Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Di Balik Perseteruan Partai Ummat Lawan Bawaslu

21 Februari 2023   08:24 Diperbarui: 21 Februari 2023   08:46 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, Sumber Foto Kompas.com

Selama ini, kita memang sudah tak asing lagi mendengar istilah politik identitas. Utamanya pasca pilkada DKI Jakarta tahun 2017 silam. Namun disamping itu, ada juga istilah yang mirip tapi artinya sangat berbeda jauh. Yaitu identitas politik. Kalau politik identitas punya konotasi negatif, maka sebaliknya dengan identitas politik. Istilah terakhir justru positif.

Politik identitas sangat berbahaya. Utamanya terhadap prinsip-prinsip keragaman, keterbukaan dan kemanusiaan. Mengapa, karena politik identitas menjadikan ideologi (agama) sebagai alat untuk menguasai, hegemoni dan diskriminasi. Disini bisa berlaku ketentuan, bahwa jika seorang muslim tidak memilih parpol tertentu seperti Partai Ummat misalkan, bisa di cap tidak islami. Dan haknya selaku umat muslim tidak akan dipenuhi. Contoh jika meninggal janazahnya tidak akan di sholati.

Sebaliknya, identitas politik tidak mengandung unsur berbahaya demikian. Mengapa, karena identitas politik hanya sekedar penegasan tentang sejarah atau latar belakang berdirinya sebuah partai. Dan ini pastinya memang ada di setiap partai politik. Seperti Golkar dengan kekaryaan dan PDIP yang Soekarnois, sebagaimana dicontohkan oleh Waketum Partai Ummat Nazaruddin di atas tadi.

Kekaryaan sebagai identitas Golkar wajar. Sebab saat didirikan pertama kali dulu, ya memang mengusung semangat itu. PDIP yang Soekarnois tak salah. Karena sejarah partai ini berasal dari Soekarno. Contoh lain PKB, PAN dan PPP. Identitas ketiga partai ini jelas punya aroma islam. Karena asal muasal pendiriannya memang di inisiasi oleh para tokoh organisasi muslim Indonesia.

Tapi, semua identitas politik itu tak menjadikan Golkar, PDIP, PKB dan PAN melakukan tekanan, hegemoni dan diskriminasi terhadap para pemilik suara. Keempat partai yang saya jadikan contoh tadi tak sekalipun menggunakan identitas kekaryaan, soekarnois dan islam sebagai alat rebutan vox pop. Tak pernah saya dengar, bahwa yang tak mau gabung ke Golkar sebagai kurang berkarya, enggan coblos PDIP bukan soekarnois dan yang tak memilih PKB, PPP dan PAN janazahnya tak akan di sholati.

Lalu apa sebenarnya politik identitas yang dimaksud oleh Amien Rais diatas..? Kalau maksudnya adalah menekan secara syariat, bahwa yang tak pilih Partai Ummat janazahnya tak akan di sholati, maka siap-siaplah untuk ditinggal para pemilih. Tapi kalau maksudnya adalah sebagai penanda sejarah berdirinya karena ada Amies Rais yang beragama islam, masih bisa diharap dapat suara.

Protes keras Bawaslu kepada Partai Ummat sebenarnya baik bagi kelangsungan perjalanan partai baru ini. Kalau positif thinking, bisa dijadikan warning atau peringatan. Mungkin Bawaslu eman. Hingga berharap agar Partai Ummat melakukan koreksi. Atau minimal memberi penjelasan. Apa yang dimaksud dengan keputusan mengusung politik identitas. Dalam pandangan saya, Bawaslu ingin Partai Ummat lolos masuk ke Gedung Senayan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun