Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

KPP Bakal Tumbang Seperti KIB?

13 Juli 2023   12:00 Diperbarui: 13 Juli 2023   12:19 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para Petinggi KPP Saat Pegang Piagam Kesepakatan Koalisi, Sumber Foto Detik.News

Dulu pernah saya tulis, kalau Koalisi Indonesia Bersatu KIB yang merupakan hasil perkawanan Golkar, PPP dan PAN rawan bubar. Dan ternyata dugaan saya benar. Kini PPP resmi merapat ke PDIP. Sementara PAN dan Golkar masih cari haluan baru. PAN timbang-timbang hendak ke KKIR milik Gerindra PKB, atau ikut PPP ke PDIP. Lalu Golkar, paska KIB bubar malah dilanda persoalan internal. Posisi Airlangga Hartarto “digoyang”.

Saya juga kemukakan, bahwa Koalisi Perubahan untuk Persatuan/KPP bentukan Nasdem, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera atau PKS yang mencapreskan Anies Baswedan, secara komitmen lemah. Bisa-bisa, tak sampai pada momentum pendaftaran kandidat capres-cawapres ke KPU, nyusul KIB membubarkan diri. Memang, saat ini para anggotanya masih terlihat menyatu. Namun tanda-tanda keretakan tak disangkal mulai menyeruak ke permukaan.

Apa yang jadi sebab KIB bubar dan posisi KPP lemah..? Tak lain karena dua hal. Pertama, anggotanya lebih dari dua. Baik didalam KIB maupun KPP ada tiga parpol. Sementara batasan figur yang dibolehkan oleh regulasi untuk daftar pilpres 2024 cuma dua, satu capres dan satu cawapres. Karena ada tiga, akhirnya kelebihan stok. Tarik menarikpun terjadi.

Yang kedua, karena masing-masing tak mau mengalah. Di KIB wajar Airlangga Hartarto dari Golkar di plot sebagai bakal capres. Karena hasil perolehan suara partai beringin ini jauh di atas PPP dan PAN. Masalahnya kemudian muncul oleh sebab ploting figur cawapres. PPP ingin Sandiaga Uno. Sementara PAN kukuh mendorong Erik Thohir.

Persoalan di KPP sama saja, rebutan bakal cawapres. Bahkan saya lihat lebih parah dibanding KIB. Sudah tak mau mengalah, masih juga ingin “ambil semua”. Kalau istilah orang Jawa mungkin sama dengan “kemaruk”. Memang benar, untuk kandidap capres semua anggota KPP sepakat usung Anies Baswedan. Tapi untuk figur cawapres tunggu dulu.

Demokrat melakukan kuncian ingin menyodorkan Ketua Umumnya AHY. PKS tak mau kalah. Sudah menyiapkan kadernya yang bernama Ahmad Heryawan, mantan Gubernur Jawa Barat. Dan berikut ini yang saya katakan parah. Sudah punya capres, Nasdem yang juga inisiator KPP masih juga maksa membawa nama cawapres. Kebangetan bukan..?

Yang di dorong-dorong adalah figur di luar KPP. Ya benar. Ada beberapa nama yang bukan berasal dari Demokrat atau PKS coba di machingkan oleh Nasdem sebagai bakal cawapres Anies. Pernah melobi Menkopolhukam Mahfudz MD. Tapi tokoh Madura ini menolak. Lalu sekarang intens mendekati Ning Yenny Wahid, Putri KH. Abdurrahman Wahid. Naga-naganya juga akan gagal.

Sebagai landasan berpijak, Nasdem menggunakan tiga kriteria yang di inginkan oleh Anies dalam mencari cawapres. Yakni bisa dongkrak suara, menjaga keseimbangan koalisi dan mampu melaksanakan misi visi Anies. Pertanyaanya kemudian, apakah AHY Demokrat dan Ahmad Heryawan PKS dianggap kurang sesuai dengan tiga kriteria itu, hingga Nasdem ngotot mau bakal cawapres dari luar KPP..? Wallhu’aklam Bis Showab..

Kondisi internal yang demikian pastinya berdampak sangat tidak baik pada komitmen masing-masing anggota KPP. Demokrat dan PKS yang merasa tak diberi jatah cawapres bisa jadi ogah-ogahan mengendorse capres KPP. Lha untuk apa kesana-kemari kampanyekan nama Anies, kalau pada akhirnya yang dapat “kebahagiaan” terbesar nanti adalah Nasdem.? Padahal, prinsip koalisi itu kan saling menguntungkan.

Maka akibat fenomena yang pelik seperti itu, kualitas suara capres kena dampak juga. Dan itulah yang sekarang dialami oleh Anies Baswedan. Meski paling awal di deklair oleh Nasdem sebagai capres dibanding kandidat milik KKIR Prabowo Subianto dan PDIP Ganjar Pranowo, hasil survei Mantan Gubernur DKI Jakarta itu justru tak pernah beranjak dari ranking ketiga atau buncit. Bahkan belakangan ini jumlahnya makin merosot.

Pada beberapa kali hasil survei oleh lembaga kredibel, suara Anies tak pernah unggul dibanding Prabowo dan Ganjar. Anies Baswedan selalu di bawah mereka. Padahal, hasil survei milik Prabowo dan Ganjar fluktuatif. Suatu ketika Ganjar ranking satu. Namun pada ketika yang lain, justru Prabowo yang nangkring diatas. Demikian seterusnya saling saling menyalip.

Suara Anies..? Mentok tetap jalan ditempat. Mari kita tengok hasil survei termutakhir yang rilis pada Hari Selasa kemarin. Dikutip dari berbagai sumber, Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyajikan data elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra ada di tempat teratas. Memperoleh suara sebanyak 25.3 persen. Disusul kemudian oleh Ganjar Pranowo 25.2 persen. Dan seperti biasa Anies urut tiga. Cuma dapat 15.4 persen.

Data hasil survei pada segmen tingkat keterpilihan juga menunjukkan posisi yang sama, meski beda jumlah suara. Hasil survei yang digelar pada medio 1-8 Juli 2023 itu menempatkan Prabowo Subianto di posisi awal dengan suara sebanyak 35.8 persen. Lalu berikutnya Ganjar Pranowo 32.2 persen. Dan lagi-lagi yang ketiga Anies Baswedan yang mendapat suara sebanyak 21.4 persen.

Itulah gambaran sekilas kondisi KPP saat ini. Jika Demokrat serta PKS, dan tentu saja Nasdem, tetap ingin mendapat “barokah suara” saat pemilu 2024 berupa efek ekor jas dari pencalonan capres cawapres, maka sebaiknya sejak saat sekarang sudah harus menyiapkan strategi pemilu 2024 yang baru. Misal cari labuhan lain sebagai langkah utama. Ini untuk antisipasi, kalau kondisi KPP benar-benar tak bisa dibenahi dan akhirnya bubar macam KIB.

Poros yang bisa di jadikan jujukan baru ada dua. Bisa ke PDIP dan juga ke KKIR. Di PDIP sekarang sudah ketambahan PPP sebagai partai parlemen. Sementara yang non parlemen ada Perindo dan Hanura. Di KKIR sementara ini masih ada dua parpol. Yaitu Gerindra dan PKB. Kalau KPP jadi bubar, pastinya kawan PDIP dan KKIR akan nambah salah satu, atau salah dua diantara Nasdem, Demokrat, PKS.

Jika anggota KPP tidak segera menyiapkan antisipasi sebagaimana tersebut, saya yakin akan ketinggalan kereta. Kalau sudah demikian, jangan harap suaranya di pileg 2024 akan terdongkrak. Ini mirip kasus Partai Demokrat saat pilpres 2019 lalu. Tak segera ambil sikap hendak ke Prabowo atau Jokowi, akhirnya partai milik keluarga SBY ini keteteran suaranya. Pastinya, Nasdem dan PKS tak mau seperti itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun