Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengalaman Bantu Caleg Gunakan Konsep Artificial Intelligence

21 Juli 2023   10:50 Diperbarui: 21 Juli 2023   10:52 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum Persepsi Philips Vermote Menyampaikan Pentingnya AI Dipakai Untuk Menekan Ongkos Caleg. Sumber Foto Kompas.com

AI yang merupakan singkatan dari artificial intelligence, adalah tekhnologi yang ada hubungan dengan kecerdasan buatan. AI berbasis google, membuka peluang bagi computer untuk menyajikan data akurat, mempelajari pola sekaligus ambil keputusan tentang langkah yang perlu dilakukan.Dan hasilnya sangat efektif serta efisien. Guna mencapai tujuan, sekarang AI menjadi alat utama yang dipakai oleh banyak orang.

Mungkin karena memiliki tingkat akurasi, efektifitas dan efisiensi tinggi, AI diwacanakan merambah ke dunia politik. Adalah Partai Solidaritas Indonesia atau PSI yang mengungkapkannya. Grace Natalie, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI menilai, AI lebih menguntungkan dan tambah hemat dibanding memakai konsultan politik lain. Dalam pandangan saya, kalau tahun ini PSI sukses, kedepan tak mustahil AI akan dipilih oleh semua partai politik peserta pemilu.

Disarikan dari tayangan Kompas.com 20 Juli 2023, AI diklaim sangat membantu para caleg dalam merumuskan strategi yang lebih hemat. Baik dari segi waktu, biaya dan tenaga. Mengapa, karena tanpa harus turun langsung kelapangan yang punya wilayah cakupan amat luas, segala macam keperluan data dan jenis langkah yang harus diambil, bisa di dapat dengan mudah.

Misalnya tentang detail peta politik, kondisi ekonomi, basis sosial, situasi demografi, profile caleg dan pemilih, hingga tak lupa meneropong jenis media yang paling sering digunakan dalam berkomunikasi atau mengungkap aktifitas. Berdasar semua itu, AI lalu merumuskan resep mengenai trik apa yang perlu dilakukan dalam rangka merebut vox pop sebanyak-banyaknya.

Pada pileg tahun 2019 kemarin, kebetulan saya bantu saudara nyaleg untuk pemilihan anggota DPRD Kabupaten. Mencermati yang disajikan AI diatas, ada rumusan yang pernah saya terapkan ketika itu. Meskipun harus diakui tidak selengkap dan sedetail yang di gariskan AI. Hasilnya, memang harus diakui sangat efektif dan efisien. Saudara saya menang rebutan vox pop dan sukses jadi anggota DPRD periode 2019-2024.

Dan yang lebih penting dari itu, biaya yang dikeluarkan terhitung sedikit untuk ukuran pemilihan anggota legislatif kabupaten. Saya dengar, kompetitor saudara saya ada yang menelan dana hingga diatas 1 milyar. Itupun tidak semuanya lolos. Tapi biaya nyaleg saudara saya, cuma habis 300 juta. Anda tahu, itu sudah total ya. Meliputi pengeluaran dari A sampai Z.

Padahal, dari sekitar tujuh komponen AI diatas, yang saya pakai ketika itu hanya satu saja. Yaitu rumusan tentang detail peta politik. Ya benar cuma ini. Sementara yang lain saya abaikan. Mengapa, karena baru soal peta politik yang memang saya dalami dan jadi fokus utama. Apalagi, jaman itu saya belum memperoleh “info” dari AI.

Peta politik dimaksud, baik yang merupakan basis suara partai maupun caleg. Basis suara partai, adalah para pemilik vox pop yang punya kecenderungan kuat memilih partai politik dan tidak melihat caleg yang bertarung. Sementara dibasis suara caleg, adalah mereka yang lebih fokus untuk memilih figur diantara deretan beberapa nama yang tercantum dalam surat suara. Bagi kelompok ini, partai bukan pertimbanhgan utama.

Konstituen yang tergolong ada di basis suara partai, merupakan pengikut setia satu parpol. Selamanya tak akan pernah berubah. Konsistensi demikian, tak terpengaruh oleh caleg yang dicalonkan oleh partai. Ada kandidat yang cocok syukur, dan inilah yang akan dipilih. Tak ada yang cocok, ya tak masalah. Nanti saat masuk bilik suara, coblos saja tanda gambar partai. Serta abaikan nama dan nomor urut caleg.

Pemilih yang konsisten kepada satu parpol tersebut, biasanya sangat sulit untuk diajak pindah partai. Meskipun ada caleg berkualitas yang menarik bagi yang bersangkutan. Ini bisa terjadi akibat beberapa faktor. Yang paling dominan adalah faktor ideologi. Ikut partai karena garis haluannya sama. Tapi ada pula yang oleh faktor paternalistik. Ikut partai karena berkiblat pada tokoh kharimatik. Bisa kyai, pendeta, tokoh masyarakat dan sebagainya.

Untuk masalah konsistensi, pemilik suara yang cenderung fokus pada figur caleg memang lebih cair dalam urusan milih partai. Tiap periode, bisa jadi tetap kepada partai yang sama seperti pemilu sebelumnya. Namun bisa jadi juga berubah. Tergantung di partai apa caleg incaran jadi calon. Kalau masih sama seperti pileg kemarin, ya sama pula pilihan partainya. Tapi kalau sang caleg pindah, maka mereka akan ikut pindah pula.

Naah, saat bantu saudara nyaleg pada 2019, semua kondisi tersebut saya inventarisir satu demi satu. Untuk kemudian dirumuskan menjadi peta politik. Daerah mana yang merupakan basis suara partai. Dan daerah mana pula yang merupakan basis suara milik saudara saya. Tak lupa juga saya catat pemilik suara yang masih floating dan yang punya kecenderungan kuat menentukan pilihan kepada beliau. Meskipun beda partai.

Setelah peta politik berhasil dirumuskan, langkah berikutnya adalah menyusun strategi. Di tempat yang merupakan basis suara partai, materi kampanye yang perlu disampaikan adalah promosi dan penguatan. Sodorkan visi misi caleg yang ingin dijual kepada pemilih. Dan yang paling penting, jangan lupa melempar doktrin konsistensi. Sukses mengintrodusir strategi ini, akan berdampak pada kenaikan jumlah kursi yang berhak diperoleh partai di gedung parlemen.

Untuk wilayah yang merupakan basis suara caleg, jangan sembarangan melempar materi kampanye. Harus dilihat dulu kecenderungan pemilih. Terikat pada partai tertentu, atau cair. Kalau terikat, perlu di identifikasi nama partainya. Bila sama dengan caleg, maka strategi diatas tadi bisa dipakai. Namun jika berbeda, harus memakai strategi lain.

Materi kampanye jangan sampai menyinggung soal penguatan partai. Fokuskan saja kepada visi misi dan program caleg. Maksudnya, agar pemilik suara tahu dan paham kualitas caleg, meskipun berasal dari parpol berbeda. Sehingga nanti, saat ada di bilik suara, tidak ragu lagi untuk mencoblos nama dan nomor urut caleg yang bersangkutan. Strategi ini, berdampak signifikan kepada penambahan jumlah suara caleg. Juga partai.

Hal terakhir yang patut perhatian pula, setelah peta politik dan strategi disusun, jangan lupa menjaga hasil perolehan jumlah suara. Baik yang merupakan milik parpol, maupun yang didapat oleh caleg. Langkah ini wajib. Karena ada hubungan dengan akurasi dan hasil akhir penghitungan suara. Kalau abai, dipastikan suaranya bisa hilang. Entah karena “dicuri” atau salah hitung.

Caranya..? Dulu saya pilih strategi memanfaatkan saksi, yang sebelumnya sudah di diklat selama beberapa hari tentang seluk beluk laporan dan penghitungan suara. Tujuannya, agar ada kontrol atau pengawasan kuat serta ketat. Di beberapa TPS yang merupakan basis suara partai maupun caleg, wajib ada saksi dari kelompok kita. Sehingga, adanya kemungkinan pencurian atau salah hitung suara, dapat diantisipasi sedini mungkin.

Sekarang sudah ada tekhnologi AI. Tentu peta politik dan strategi yang saya pakai saat pileg 2019 diatas, akan lebih sempurna lagi kalau sepenuhnya menggunakan rumusan AI. Saya yakin, akan membuat biaya tambah efisien. Dan makin efektif menjaring pemilih. Dampak positif  lain, pastinya ongkos politik dapat ditekan serendah mungkin. Lebih jauh, kecil kemungkinan muncul salah langkah, meleset sasaran serta keliru target.

Pada pemilu 2024 nanti, saudara saya kembali nyaleg (semoga terpilih lagi, aminn). Berhubung sudah ada tekhnologi AI, kali ini tentu saja saya akan memanfaatkannya semaksimal mungkin. Tapi ya tidak lalu melupakan hal prinsip lain yang harus ada, jika memang bertujuan untuk duduk lagi menjadi anggota DPRD Kabupaten. Dalam politik, tekhnologi AI bukan satu-satunya faktor yang membuat caleg menang rebutan vox pop.

Artificial intelligence merupakan faktor penunjang. Sementara yang paling pokok adalah nama baik. Kebetulan, saudara saya itu dulunya merupakan mantan birokrat. Pernah menjabat lurah selama sembilan belas tahun. Setelah pindah posisi dibeberapa jabatan, akhirnya pensiun pada saat menjadi camat. Begitu pensiun, lalu meneruskan karir dibidang politik. Di DPRD saat ini, beliau duduk di Komisi yang membidangi pemerintahan.

Kiprah yang begitu lama di birokrasi, apalagi meninggalkan nama baik, menjadikan beliau dikenal luas. Terutama para pemilih yang tinggal di Dapil tempat beliau nyaleg. Mereka yang dulu pernah ditolong, sekarang menjadi pemilih loyal, meski secara partai tidak sama. Yang siap memberikan suaranya di tingkat kabupaten untuk kemenangan beliau. Lalu coblos caleg partai lain untuk tingkat provinsi dan pusat. Anda tahu, soal nama baik itu tak mungkin dapat di gantikan oleh AI. Sampai kapanpun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun