Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perang Hasil Survei Menuju Pileg dan Pilpres 2024

30 November 2022   07:51 Diperbarui: 30 November 2022   07:56 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda tahu, sebelum pemilik suara tentukan keputusan, pastilah melalui proses. Secara kualitas, proses dimaksud bertumpu pada setidaknya tiga hal. Kualitas paling rendah adalah menjatuhkan pilihan karena faktor perasaan. Ya benar. Saat hendak coblos kertas suara, yang jadi pertimbangan adalah like dislike. Senang atau benci. Tanpa perlu melihat kemampuan atau penunjang lain.

Kualitas menengah atau agak bagus adalah faktor mendengar. Pemilik suara yang masuk kategori ini, punya tahap sedikit lebih baik dibanding yang lewat perasaan. Mengapa, karena prosesnya masih menggunakan unsur logika. Meski kurang maksimal. Sebelum menjatuhkan pilihan, terlebih dahulu berupaya cari info keberbagai sumber. Begitu dapat serta dirasa cocok, barulah ambil keputusan.

Yang paling bagus dan punya kualitas ciamik adalah yang melalui proses maksimal. Disamping ada upaya mendengar dari berbagai sumber, juga diimbangi upaya untuk melihat fakta secara langsung. Pemilik suara model begini, biasanya tak cukup percaya kalau cuma sekedar dapat info. Untuk sampai pada tingkat meyakinkan, wajib melihat dengan mata kepala sendiri. Baru kemudian ambil keputusan.

Demi meyakinkan pemilih, para politisi atau kandidat seringkali menggunakan berbagai cara. Ya termasuk pakai lembaga survei tadi. Maka kita sebagai salah satu diantara jutaan konstituen, hendaklah bersikap jeli ketika menjumpai info atau fakta positif tentang seorang kadidat atau partai politik. Sebab bisa jadi, itu adalah salah satu isu yang memang sengaja disebar untuk kasih pengaruh.

Terlebih, yang namanya propaganda dan juga rekayasa sudah merupakan makanan sehari-hari didunia politik. Mengirim serangkaian pesan agar kita lebih “sayang”, bahkan dijadikan program khusus. Pakai dana besar juga. Soal benar atau salah, itu urusan nomor sekian. Gampang lagi. Cukup lakukan rekayasa. Yang benar dibuat salah. Dan yang salah buat jadi benar. Beres dah.

Anda tahu pencitraan..? Ya itulah yang saya maksud. Apapun, entah kegiatan pribadi lebih-lebih yang punya nuansa sosial, perlu di ekspose ke publik. Tak perlu lihat materi. Entah sejalan dengan bukti yang telah dilakukan atau malah sabaliknya, masa bodoh. Yang penting muncul dulu. Baru kemudian lihat tanggapan. Jika positif, teruskan. Kalau negatif, format ulang sesuai kebutuhan. Begitu seterusnya. Sampai kita sebagai pemilik suara sukses dibuat bodoh jadi pendukung setia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun