Meski tergolong baru, Partai Ummat sudah “berani” berseteru dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu. Sebuah lembaga, yang menurut Pasal 88 C ayat (2) PKPU Nomor 13 Tahun 2020, dapat mengeluarkan rekomendasi untuk memberikan sanksi kepada Partai Politik atau Gabungan Partai Politik jika terbukti bersalah melakukan pelanggaran. Termasuk juga kepada Partai Ummat.
Sebab musabab perseteruan, karena Partai Ummat terang-terangan ingin memposisikan diri sebagai kelompok yang akan mengusung politik identitas pada perhelatan pemilu 2024. Yang dimaksud tentu saja identitas islam. Artinya, bisa ditebak model branding dan upaya rebutan vox pop yang dibawakan oleh Partai Ummat saat kampanye nanti, pastilah tak jauh-jauh dari bau-bau agama.
Bawaslu nampaknya tak terima. Lewat Ketua-nya Rahmat Bagja lembaga ini menyampaikan keberatan. Disarikan dari berbagai sumber, Bagja punya rencana untuk melakukan protes keras. Sebagai langkah awal, Partai Ummat akan diberi teguran. Mengapa, karena di Indonesia ada banyak ragam agama. Bukan hanya islam. Maka partai yang mengusung politik identitas islam, bisa menimbulkan kerepotan tersendiri.
Tak mau kalah, Partai besutan Amien Rais itu juga keberatan terhadap rencana yang akan dilakukan oleh Bawaslu. Diwakili oleh Waketum-nya Nazaruddin, Partai Ummat mempertanyakan apa kepentingan Bawaslu hingga harus mengeluarkan teguran. Toh semua partai yang eksis di Indonesia juga punya identitas. Misalnya Golkar beridentitas kekaryaan dan PDIP Soekarnois.
Pasca ditetapkan oleh KPU sebagai salah satu peserta pada pemilu 2024 beberapa waktu lalu, Partai Ummat memang langsung tancap gas. Mendeklarasikan diri sebagai parpol yang terang-terangan mengusung politik identitas. Alasannya, menurut Ketua Majelis Syuro-nya Amien Rais, partai yang tak punya identitas bagai robot atau zombie. Naah, Partai Ummat tidak ingin di andaikan seperti itu.
Saya nilai, deklarasi terang-terangan Partai Ummat tergolong sangat berani. Sebagai parpol yang masih sangat baru, belum pernah ikut pertarungan rebutan suara pemilih dan tak tahu apa nanti dapat memenuhi ambang batas parlementary threshold atau tidak, penegasan Partai Ummat itu bisa disebut nekat sebenarnya. Punya resiko dijauhi oleh para pemilik suara. Khususnya dari kalangan non muslim.
Bahkan, bisa jadi demikian pula dikalangan pemilih beragama islam. Mengapa, karena mayoritas warga muslim kurang suka terhadap politik identitas. Umat muslim dinegara kita punya semangat kebangsan sangat kental, cinta NKRI dan menghargai keberagaman. Lalu dari segi pilihan politik, tak melihat agama sebagai satu-satunya faktor penentu. Soal kualitas dan prestasi juga masuk jadi pertimbangan.
Terlebih, khusus pemilih dikalangan umat muslim, Partai Ummat harus bersaing dengan PKB, PPP, PKS dan PAN. Menurut saya, jauh panggang dari api konstituen PKB akan beralih ke Partai Ummat. Apalagi semangatnya mengusung politik identitas. Konstituen PKB akan tambah menjauh. Berharap dari pemilih PPP dan PKS juga sulit. Karena konstituen kedua partai ini dikenal sebagai pemilih loyal.
Yang paling mungkin adalah limpahan suara dari PAN. Karena punya sejarah pendirian dengan Amien Rais. Tapi itupun sangat kecil. Tak mungkin semua pemilih PAN akan langsung beralih ke Partai Ummat, hanya gara-gara ada sosok Amien Rais didalamnya. Apalagi, hasil survei PAN belakangan tergolong rendah. Zulkifli Hasan sebagai Ketua Umum dan para kader lain pasti berusaha mati-matian. Agar suaranya tak dicuri oleh Partai Ummat.
Dalam pandangan saya, celah suara yang ingin direbut oleh Partai Ummat dengan strategi mengusung politik identitas kelihatan sangat kecil. Sebagai pendatang baru, walau ada Amies Rais yang bisa disebut “Mbahnya Politik”, Partai Ummat salah langkah. Mestinya menciptakan atau memperluas ceruk baru. Ini malah mempersempit. Besar kemungkinan Partai Ummat tak lolos ambang batas parlementary threshold.
Selama ini, kita memang sudah tak asing lagi mendengar istilah politik identitas. Utamanya pasca pilkada DKI Jakarta tahun 2017 silam. Namun disamping itu, ada juga istilah yang mirip tapi artinya sangat berbeda jauh. Yaitu identitas politik. Kalau politik identitas punya konotasi negatif, maka sebaliknya dengan identitas politik. Istilah terakhir justru positif.
Politik identitas sangat berbahaya. Utamanya terhadap prinsip-prinsip keragaman, keterbukaan dan kemanusiaan. Mengapa, karena politik identitas menjadikan ideologi (agama) sebagai alat untuk menguasai, hegemoni dan diskriminasi. Disini bisa berlaku ketentuan, bahwa jika seorang muslim tidak memilih parpol tertentu seperti Partai Ummat misalkan, bisa di cap tidak islami. Dan haknya selaku umat muslim tidak akan dipenuhi. Contoh jika meninggal janazahnya tidak akan di sholati.
Sebaliknya, identitas politik tidak mengandung unsur berbahaya demikian. Mengapa, karena identitas politik hanya sekedar penegasan tentang sejarah atau latar belakang berdirinya sebuah partai. Dan ini pastinya memang ada di setiap partai politik. Seperti Golkar dengan kekaryaan dan PDIP yang Soekarnois, sebagaimana dicontohkan oleh Waketum Partai Ummat Nazaruddin di atas tadi.
Kekaryaan sebagai identitas Golkar wajar. Sebab saat didirikan pertama kali dulu, ya memang mengusung semangat itu. PDIP yang Soekarnois tak salah. Karena sejarah partai ini berasal dari Soekarno. Contoh lain PKB, PAN dan PPP. Identitas ketiga partai ini jelas punya aroma islam. Karena asal muasal pendiriannya memang di inisiasi oleh para tokoh organisasi muslim Indonesia.
Tapi, semua identitas politik itu tak menjadikan Golkar, PDIP, PKB dan PAN melakukan tekanan, hegemoni dan diskriminasi terhadap para pemilik suara. Keempat partai yang saya jadikan contoh tadi tak sekalipun menggunakan identitas kekaryaan, soekarnois dan islam sebagai alat rebutan vox pop. Tak pernah saya dengar, bahwa yang tak mau gabung ke Golkar sebagai kurang berkarya, enggan coblos PDIP bukan soekarnois dan yang tak memilih PKB, PPP dan PAN janazahnya tak akan di sholati.
Lalu apa sebenarnya politik identitas yang dimaksud oleh Amien Rais diatas..? Kalau maksudnya adalah menekan secara syariat, bahwa yang tak pilih Partai Ummat janazahnya tak akan di sholati, maka siap-siaplah untuk ditinggal para pemilih. Tapi kalau maksudnya adalah sebagai penanda sejarah berdirinya karena ada Amies Rais yang beragama islam, masih bisa diharap dapat suara.
Protes keras Bawaslu kepada Partai Ummat sebenarnya baik bagi kelangsungan perjalanan partai baru ini. Kalau positif thinking, bisa dijadikan warning atau peringatan. Mungkin Bawaslu eman. Hingga berharap agar Partai Ummat melakukan koreksi. Atau minimal memberi penjelasan. Apa yang dimaksud dengan keputusan mengusung politik identitas. Dalam pandangan saya, Bawaslu ingin Partai Ummat lolos masuk ke Gedung Senayan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H