Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anies

20 Desember 2022   09:52 Diperbarui: 27 Desember 2022   17:48 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan Saat Menyapa Pendukung di Aceh, Sumber Foto Kompas.com

Beda mereka dengan Anies terletak pada pilihan strategi. Saya amati, Prabowo dan Ganjar pilih memanfaatkan posisi. Dan aktifitas keduanya sebagai Menteri dan Gubernur, memang efektif dijadikan media sosialisasi. Pak Jokowi yang oleh sebagian tokoh politik ditengarai sering mengendorse capres, lebih suka menggunakan simbol. Kriteria fisik “Rambut Putih” dan “Wajah Penuh Kerutan” yang kapan hari sempat viral, ada dalam konteks simbol ini.

Sementara itu, pilihan Anies lebih terbuka alias terang-terangan. Langsung To The Point kepada pokok masalah. Tanpa tedeng aling-aling, ketika pidato didepan massa Partai Nasdem frontal kasih pertanyaan “Siapa Presidennya”. Yang tentu saja pasti dijawab “Anies Baswedan”. Menurut saya ini wajar. Karena tak ada media lain yang dianggap efektif untuk digunakan. Sebagaimana melekat pada Prabowo dan Ganjar.

Salahkah yang dilakukan Anies Baswedan..? Secara formal jelas tidak. Selain karena tak melanggar regulasi seperti telah diurai dimuka, merupakan hal yang wajar bagi seorang kandidat untuk hadir pada sebuah acara, lalu melakukan perkenalan. Lha bagaimana orang bisa tahu tentang keputusan Partai Nasdem, jika tak dilakukan “woro-woro” ke tengah masyarakat..?

Cuma kalau dilihat dari sudut pandang etika, kegiatan Anies memang keliru. Seorang Komisioner Bawaslu Puadi kasih penilaian. Safari politik Anies Baswedan tergolong kegiatan yang kurang etis. Karena terkesan melakukan kampanye secara terselubung  dan mencuri start sebagai calon presiden pada pilpres 2024 mendatang. Saya pribadi setuju tinjauan ini.

Hanya saja, kalau apa yang terjadi pada Anies memang diklaim sebatas hanya pelanggaran etika, seharusnya Bawaslu tak menyampaikan kritik terbuka atau bahkan melarang terhadap “blusukan” Anies. Mengapa, karena tindakan itu malah menunjukkan ketidakmampuan Bawaslu dalam memikirkan prediksi atas berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi di tahun politik.

Tak dipungkiri, menyimak berbagai pengalaman pada pemilu sebelumnya, Bawaslu mestinya sudah punya gambaran tentang kejadian mirip aktifitas Anies. Sehingga dapat segera diterbitkan aturan tambahan. Yang berisi nomenklatur bersifat antisipatif terhadap segala macam fenomena sebagaimana ditimpakan pada Anies. Maksudnya, agar tak terjadi lagi pada pemilu kali ini dan juga tentunya dimasa mendatang.

Saya dengar, Rahmat Bagja pernah menyebut akan dibuat regulasi masalah aktivitas sosialisasi politik diluar tahapan yang sudah ditentukan. Mungkin ini yang saya maksud Bawaslu perlu menerbitkan aturan tambahan sebagaimana di atas tadi. Kalau memang benar, itu sangat bagus. Mestinya sudah disusun dari dulu. Jauh sebelum Anies Baswedan di capreskan oleh Nasdem. Kalau masih baru direncanakan, ya terlambat Mas Brow.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun