Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Refleksi Politik Satu Abad NU: PPP atau PKB?

6 Februari 2023   08:01 Diperbarui: 6 Februari 2023   08:08 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lambang NU, Sumber Foto alhikmahdua.net

Hari Selasa besok, tanggal 7 Pebruari 2023 tepat peringatan 1 abad lahirnya Nahdlatul Ulama atau NU. Di Indonesia, organisasi islam terbesar ini punya sejarah panjang. Bukan hanya dibidang pendidikan tradisional dan akulturasi budaya lokal dengan ajaran agama. Yang lebih menarik justru perjalanannya di bidang politik praktis.

Lebih-lebih pasca keputusan khittoh pada Muktamar NU di Situbondo Jawa Timur tahun 1984 silam. Praktis NU melepas baju politik. Para pengurus yang sebelumnya rangkap jabatan, harus memilih salah satu. Cuma ketika ada perhelatan pemilu, suara warga NU jadi rebutan partai politik. Ya wajar sich. Karena secara kuantitas punya jumlah anggota puluhan juta.

Masa Orde Baru dulu, partai politik adanya cuma tiga. Yaitu Golkar, PPP dan PDI. Yang sangat intens rebutan suara NU ketika itu adalah PPP dan Golkar. PDI sebenarnya ada usaha juga. Tapi kalah semangat dibanding kedua rivalnya tersebut. Sekarang di masa reformasi, dimana jumlah partai politik mencapai belasan jumlahnya, hampir semuanya ingin suara dari NU.

Terutama partai yang punya sejarah perjalanan bersama NU. Siapa lagi kalau bukan PPP dan PKB. Diketahui, dua partai politik ini, baik langsung maupun tidak, ada kaitan dengan NU. Khususnya dari segi proses pendirian. Maka tak heran, kedua partai sering mengklaim sebagai partai yang paling dekat dengan NU. Bahkan rebutan disebut anak.

Sebenarnya, awal berdirinya NU ditujukan untuk melengkapi syarat ingin menghadapnya para ulama Indonesia kepada Raja Saudi Ibnu Saud pada tahun 1926. Yang harus di naungi oleh organisasi formal. Ingin menghadap untuk kepentingan menyelamatkan makam Nabi Muhammad yang akan di gusur oleh pemerintah Saudi. Alhamdulilah, misi para ulama sukses.

Naahh, sehabis menjalankan tugas mulia menyelamatkan makam Nabi itulah misi-misi lain terus dilakukan oleh para ulama yang di pimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari. Seorang pahlawan nasional yang kemudian di tetapkan sebagai pendiri NU. Yang tak kalah utama adalah misi dalam rangka mempertahankan kemerdekaan dari cengkaraman para penjajah.

Dari situlah awal mula NU terjun secara langsung ke dunia politik. Yakni angkat senjata melawan pemerintah kolonial Belanda yang ingin kembali menduduki tanah Nusantara. Guna membakar semangat warga NU, para ulama menyusun teks Resolusi Jihad. Yang inti seruannya adalah, agar tiap-tiap daerah mempertahankan dan menegakkan agama serta kedaulatan negara Republik Indonesia.

Pasca merdeka penuh, NU terjun secara praktis ke dunia politik. Sebagai partisipan yang ikut bertarung rebutan vox pop. Menggunakan nama Partai NU. Pada pemilu tahun 1955 jaman Orde Lama masa pemerintahan Presiden Soekarno, Partai NU masuk empat besar. Sedangkan di pemilu 1971 jaman Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, Partai NU naik peringkat ke tiga besar.

Masalahnya kemudian, Soeharto mengambil kebijakan represif terhadap eksistensi partai politik. Soeharto menelorkan regulasi, partai yang boleh eksis hanya ada tiga. Karena itu, partai-partai yang ketika itu sangat banyak sekali, harus bergabung menjadi satu sesuai ideologi masing-masing. NU akhirnya membentuk fusi yang diberi nama Partai Persatuan Pembangunan atau PPP. Melebur jadi satu bersama PSII, Perti dan Parmusi. Deklarasi PPP dilakukan pada bulan Januari 1973.

Pada beberapa perode berikutnya, terjadi tsunami politik di Indonesia. Di tahun 1998, Soeharto yang sangat-sangat kuat dan di prediksi akan jadi presiden se umur hidup, harus lengser sebelum waktu akhir masa jabatan habis. Soeharto lengser bukan karena proses formal di Lembaga tertinggi yang bernama MPR RI. Melainkan oleh tekanan massa. Lalu lahirlah Orde Reformasi.

Seiring lengsernya Soeharto, kebijakan tentang tiga partai akhirnya menjadi floating kembali. Dimana-mana gencar diskusi dan masukan dari berbagai pihak. Agar regulasi tentang tiga parpol di rubah. Demikian juga di lingkungan NU. Banyak pendapat masuk ke PBNU, agar secara kelembagaan NU menampung aspirasi warga Nahdliyin yang ingin wadah partai politik baru di luar Golkar, PPP dan PDI.

Gayung bersambut. Kran pendirian partai politik baru dibuka kembali oleh pemerintahan Presiden BJ Habibie sebagai pengganti Soeharto. PBNU, sesuai aspirasi dari bawah, merespon cepat. PBNU membentuk yang namanya Tim Lima. Anggotanya terdiri dari ulama NU. Para beliau adalah KH. Makruf Amin, KH M Dawam Anwar, Dr. KH. Said Aqil Siroj, HM Rozy Munir, dan Ahmad Bagja.

Untuk memperlancar tugas pendirian partai politik, PBNU juga membentuk Tim Asistensi. Terdiri dari Ketua Arifin Djunaedi dan dibantu oleh para anggota seperti H Muhyidin Arubusman, HM Fachri Thaha Makruf, Drs. H Abdul Aziz, Drs. H Andi Muarli Sunrawa, HM Nasihin Hasan, H Lukman Saifuddin, Drs. Amin Said Husni dan Muhaimin Iskandar.

Kerja keras Tim Lima dan Tim Asistensi yang juga di kenal dengan sebutan Tim Sembilan, membuahkan hasil. Tepat pada tanggal 29 Robiul Awal 1419 Hijriyah, atau 23 Juli 1998 Masehi, PKB di deklarasikan di Jakarta. Salah satu isi deklarasi adalah : Kami warga jam’iyah NU dengan ini menyatakan berdirinya parpol yang diberi nama Partai Kebangkitan Bangsa.

Apa yang bisa kita petik dari proses di atas..? Bahwa dalam rangka menjalankan cita-cita yang bersifat tawassuth, tawazun, iktidal dan tasamuh, meskipun dalam konteks khittoh, perjalanan NU yang sekarang sudah berusia satu abad, tak mungkin bisa di lepaskan dari peran-peran politik. Meskipun tentunya tak bisa diartikan sebagai politik praktis sebagaimana pemilu sebelum tahun 1984 dulu. Ketika NU masih menjadi atau merupakan salah satu bagian dari partai.

Sekarang ini, misi politik NU adalah kebangsaan. Yang penyaluran atau wadahnya memerlukan eksistensi sebuah partai politik. Bicara partai, pada pemilu 2024 mendatang KPU telah memutuskan ada 17 kontestan yang akan berlaga secara nasional. Warga NU dipersilahkan hendak menggunakan saluran atau wadah yang mana. Termasuk didalamnya ada PPP dan PKB.

Saya tak berhak menilai, mana diantara PPP dan PKB yang paling NU. Cuma kalau melihat sejarah, memang ada perbedaan proses diantara keduanya. Dulu, NU masuk ke PPP karena aturan fusi dari presiden Soeharto. Sedangkan proses kelahiran PKB semata menampung desakan warga NU.

Dengan kata lain, NU masuk ke PPP karena ada tekanan politik. Mau tak mau harus begitu. Jika tidak, bakal kehilangan power dan akses politik. Sementara lahirnya PKB, karena ada aspirasi warga Nahdliyin. Bukan oleh sebab ditekan. Pertanyaannya sekarang, apakah kalau tidak ada aturan fusi NU akan masuk ke PPP..?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun