Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jika Tak Mampu Atasi Tiga PR, Anies Bisa Gagal

6 Desember 2022   07:12 Diperbarui: 27 Desember 2022   17:32 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capres Nasdem Anies Baswedan Terpantau Turun Dari Jet Pribadi, Sumber Foto Solopos.com

Pasca di capreskan oleh Partai Nasdem, makin hari Anies Baswedan tambah rajin menyambangi berbagai daerah. Saya baca ikuti beberapa berita, rencananya akan dituntaskan dari Sabang sampai Merauke. Meski sempat terhalang soal ijin, namun tak menyurutkan langkah untuk terus jalan. Anies dan Tim tetap melaju kedepan sesuai program.

Bahkan kapan hari terpantau hingga menggunakan jet pribadi. Dimana sebelumnya pernah diberitakan naik pesawat komersil kelas ekonomi. Entah mengapa beralih jenis tumpangan. Yang kalau tidak salah, harga sewa si jet bisa sampai ratusan juta perjam. Woow, fantastis. Kalau sehari-semalam penuh, sudah berapa itu cuan yang harus dikeluarkan. Darimana uangnya, tak paham saya. Hanya Anies Baswedan dan Tuhan yang tahu.

Cuma, meski Anies sudah berupaya demikian rupa, untuk bisa leading jadi pengganti Pak Jokowi kelak, masih terhalang beberapa kendala. Ya benar, Mantan Gubernur DKI ini punya PR. Yang butuh penyelesaian sebelum hari coblosan tiba. Jika dibiarkan tak diurus, jangankan hingga masuk arena rebutan vox pop. Jadi capres yang di putuskan oleh KPU saja, bisa gagal.

Ada tiga PR Anies Baswedan. Ketiganya terbagi dalam dua kelompok penyelesaian. Dua PR wajib dituntaskan sebelum daftar sebagai capres ke KPU. Karena ada hubungan dengan kecukupan syarat mendapat tiket. Yang satu PR lagi, perlu diatasi nanti pada masa kampanye. Sebab terkait faktor ketertarikan rakyat untuk pilih Anies.

Apa saja PR Anies..? Pertama, segera selesaikan itu proposal yang diajukan oleh Partai Demokrat dan PKS. Jangan dibiarkan terlalu lama menggantung. Ingat, penantian adalah pekerjaan yang paling membosankan. Jangan sampai kedua partai calon koalisi Nasdem tersebut masuk pada titik hilang kesabaran. Dampaknya fatal sekali. Anies bisa mandeg hanya sebatas bakal capres. Habis itu, cuma jadi penonton.

Terlebih, makin dekat pilpres godaan tambah besar. Sebelumnya, Demokrat di “rayu-rayu” oleh Golkar agar pindah haluan. Dengan cara kasih sinyal ada partai warna biru yang hendak gabung ke Koalisi Indonesia Bersatu. PKS juga tak luput mendapat bujukan. Tak lain Fadli Zon yang melakukan itu. Agar PKS nostalgia gabung kembali bareng Gerindra.

Selain itu, secara internal baik Demokrat maupun PKS adalah partai mandiri. Meski dalam konteks pengajuan capres butuh kawan karena suara tak cukup, bukan berarti se enaknya di kooptasi demikian rupa oleh partai lain tanpa ada kesepakatan. Tidak. Bukan begitu prosesnya Masbrow. Demokrat PKS harus di ajak sepakat. Agar kemandirian mereka bisa di akomodir masuk menuruti kemauan Nasdem.

Tanpa proses kesepakatan, mustahil Nasdem bisa membawa Anies sampai pada tahap tarung “adu banteng” lawan Prabowo Subianto atau Ganjar Pranowo misalnya. Sampai detik ini, Demokrat PKS masih bebas. Makanya tak salah, jika salah satu petinggi Demokrat Andi Arif kapan hari pernah kasih peringatan. Agar Nasdem tak main-main terhadap mereka. Ketika muncul wacana pasangan Anies-Gibran.

PR yang kedua. Evaluasi ulang pernyataan Anies yang selalu membawa-bawa nama partai Nasdem. Diketahui, hampir tiap kali pidato, kerapkali Anies memunculkan pertanyaan yang membuat tak nyaman Demokrat PKS. Dan ini terjadi secara massif. Bukan hanya sekedar ungkapan rasa terima kasih karena Nasdem telah putuskan Anies jadi capres.

Anda tahu, pertanyaan yang sering dilontarkan Anies kepada para pendukungnya adalah : “Siapa Presidennya..?”. Yang kemudian dijawab “Anies”. Lalu dilanjutkan pertanyaan berikut, “Apa partainya..?”. Dijawab “Nasdem”. Saya paham. Mungkin maksudnya agar lebih menarik dan timbulkan rasa simpati. Cuma, ya tidak juga harus begitu caranya. Anies perlu cari cara lain.

Mengapa, karena eksistensi Anies sebagai capres tak melulu ditentukan oleh partai Nasdem. Bagaimanapun juga, tetap membutuhkan kehadiran Demokrat PKS. Pertanyaan menggiring seperti diatas, bagaimanapun juga membuat Demokrat dan PKS cemburu. Dipikiran keduanya bisa muncul persepsi dipinggirkan. Menjadi “anak” kedua dan ketiga yang mau tak mau mengalah pada Nasdem.

Dimana-mana, yang namanya pertemanan politik, ya harus membawa untung bersama. Walau dalam pelaksanaanya perlu disesuaikan dengan kondisi. Jika hanya salah satu, ya bukan koalisi namanya. Tapi hendak menang sendiri. Andai saya digitukan, ya ogahlah. Masak cuma jadi sapi perah. Andaipun sama-sama tak dapat cawapres, mending cari teman lain. Entah kalau Demokrat PKS mau diplokoto seperti itu. Ya silahkan.

Sekarang PR Anies yang ketiga. Yaitu politik identitas. Kalau yang ini, merupakan masalah yang perlu diselesaikan ketika masuk tahap kampanye. Tak dapat dipungkiri, soal yang ketiga tergolong lebel yang hingga kini tetap melekat pada diri Anies. Seakan-akan sudah merupakan trademark. Bagai ciri-ciri tubuh yang relatif sulit dihilangkan.

Sebab musababnya, apalagi kalau bukan pilkada DKI Jakarta tahun 2017 silam. Kok masih tetap melekat..? Bukankah saat Anies menjabat sebagai Gubernur kelihatan sangat toleran sekali..? Buktinya, ketika Natalan di bulan Desember, Anies hadir ke gereja. Juga, tak nampak ada kebijakan yang mendiskriminasi kelompok agama tertentu.

Tak dipungkiri memang demikian. Cuma tingkat kepercayaan publik terhadap Anies khusus soal politik identitas sudah kadung luntur. Mengapa, karena ketika di pilkada itu Anies seakan-akan melakukan pembiaran. Bahkan terkesan menikmati. Mungkin karena secara elektoral amat menguntungkan. Jadinya lalu mengkristal. Amat sulit mengembalikan citra Anies ke posisi semula. Kecuali ada upaya sangat kuat.

Mendesain turun kesemua lapisan masyarakat, hingga ada rencana Perayaan Natal Nasional di Papua merupakan salah satu strategi Tim Pemenangan untuk menghapus lebel Bapak Politik Identitas pada diri Anies. Berhasilkah cara ini..? Wallahu’aklam bisshowab. Yang jelas, kalau strategi macam begituan dianggap hanya sebagai upaya menarik suara, bukan murni dari lubuk hati paling dalam, jadinya bisa percuma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun