Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Soal Tunda Pemilu: Sebaiknya Ada Kesepakatan antar Lembaga

4 Maret 2023   08:25 Diperbarui: 4 Maret 2023   08:32 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Juru Bicara PN Jakpus Zulkifli Atjo, Sumber Foto Kompas.com

Meski tergolong baru bahkan tak lolos verifikasi, Partai Rakyat Adil Makmur atau Partai Prima mampu merubah iklim politik tanah air. Kecuali soal pilpres 2024, dari yang awalnya agak adem, kini berubah jadi panas. Gara-garanya, gugatan Partai Prima terhadap KPU, yang salah satu diantaranya minta agar Pemilu 2024 di tunda, dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri/PN Jakarta Pusat/Jakpus.

Putusan PN Jakpus akhirnya jadi polemik. Umumnya tak sepakat. Terutama dikalangan pengamat dan tokoh politik. Disarikan dari berbagai sumber, Partai Demokrat mendesak Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi melakukan koreksi. Anggota DPR RI Luqman Hakim bahkan mensinyalir ada campur tangan asing. Sementara CSIS pilih menunggu sikap Presiden Jokowi.

Saya nilai, sudah tepat itu pilihan CSIS. Mengapa, sebab Putusan PN Jakpus memunculkan pertentangan atau kontradiksi diantara beberapa regulasi. Yang sebelumnya jalan padu, kini saling adu. Satu sisi, tak ada klausul dalam Undang-undang tentang pemilu yang menyebut adanya penundaan pemilu. Tapi pada sisi lain, yang namanya keputusan pengadilan ya wajib dilaksanakan.

Kalau Putusan PN Jakpus dipaksakan, jelas akan terjadi tsunami politik. Tatanan yang sudah relatif mapan sekarang ini, meski perlu dikawal dalam hal pelaksanaan, bisa kocar-kacir. Utamanya yang ada dilingkungan pucuk pimpinan Eksekutif dan dikalangan anggota Legislatif. Dimana proses pergantian personilnya yang punya siklus lima tahunan itu, amat bergantung pada penyelenggaraan pemilu.

Sebaliknya, jika Putusan PN Jakpus diabaikan, menjadi preseden buruk bagi lingkungan peradilan di negara kita. Lha iya. Keputusan PN kan dilindungi Undang-undang. Maka siapapun lembaga atau orangnya, harus patuh. Kalau tunda pemilu tak dilaksanakan sebagaimana amanat PN Jakpus, ada kesan penegakan hukum dinegara kita lemah. Dan Partai Prima selaku pihak yang punya legal standing, berhak mempersoalkan lebih jauh.

Dari kemarin, sejak mengetahui Putusan PN Jakpus, saya perkirakan memang akan menjadi masalah serius. Dan pastinya, pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi dibuat agak pusing. Bagaimana tidak, sebelumnya Jokowi-lah yang dituduh ingin tunda pemilu. Setelah berhasil dinetralisir, malah menjadi legal. Kini Jokowi dihadapkan pada masalah bak makan buah simalakama. Dimakan ayah mati, tidak dimakan ibu mati.

Sekedar re-fresh ulang, perjalanan pemerintahan di negara kita dipandu oleh tiga lembaga negara. Pertama eksekutif atau pelaksana. Meliputi Presiden, Gubernur, Bupati dan Kepala Desa. Kedua legislatif atau pembuat undang-undang. Yaitu para anggota DPD-RI, DPR-RI dan DPRD. Ketiga yudikatif. Tugasnya menjaga atau mempertahakan tegaknya undang-undang. Contoh yudikatif adalah MK, MA, PT, PN, Peradilan Agama dan sebagainya.

Meski diputuskan oleh lembaga yudikatif dalam hal ini PN Jakpus, soal penundaan pemilu 2024 bersinggungan dengan beberapa lembaga lain. Jangan tanya bagaimana KPU. Inilah lembaga terkhnis yang paling terkena imbas. Namun pada tugas dan fungsi lain, eksekutif juga kena. Karena penyelenggaraan pemilu masuk dalam materi laporan pertanggung jawaban eksekutif dihadapan parlemen.

Legislatif apalagi. Sebagai pembuat undang-undang, para anggota DPR RI harus berpikir keras mencari solusi adanya pertentangan regulasi akibat Putusan PN Jakpus menunda pemilu 2024. Apakah perlu dilakukan amandemen, menyusun undang-undang baru, cukup penyesuaian saja atau bagaimana..? Pastinya, beberapa pilihan langkah tersebut dapat menimbulkan konsekwensi cukup berat. Minimal nambah kerjaan dan waktu.

Lalu bagaimana dengan Kepolisian..? Sebelum masuk ke soal Putusan PN, tentang lembaga ini terus terang saya agak bingung dimana posisinya. Kalau diteropong dari sisi penegakan hukum, masuknya ke yudikatif. Tapi dari sisi cabang kekuasaan, ada di eksekutif. Karena bisa diperintah oleh Presiden. Namun lepas dari perselisihan tentang ini, yang pasti Kepolisian juga terkena imbas penundaan pemilu 2024.

Sebagai penjaga keamanan, kepolisian pastinya harus siap-siap menghadapi segala kemungkinan akibat dampak buruk Keputusan PN Jakpus. Kedepan, jika tak segera ditemukan solusi, mengerasnya beda wacana dan opini yang kini terjadi, dapat bergeser pada kemungkinan adanya pertentangan  fisik.Termasuk misalnya, semoga tak terjadi, situasi chaos. Pak Listyo Sigit dan kawan-kawan harus “sedia payung sebelum hujan”.

Maka menghadapi keputusan PN Jakpus, ada baiknya beberapa lembaga di atas duduk bersama mencari solusi. Eksekutif, legislatif, yudikatif, KPU dan kepolisian harus satu sikap. Demi masa depan bangsa Indonesia. Sebab kalau tidak, dalam arti para pihak kokoh pada ego masing-masing, yang terjadi bukan harmoni. Tapi membuka peluang sangat lebar terjadinya disharmoni.

Kritik, opini dan masukan dari pelbagai pihak sudah muncul ke permukaan. Eksekutif, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, baiknya segera merespon sikap CSIS. Kalau terlambat, bisa menjustifikasi adanya sinyalemen tentang keinginan pemerintah untuk menunda pemilu. Yang memang sudah berhembus beberapa waktu lalu, jauh sebelum PN Jakpus memenangkan gugatan Partai Prima.

Kritik bahwa keputusan PN Jakpus melampaui kewenangan, saya kira patut juga dijadikan perhatian oleh yudikatif. Untuk kemudian, kalau benar sesuai regulasi memang tak sejalan, di anulir agar tidak menimbulkan dampak lebih berat. Batalkan itu keputusan PN Jakpus. Meskipun tentu prosesnya ya juga tak bisa semena-mena. Perlu dicari cara yang elegant. Misal memenangkan sikap KPU yang berencana untuk banding.

Kalau saya sich usul sebaiknya kembali kepada regulasi awal. Tetap ikuti undang-undang pemilu yang sekarang sudah berlaku. Lalu cari dimana pokok masalahnya. Kok Partai Prima hingga sampai menggugat ke Pengadilan Negeri. Cuma sekali lagi, sikap untuk kembali pada regulasi awal ini diputuskan bersama oleh eksekutif, legislatif dan yudikatif setelah duduk dalam satu meja.

Kecuali ingin tunda pemilu sudah merupakan grand design dari kelompok tertentu, ya tak tahulah saya. Sebab kalau benar demikian, semua masukan, kritik, usulan dan solusi pasti diabaikan. Dan sikap tutup telinga rapat-rapat akan dijadikan pilihan satu-satunya. Lalu orang-orang seperti kita yang sebenarnya pemilik suara, tinggal melihat kelanjutan tugas para pejabat tinggi tanpa harus bertarung rebutan vox pop sebagaimana terjadi dalam siklus lima tahunan. Asik bukan…?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun