Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mana Diantara KIR, KP, KIB dan PDIP yang Punya Masalah Serius?

21 Januari 2023   08:09 Diperbarui: 21 Januari 2023   08:13 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parpol Peserta Pileg 2019, Sumber Foto Deik.com

Pendaftaran capres cawapres direncanakan pada 19 Oktober s/d 25 November 2023. Partai yang hendak mengusung kandidat ikut rebutan vox pop, baik lewat koalisi atau berangkat sendiri, hendaknya sudah harus menyelesaikan masalah internal sebelum tanggal itu. Kalau tidak, bisa ketinggalan “kereta”. Menilik persoalan yang muncul, manakah diantaranya yang punya problem serius..?

Gerindra dan PKB punya rencana matang berangkat bersama. Pertemanan keduanya terkenal dengan sebutan Koalisi Indonesia Raya atau KIR. Ibarat orkestra, makin kesini kedua partai terlihat sudah menemukan ritme. Perjalanan keduanya tambah padu. Kabar terkini, KIR sudah sampai pada tahap akan mendirikan Sekretariat Bersama atau Sekber.

Disarikan dari Kompas.com 19/01/2023, kata Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Sekber yang juga merupakan posko bersama tim sukses khusus pilpres Gerindra PKB, rencananya akan disahkan pada Senin, tanggal 23 Januari 2023. Habis peresmian posko, masih kata Muhaimin, akan dilanjutkan safari politik menemui partai-partai lain untuk diajak bergabung ke KIR.

Namun sebelum safari, Muhaimin dan Ketua Umum Prabowo Subianto tentu harus menyelesaikan pekerjaan rumah. Yaitu memutuskan komposisi capres cawapres. Hasil itulah nanti yang akan dibawa kehadapan partai-partai. Agar mau gabung ke KIR. Entah apa yang akan ditawarkan sebagai penarik. Tapi tak kan lepas dari pembagian kekuasaaan.

Jika paket dari KIR diterima, jelas bisa menambah kekuatan dan potensial menambah suara. Parpol yang kemungkinan besar mau masuk, adalah yang merasa kecewa karena kepentingannya tak terakomodir. Pastinya, salah satu, salah dua atau salah tiga dari beberapa parpol yang selama ini sudah tergabung di koalisi selain KIR.

Lanjut ke Nasdem, Demokrat dan PKS. Gabungan ketiga partai ini akan diberi nama Koalisi Perubahan/KP.  Awalnya, Nasdem sudah memulai ambil “keuntungan” lebih dulu. Dengan cara mendapuk Anies Baswedan sebagai capres. Meski Demokrat dan PKS nampak tak keberatan, namun bukan berarti perjalanan berikutnya jadi mulus tanpa hambatan.

Ya namanya juga dunia politik. Harus ada pembagian “kue”. Agar jika menang, bisa sama-sama menikmati manisnya berkuasa di pemerintahan. Jadi wajar kalau kemudian Demokrat dan PKS minta jatah cawapres. Dan disinilah masalah krusial di Koalisi Perubahan. Nasdem tak kunjung merespon permintaan itu. Apakah sikap tersebut memang disengaja karena juga ingin ambil jatah cawapres..?

Pada 20 Januari 2023 kemarin, di salah satu media Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan, dalam hal pendamping Anies Baswedan Demokrat kukuh menyodorkan Mas AHY dan PKS tetap pada Kang Aher. Tapi Nasdem juga menyebut nama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indarparawansa atau yang lain. Lha ini gimana. Sudah dapat capres, Nasdem masih juga ikut-ikutan usul cawapres..Heheheeee

Kalau benar Nasdem juga masih ingin cawapres, ya kebangetan. Saya kira merupakan sikap sangat berlebihan. Mestinya Nasdem bersikap teposeliro. Mempersilahkan Demokrat dan PKS ambil jatah cawapres. Tapi semoga saja tidak demikian. Agar kandidat yang bertarung di pilpres lebih dari dua. Sehingga rakyat makin banyak pilihan.

Sekarang di Koalisi Indonesia Bersatu atau KIB. Pertemanan yang terdiri dari Golkar, PPP dan PAN ini sebaiknya masuk rekor MURI. Mengapa, karena kandidat yang di nominasikan tergolong sangat banyak. Hampir semua figur yang muncul ke permukaan, baik punya hasil survei menggunung maupun yang cuma secuil, masuk radar KIB.

Kabar terakhir, salah satu penggagas KIB yaitu Golkar ketambahan anggota baru. Dia adalah Gubernut Jawa Barat Ridwan Kamil atau Kang Emil. Harus di ingat, Kang Emil juga masuk nominasi. Hasil surveinya cukup bagus. Bahkan, saat di formulasikan dengan Ganjar Pranowo, punya potensi untuk menang.

Apakah keputusan Kang Emil tersebut merupakan sinyal yang bersangkutan akan di usung oleh KIB sebagai kandidat..? Pada salah satu kesempatan, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago punya pendapat. Bahwa masuknya Kang Emil ke Golkar juga merupakan alternatif capres atau cawapres jika Airlangga Hartarto tidak jadi maju.

Tapi dalam pandangan saya, prosesnya bisa jadi alot. Karena harus mendapat persetujuan dari PPP dan PAN. Terkecuali yang jadi pertimbangan adalah demi kebesaran bersama. Sekedar info, selain lawan Ganjar, Prabowo dan Anies, hasil survei Kang Emil relatif lebih baik di banding beberapa nama yang di nominasikan oleh KIB.

Terakhir kita tengok PDIP. Tak perlu diceritakan lagi bagaimana pusingnya Megawati memilih nama kandidat. Megawati punya tekanan mental, antara mendahulukan kepentingan partai pilih Ganjar Pranowo. Atau mengedepankan gengsi keluarga, memaksakan nama Puan Maharani atau diri sendiri..? Cuma kemarin ada kabar, bahwa relawan Arus Bawah Jokowi atau ABJ ingin Ganjar yang maju jadi capres PDIP.

Disarikan dari DetikNews 20/01/2023, Michael Umbas sebagai Ketua Umum menyatakan ABJ mendukung Ganjar Pranowo sebagai figur yang paling tepat untuk dijadikan kandidat capres. Guna meneruskan legasi yang telah telah di rintis oleh Presiden Jokowi. Hanya saja patut disayangkan. Usulan tersebut disampaikan kehadapan pihak yang kurang tepat.

Ya benar. Umbas mengatakannya kepada Jokowi. Saat mengantarkan beliau ke Bandara Sam Ratulangi Manado ketika hendak balik ke Jakarta. Jika kepentingannya adalah mendaftar capres, dan ini sebenarnya pintu masuknya, Umbas harusnya mengusulkan langsung kepada Megawati. Sebab Ibu inilah yang punya otoritas. Bukan Pak Jokowi. Meski yang bersangkutran adalah presiden.

Dalam konteks pilpres, KIR, KP, KIB dan PDIP punya masalah masing-masing. Kadarnyapun beda-beda. Meski muaranya tetap pada pemilihan figur. Melihat itu, menurut pembaca sekalian, mana diantaranya yang nanti bisa menghadapi masalah serius..? Dalam arti, partai yang masuk koalisi akan bubar karena tak ada kesepakatan tentang kandidat..? Sementara yang berangkat sendiri, bisa kalah karena keputusan yang diambil tergolong sesat...?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun