Sebagai Capres Partai Nasdem, Anies Baswedan “blusukan” kemana-mana. Mungkin dirasa janggal, Bawaslu melakukan kritik. Disarikan dari berbagai sumber, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyampaikan, agar Anies tak melakukan kegiatan politik praktis. Termasuk diantaranya sosialisasi di tempat ibadah. Alasan Bawaslu, kampanye baru akan dimulai pada 24 November 2023.
Mendapat kritik, pendukung Anies tak terima. Adalah Wakil Sekretaris Jenderal Nasdem, Hermawi Taslim yang melakukan pembelaan. Dalam pandangan Taslim, apa yang dilakukan Anies masih dalam kerangka aturan kepemiluan. Artinya, tak ada satupun regulasi yang dilanggar. Dia juga menilai, kegiatan Anies Baswedan hanya sekedar menjalin silaturahmi dengan rakyat.
Padahal, lanjut Taslim, Bawaslu sendiri yang kasih ketegasan bahwa Anies tidak melakukan pelanggaran. Mengapa masih dikritik. Bagi saya, sudah benar itu sanggahan Taslim. Karena hingga saat ini memang belum ada satupun aturan yang mengikat terhadap aktifitas seorang bakal calon presiden macam Anies Baswedan. Termasuk juga soal sosialisasi di tempat ibadah.
Coba kita simak regulasi berikut ini. Dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas UU. Nomor 07 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, yang baru saja di teken oleh Presiden Jokowi pada tanggal 13 Desember 2022, tercantum dengan jelas soal waktu yang disebut sebagai kampanye. Baik dilakukan oleh calon anggota legislatif atau caleg, maupun Pasangan capres cawapres.
Bahwa kampanye caleg dilakukan sejak 25 hari pasca penetapan daftar calon tetap. Sementara untuk capres-cawapres, sejak 15 hari setelah penetapan pasangan calon. Sebelum waktu 25 dan 15 hari, ya bukan kampanye dalam arti sebagaimana dimaksud oleh Perppu. Lalu apa namanya..? Tergantung pihak yang melakukan. Bisa disebut sosialisasi, pengenalan, silaturahmi, anjangsana, temu kader dan sebagainya.
Diketahui, saat ini Anies Baswedan belum secara resmi ditetapkan sebagai capres. Wong cawapresnya saja masih tidak jelas siapa orangnya. Artinya, eksistensi Anies baru sebatas diusulkan oleh Nasdem tanpa pendamping. Dengan demikian, apapun aktifitas Anies, senyampang tidak ada legalitas formal dari KPU sebagai pasangan calon, ya tak terikat oleh Perppu Nomor 1 Tahun 2022.
Anda tahu, posisi Anies sebenarnya adalah orang biasa. Sama seperti kita-kita. Bedanya cuma dihadapan partai Nasdem. Kalau Anies di capres kan. Maka kita adalah pemilik vox pop. Yang lewat sosialisasi, pengenalan, silaturahmi, temu kader dan anjang sana, diharapkan dapat memberikan suara kepada Anies. Intinya, kita merupakan obyek penentu menang kalahnya kandidat yang di usung oleh Partai Nasdem.
Dalam konteks tersebut, apa yang dilakukan Anies Baswedan, yakni muter-muter ke seantero Nusantara, hakikatnya tak beda jauh dibanding aktifitas Jokowi. Yang kapan hari terpantau menyebut “calonnya ada disini”, saat acara Rakernas V Projo di Jawa Tengah 21 Mei 2022. Sebutan itu menggiring opini orang ketika itu langsung tertuju pada sosok Ganjar Pranowo. Yang, entah kebetulan atau disengaja, memang hadir di Rakernas.
Sama juga dengan kegiatan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Meski kedua tokoh calon lawan Anies Baswedan ini tak secara verbal atau terang-terangan melakukan penggiringan opini lewat pertanyaan “Siapa Presidennya..?”, tapi beberapa aktivitas yang dilakukan tetap saja menyibak munculnya persepsi pengenalan sebagai capres.
Memang benar, baik kegiatan Prabowo maupun Ganjar yang di ekspose lewat berbagai media, ada dalam koridor sedang menjalankan tugas sebagai pejabat. Satunya Menteri Pertahanan. Satunya lagi Gubernur Jawa Tengah. Namun tanggapan publik yang terarah pada suksesi pilpres 2024 tak dapat dibendung.
Beda mereka dengan Anies terletak pada pilihan strategi. Saya amati, Prabowo dan Ganjar pilih memanfaatkan posisi. Dan aktifitas keduanya sebagai Menteri dan Gubernur, memang efektif dijadikan media sosialisasi. Pak Jokowi yang oleh sebagian tokoh politik ditengarai sering mengendorse capres, lebih suka menggunakan simbol. Kriteria fisik “Rambut Putih” dan “Wajah Penuh Kerutan” yang kapan hari sempat viral, ada dalam konteks simbol ini.
Sementara itu, pilihan Anies lebih terbuka alias terang-terangan. Langsung To The Point kepada pokok masalah. Tanpa tedeng aling-aling, ketika pidato didepan massa Partai Nasdem frontal kasih pertanyaan “Siapa Presidennya”. Yang tentu saja pasti dijawab “Anies Baswedan”. Menurut saya ini wajar. Karena tak ada media lain yang dianggap efektif untuk digunakan. Sebagaimana melekat pada Prabowo dan Ganjar.
Salahkah yang dilakukan Anies Baswedan..? Secara formal jelas tidak. Selain karena tak melanggar regulasi seperti telah diurai dimuka, merupakan hal yang wajar bagi seorang kandidat untuk hadir pada sebuah acara, lalu melakukan perkenalan. Lha bagaimana orang bisa tahu tentang keputusan Partai Nasdem, jika tak dilakukan “woro-woro” ke tengah masyarakat..?
Cuma kalau dilihat dari sudut pandang etika, kegiatan Anies memang keliru. Seorang Komisioner Bawaslu Puadi kasih penilaian. Safari politik Anies Baswedan tergolong kegiatan yang kurang etis. Karena terkesan melakukan kampanye secara terselubung dan mencuri start sebagai calon presiden pada pilpres 2024 mendatang. Saya pribadi setuju tinjauan ini.
Hanya saja, kalau apa yang terjadi pada Anies memang diklaim sebatas hanya pelanggaran etika, seharusnya Bawaslu tak menyampaikan kritik terbuka atau bahkan melarang terhadap “blusukan” Anies. Mengapa, karena tindakan itu malah menunjukkan ketidakmampuan Bawaslu dalam memikirkan prediksi atas berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi di tahun politik.
Tak dipungkiri, menyimak berbagai pengalaman pada pemilu sebelumnya, Bawaslu mestinya sudah punya gambaran tentang kejadian mirip aktifitas Anies. Sehingga dapat segera diterbitkan aturan tambahan. Yang berisi nomenklatur bersifat antisipatif terhadap segala macam fenomena sebagaimana ditimpakan pada Anies. Maksudnya, agar tak terjadi lagi pada pemilu kali ini dan juga tentunya dimasa mendatang.
Saya dengar, Rahmat Bagja pernah menyebut akan dibuat regulasi masalah aktivitas sosialisasi politik diluar tahapan yang sudah ditentukan. Mungkin ini yang saya maksud Bawaslu perlu menerbitkan aturan tambahan sebagaimana di atas tadi. Kalau memang benar, itu sangat bagus. Mestinya sudah disusun dari dulu. Jauh sebelum Anies Baswedan di capreskan oleh Nasdem. Kalau masih baru direncanakan, ya terlambat Mas Brow.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI