Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Anies Kalah Jika Head To Head Lawan Prabowo

7 Maret 2023   08:17 Diperbarui: 7 Maret 2023   08:18 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Prabowo Subianto Lawan Anies Baswedan, Sumber Foto DetikNews

Capres dari Partai Gerindra Prabowo Subianto telah ketemu Ketua Umum Nasdem Surya Paloh. Entah apa yang dibicarakan, tentu hanya mereka berdua yang tahu. Tapi tebakan saya berkenaan dengan pemilu presiden. Indikasinya, usai pertemuan Prabowo menyinggung soal kata mufakat. Disarikan dari berbagai sumber, Prabowo menyatakan dirinya siap jika pun nanti tak ada kesepakatan antara Nasdem dengan Gerindra.

Bahkan lebih spesifik juga, Prabowo siap menghadapi Anies Baswedan sebagai Capres Partai Nasdem untuk rebutan vox pop. Kata Prabowo secara rinci, “Kalaupun Anies sudah jadi keputusan politik Nasdem dan kawan-kawan, ya kita hormati. Ya sudah siap kita hadapi. Rakyat yang milih, rakyat yang akan memilih” (Kompas.com, 6 Maret 2023).

Komentar saya, ada dua hal tersirat yang bisa kita kulik dari lontaran kesiapan Prabowo diatas. Pertama, memiliki nilai politis yang sangat tinggi. Utamanya yang berkaitan dengan branding politik. Ingat, pertarungan dua orang politisi tidak bisa disamakan dengan pertandingan tinju. Yang faktor kemenangannya lebih banyak ditentukan oleh kekuatan fisik. Kalaupun ada taktik, porsinya lebih kecil.

Sebaliknya, faktor kemenangan pertarungan para politisi tergantung pada strategi menggaet simpati konstituen politik. Disini, pelibatan emosi merupakan penentu dominan. Sejauh mana calon dan tim sukses mampu menarik simpati, maka disitulah muncul peluang besar mendapat limpahan suara dari para pemilih. Namun jika gagal, siap-siaplah untuk menelan kekalahan.

Ucapan ketegasan Prabowo diatas ada didalam upaya menarik simpati tadi. Dan memang begitulah seharusnya Menteri Pertahanan itu bersikap kalau diminta kesiapan menghadapi pilpres 2024. Termasuk ketika ditanya jika nanti bertarung lawan Anies. Jawaban Prabowo ya memang harus optimis menang. Masak mau bilang akan kalah. Kan bisa membuat ciut nyali pada pendukungnya.

Kalau sudah ciut nyali, alamat kehilangan suara. Para pendukungnya akan pergi. Karena tak ada harapan lagi untuk menang. Dampak lain, berpengaruh terhadap sikap para pemilik suara lain yang belum menentukan pilihan atau masih floating. Yang awalnya mereka ini masih pikir-pikir hendak manjatuhkan suara kepada Prabowo, menjadi kabur pindah haluan ke kandidat lain.

Tanggapan parpol pesaing Gerindra macam Partai Nasdem dan Demokrat saya kira juga sangat-sangat politis. Menurut Wakil Ketua Umum Nasdem Ahmad Ali, pernyataan kesiapan Prabowo lawan Anies itu masih koma. Ali menilai, lontaran Prabowo ditujukan kepada calon lain. Sama dengan Prabowo, pihak Nasdem juga tak mau kalah menyiapkan langkah menuju pilpres 2024.

Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menyatakan positif soal kesiapan Prabowo menghadapi Anies. Oleh Kamhar, Prabowo dinilai sobagai sosok yang berani menunjukkan jiwa dan sikap politik yang kesatria. Lebih jauh, masih kata Kamhar, ini juga menjadi pendewasaan politik yang harus terus di ikhtiarkan bersama demi peningkatan derajat dan kualitas demokrasi.

Apa yang di nyatakan Ahmad Ali dan penilaian Kamhar diatas tentu punya tujuan yang sama dengan lontaran kesiapan Prabowo lawan Anies. Intinya, kedua tokoh elit partai calon anggota Koalisi Perubahan itu ingin memberi pesan perlawanan. Yang sangat perlu untuk diketahui oleh para pemilik suara. Bahwa Anies Baswedan juga siap menghadapi Prabowo. Harapannya, agar para konstituen Nasdem dan Demokrat tidak ciut nyali melihat ketegasan Prabowo.

Itu yang pertama. Sekarang yang kedua. Kesiapan Prabowo tarung rebutan vox pop lawan Anies bukanlah pernyataan sembarangan dan tanpa dasar. Apalagi disebut ngawur. Mengapa, karena beberapa perkembangan politik belakangan ini memang menunjukkan tanda serta peluang tambah besarnya suara Prabowo. Makin dekat pilpres 2024, ada potensi peningkatan suara Ketua Umum Partai Gerindra ini.

Selain vote pemilih Gerindra sendiri yang memang sangat solid, adanya tambahan dukungan dari elemen pendukung Presiden Jokowi saat nyapres pada 2014 dan 2019 macam JoMan pimpinan Immanuel Ebenezer, pastilah berpengaruh besar terhadap peluang kemenangan Prabowo. Belum lagi hasil Musra yang juga menjagokan Prabowo sebagai Capres. Menjadikan ucapan Prabowo diatas memang bukan sekedar isapan jempol.

Terkini, hasil survei IPS yang dilakukan pada periode 15-24 Februari 2023, menempatkan Prabowo sebagai pemenang dengan raihan suara sebanyak 33.2%. Jauh diatas Anies yang hanya dapat 20.9%. Survei dari POLSTAT pada rentang waktu 10-18 Februari 2023 juga menunjukkan hasil Prabowo menang. Terakhir, Rilis Litbang Kompas tentang survei 1 lawan 1 capres 2024 yang diadakan pada 25 Januari-4 Februari 2023, menyajikan data Anies keok lawan Prabowo (DetikNews, 6/03/2023).

Jauh sebelum Prabowo menyatakan kesiapannya tarung lawan Anies, juga sebelum IPS, POLSTAT dan Litbang Kompas menyajikan data hasil survei, saya sudah punya pendapat bahwa Prabowo akan menang jika tarung head to head lawan Anies. Pendapat ini saya tuangkan dalam tulisan di Kompasiana pada 8 Oktober 2022 lalu. Judulnya “Pilpres 2024, Prabowo Lawan Anies”.

Apakah nanti akan jadi fakta atau tidak, tergantung pada sikap Prabowo selanjutnya. Utamanya dalam hal memilih bakal Cawapres. Ukurannya adalah, apakah figurnya sanggup menambah potensi suara Prabowo atau malah akan menggerus..? Kalau menggerus, berat bagi Prabowo untuk jadi penerus Jokowi. Meskipun suaranya ditambah oleh elemen yang pernah memenangkan Jokowi jadi Presiden dua periode yakni JoMan dan Musra.

Untuk bakal Cawapres, hingga kini sosok yang disodorkan kehadapan Prabowo masih belum konstan, alias pasang surut. Utamanya figur yang punya latar belakang NU. Kapan hari, menguat nama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Namun beberapa waktu kemudian, beralih ke Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Mana yang akan diambil oleh Prabowo, mari kita tunggu perkembangan berikutnya.

Hanya saja, kedua tokoh tersebut memang sama-sama punya nilai tersendiri dikalangan warga Nahdliyin. Baik Cak Imin maupun Khofifah adalah kader terbaik yang dididik dan dibesarkan oleh NU. Andai Prabowo mampu membuat keduanya duduk bareng, apalagi ditambah Mbak Yenny Wahid, lalu mereka bersepakat menentukan siapa salah satu diantara ketiganya yang “direlakan” jadi cawapres, betapa dahsyat kekuatan Prabowo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun