Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bupati dan Wakilnya Tak Harmonis: Kasus Bondowoso

24 Februari 2023   09:22 Diperbarui: 24 Februari 2023   11:21 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lucky Hakim, Sumber Foto Kompas.com

Bagi saya, tepat sekali thema yang disodorkan oleh Kompasiana dalam Rubrik Topik Pilihan kali ini. Yaitu tentang “Bupati dan Wakilnya Tak Harmonis”. Diangkat berdasar fakta seorang artis yang kemudian alih profesi jadi politisi, Lucky Hakim, mundur sebagai Wakil Bupati atau Wabup Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Disinyalir karena faktor hubungan tak harmonis dengan Bupati Nina Agustiani.

Hubungan yang diduga kurang harmonis antara Bupati-Wabup sebenarnya bukan masalah baru. Sebelum kasus Lucky, dibeberapa wilayah lain juga terjadi. Misalnya di sebuah Kabupaten bernama Bondowoso. Yang merupakan salah satu bagian dari Provinsi Jawa Timur. Letaknya di ujung timur Pulau Jawa. Diapit oleh Probolinggo, Jember, Banyuwangi dan Situbondo.

Bondowoso di pimpin oleh seorang bupati dari golongan tokoh masyarakat. Namanya KH. Salwa Arifin. Wabup-nya Irwan Bakhtiar. Baik Bupati maupun Wabup merupakan politisi. Awalnya, Kyai Salwa aktif sebagai Ketua MPP PPP Kabupaten Bondowoso. Sekarang ini pindah posisi sebagai Ketua DPC.  Sedang Irwan adalah Ketua DPC PDIP di kabupaten yang sama.

Ketika nyalon pada pilkada tahun 2018 silam, duat Salwa-Irwan memilih julukan Pasangan Sabar. Singkatan dari Salwa Arifin Irwan Bakhtiar. Sabar menduduki kursi sebagai pimpinan Kabupaten Bondowoso setelah sukses menang rebutan vox pop lawan pasangan Dhafir-Dayat. Pasca menang, pada akhir tahun itu juga Pasangan Sabar dilantik oleh Gubernur Jawa Timur.

Hingga memasuki tahun kedua masa pemerintahan, tepatnya 2020, Pasangan Sabar kelihatan jalan terpadu. Komunikasi antara Bupati dan Wabup masih lancar. Tapi memasuki tahun ketiga pada 2021, bibit-bibit perseteruan mulai muncul. Hubungan Bupati Wabup-pun terkesan renggang. Meskipun tak nampak vulgar macam branding Puan Maharani kapan hari, yang sampai taruh baliho dimana-mana.

Tapi apa mau dikata, sepandai-pandainya menyimpan masalah, pada akhirnya meledak juga ke permukaan. Puncak kerenggangan komunikasi Bupati Wabup mencapai klimaks pada awal 2022. Mungkin karena sudah merasa tak kuat, atau oleh sebab lain, tiba-tiba Wabup Irwan mengeluarkan pernyataan yang cukup menghentak publik Bondowoso. Tak tanggung-tanggung, Pak Wabup menyampaikannya secara terbuka. Pakai media lagi.

Disarikan dari ragam media lokal yang file-nya saya simpan hingga saat ini, dari beberapa pernyataan Wabup yang sempat muncul kepermukaan, ada dua hal yang cukup membuat merah telinga beberapa pihak. Terutama pihak yang dimaksud oleh Wabup. Pertama soal jual beli jabatan. Kedua, tentang pertemanan.

Soal jual beli jabatan. Pak Wabup mengaitkannya dengan janji kampanye. Menurutnya, ketika kampanye dulu, Pasangan Sabar berjanji dan komitmen untuk tidak melakukan jual beli jabatan, pungli dan sejenisnya. Tapi dengan nada tanya, Wabup Irwan justru melihat sebaliknya. Bahwa beberapa tindakan menyimpang itu masih marak terjadi.

Tentang pertemanan. Menyambung statemen jual beli jabatan tadi, Wabup lalu bicara tentang idealisme pertemanan. Kata Wabup menegaskan, “lebih baik kita bergabung dengan mantan preman yang sudah bertaubat, daripada tokoh agama yang kemudian menjadi preman”. Siapa yang dimaksud oleh Wabup “tokoh agama yang kemudian menjadi preman”..?

Tak ada penyebutan nama secara gamblang dari Wabup. Tapi faktanya, dua hal yang diungkap tersebut lalu menjadi bola liar di tengah masyarakat. Opini berseliweran kemana-mana. Masyarakat terbelah jadi dua. Antara yang mendukung pernyataan Wabup dan yang menyangkal. Cuma yang saya ingat, ketika itu tak ada sanggahan secara langsung dari Bupati KH. Salwa Arifin. Kecuali dari pihak yang ada di belakang Bupati.

Mungkin dirasa sudah tak kondusif dan bisa membuat polarisasi di masyarakat, Ketua DPRD Bondowoso Haji Ahmad Dhafir yang juga mantan rival KH. Salwa dan Pak Irwan di Pilkada 2018, coba-coba menyinggung ulang statemen Wabup diatas. Utamanya tentang jual beli jabatan. Ini disampaikan oleh Ketua DPRD waktu diberi kesempatan memberi sambutan di acara Bakesbangpol.

Pak Dhafir menjelaskan, bahwa antara Bupati dan Wakil Bupati ibarat pasangan suami istri. Keduanya lebih tahu urusan apa yang sedang terjadi di internal mereka. Kalau seorang istri berkata tentang satu masalah di dapur, bisa diartikan benar adanya. Dhafir melanjutkan. Bahwa dirinya sempat telpon-telponan dengan Wabup menanyakan soal jual beli jabatan itu.

Tak terima terhadap apa yang diupayakan oleh Pak Dhafir, KH. Salwa Arifin bereaksi. Bupati Bondowoso ini lapor ke Polres Bondowoso. Alasannya, Ketua DPRD dianggap telah melakukan pencemaran nama baik. Juga menyebarkan berita bohong. Karena itu, layak untuk diteruskan secara hukum pidana. Harapannya, bisa diproses dan Ketua DPRD dihukum penjara.

Merasa apa yang dilakukan sudah sesuai regulasi karena salah satu kewenangan DPRD memang melakukan pengawasan dan kontrol terhadap kinerja eksekutif, Pak Dhafir tak mundur. Saat pihak Bupati lewat pengacaranya kasih ultimatum agar mencabut pernyataan tentang jual beli jabatan, Pak Dhafir memberi tanggapan berani. Katanya, “sampai kapanpun saya tak akan mencabut pernyataan di Bakesbangpol itu”.

Adu kuat kemudian terjadi. Kedua belah pihak tetap bersikukuh pada pendirian masing-masing. Upaya mediasi oleh Polres Bondowoso gagal. Proses hukum akhirnya berlanjut. Aparat memanggil beberapa pihak terkait. Untuk dimintai keterangan. Pemanggilan juga dilakukan terhadap Ketua DPRD. Guna melakukan klarifikasi terhadap pokok perkara yang diadukan oleh Bupati.

Akibat perkara itu, ditambah “perseteruan” Bupati dan Wabup yang nuansanya masih terasa, warga Bondowoso makin terbelah. Tiap hari disuguhi berita percekcokan antar pejabat. Lalu bagaimana endingnya..? Tak disangka, entah karena alasan apa akhirnya Bupati mencabut laporan terhadap Ketua DPRD. Saat ini, proses perkara laporan Bupati tak terdengar lagi beritanya.

Apa yang saya ungkap diatas tentang kasus Bupati dan Wabup Bondowoso merupakan gambaran riil. Mengiringi kasus Lucky Hakim, betapa hubungan tak harmonis antara kedua pejabat teras pasti membawa dampak negatif. Baik dikalangan internal mereka berdua dan terutama ditengah-tengah masyarakat. Jika berkenaan dengan peran, ada baiknya dibicarakan lebih dulu saat masih proses pencalonan. Semoga kasus Lucky Hakim dan Bupati-Wabup Bondowoso menjadi pelajaran berharga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun