Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karena Luwes, NU Mampu Mempertahankan Budaya dan Mengikuti Perkembangan

7 Februari 2023   11:44 Diperbarui: 7 Februari 2023   11:50 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak terasa, Nahdlatul Ulama atau NU kini berusia seratus tahun atau 1 abad. Buat manusia, usia segitu tentu dikatakan sangat sepuh. Namun bagi sebuah organisasi keagamaan macam NU, tergolong relatif muda. Karenanya, ke depan NU tetap harus banyak belajar, memperbaiki yang masih kurang dan menyempurnakan yang sudah baik.

NU terkenal sebagai organisasi moderat. Tak mau menampilkan sikap ekstrim dan kaku. NU tak suka main "pokoknya". Menghadapi masalah-masalah yang ada dilingkup duniawi, NU punya pedoman empat sikap. Yaitu tawassuth, tawazun, i'tidal dan tasamuh. Ini bukannya tanpa landasan. Keempat sikap didasarkan pada dalil.

Secara sederhana, tawasuth artinya jalan tengah. Bukan golongan eksrim kanan ataupun kiri. Sikap tawasuth didasarkan pada firman Allah QS al-Baqarah ayat 143. Artinya demikian :

Sumber Pengambilan Screenshoot NU Online
Sumber Pengambilan Screenshoot NU Online
Tawazun bisa diartikan sebagai upaya menjaga keseimbangan. Termasuk seimbang pula dalam hal memakai akal dengan teks Quran dan hadits. Sikap tawazun didasarkan pada firman Allah QS al-Hadid ayat 25. Yang artinya..:

Sumber Pengambilan Screenshoot NU Online
Sumber Pengambilan Screenshoot NU Online
I'tidal bermakna tegak lurus. Dalam arti istiqamah dan tetap konsisten membela kebenaran. Ini sebagaimana firman Allah QS al-Maidah ayat 8. Yang artinya..:

Sumber Pengambilan Screenshoot NU Online
Sumber Pengambilan Screenshoot NU Online
Terakhir atau yang keempat adalah tasamuh. Dengan sikap ini, NU senantiasa menghargai adanya perbedaan. Dan menghormati orang lain yang punya prinsip hidup tidak sama. Meskipun sebenarnya tak mengakui atau tak membenarkan prinsip hidup tersebut. Ini didasarkan pada firman Allah QS Thaha ayat 44. Artinya demikian..:

Sumber Pengambilan Screenshoot NU Online
Sumber Pengambilan Screenshoot NU Online
Berpedoman pada empat hal diatas, tak heran jika NU dan juga warganya, nampak begitu luwes ketika bergaul atau menjalin silaturahim dengan berbagai kelompok masyarakat. Hidup dimanapun dan ditengah budaya seperti apapun, bukan masalah. Bagai air laut yang tetap terasa asin meski di gelontor air hujan dan dikirimi banyak air tawar dari sungai.

Pada suatu saat atau dalam masa tertentu NU bisa menyerap berbagai fenomena terbaru yang sedang terjadi. Bahkan disandingkan dengan ajaran agama juga bukan masalah. Asal tidak bertentangan dengan prinsip dasar ajaran islam yang sudah ditentukan oleh Allah SWT dan Rasul Muhammad SAW.

Sementara itu, dalam hal merawat budaya ditengah derasnya peradaban, NU sangat-sangat siap. Di tangan NU, bangsa Indonesia tak perlu takut kehilangan budaya yang memang sudah ada sejak jaman nenek moyang. Dan di tangan NU pula, bangsa Indonesia tak perlu khawatir bisa ketinggalan perkembangan. Dalam ini, NU selalu up to date.

Mengapa mampu begitu rupa, karena NU punya prinsip al muhafadoh 'ala qadimis soleh wal akhduh bil jadidil aslah. Yang artinya, mempertahankan sesuatu yang lama dan baik, serta tak lupa mengambil sesuatu yang baru dan terlihat lebih baik. Yang sudah berjalan dan membawa manfaat, sudah pasti akan dirawat oleh NU. Sambil lalu menyerap kemajuan yang saat ini sedang terjadi ditengah-tengah masyarakat.

Contoh kongkrit hal diatas adalah soal busana. Dulu ketika masih dimasa perjuangan, ulama NU mengharamkan para santri memakai celana panjang. Alasannya, karena meyerupai pakaian para penjajah. Tapi kini, hampir di semua pesantren NU, celana panjang  justru merupakan kewajiban saat mengikuti pendidikan sekolah formal. Adapun sarung, tetap di kenakan sebagai pakaian sehari-hari di pondok. Jadi, saat ini celana panjang bukan lagi persoalan seperti dulu.

Salah satu tantangan kedepan yang harus dihadapi adalah masuknya ideologi transnasional. Sebuah prinsip yang enggan mengkui budaya lokal dan cenderung meniadakan sekat-sekat kebangsaan. Oleh ideologi ini, berbagai kelompok manusia hendak dijadikan satu. Dalam semua hal. Satu budayanya, satu agamanya dan satu negaranya.

Padahal, hal tersebut jelas-jelas sangat bertentangan dengan sunnah keberadaan manusia. Yang oleh Allah SWT memang di ciptakan secara berbeda. Karena itu, tak salah ungkapan berbahasa arab KH. Mustofa Bisri saat Resepsi 1 Abad NU di Sidoarjo hari ini. Yang di terjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Ning Yenny Wahid. Inti maksud yang disampaikan beliau berdua, untuk menghadapi perkembangan dunia, dibutuhkan lahirnya bentuk fiqih baru.

Di bidang politik, pilihan NU mengambil sikap khittah sudah sangat tepat. Agar NU tak terperangkap oleh satu kepentingan pragmatis yang semata bertujuan mencari kekuasaan. Khittah membuat NU punya kiprah lebih luas. Namun sekaligus tetap bisa memainkan peran dalam hal memperjuangkan dan meneguhkan tujuan utama politik NU. Yaitu kebangsaan.

Dibidang pendidikan, eksistensi pondok pesantren wajib untuk tetap di lestarikan. Sambil terus melakukan inovasi dan penyesuaian kurikulum pendidikan formal. Mengapa dilestarikan, sebab disinilah akar NU punya pondasi kuat. Tanpa pesantren, NU ibarat tak memiliki pijakan. Maka benar ungkapan Almarhum KH Hasyim Muzadi mantan Ketua Umum PBNU. Bahwa pondok pesantren adalah NU kecil. Sementara NU adalah pesantren besar.

Alasan lain mengapa harus tetap dipertahankan, pada masa kini pondok pesantren sudah mampu melahirkan beberapa tokoh  besar. Baik yang punya kiprah di negeri sendiri. Maupun yang ada peran di luar negeri. Pondok Pesantren telah terbukti sebagai lembaga pendidikan unggul. Yang karena memiliki prinsip sama dengan NU, keberadaannya tak kan lekang oleh panas dan tak kan lapuk oleh hujan.

Agar bisa berkembang meluas secara internasional, saya kira NU perlu mengoptimalkan Pengurus Cabang Internasional atau PCI. Berdasar data hingga Januari 2022, saat ini sudah ada 34 PCI yang tersebar di berbagai negara. Dirasa sangat perlu bagi NU untuk menambah pembentukan PCI-PCI baru. Agar prinsip-prinsip NU makin dikenal. Dan kalau bisa turut di praktekkan oleh dunia luar. Demi terciptanya perdamaian dunia.. Amiinnn..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun