu meneruskan karir dibidang politik. Di DPRD saat ini, beliau duduk di Komisi yang membidangi pemerintahan.
Kiprah yang begitu lama di birokrasi, apalagi meninggalkan nama baik, menjadikan beliau dikenal luas. Terutama para pemilih yang tinggal di Dapil tempat beliau nyaleg. Mereka yang dulu pernah ditolong, sekarang menjadi pemilih loyal, meski secara partai tidak sama. Yang siap memberikan suaranya di tingkat kabupaten untuk kemenangan beliau. Lalu coblos caleg partai lain untuk tingkat provinsi dan pusat. Anda tahu, soal nama baik itu tak mungkin dapat di gantikan oleh AI. Sampai kapanpun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H