Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Duh, Nasibmu Partai Nasdem

19 November 2022   13:53 Diperbarui: 19 November 2022   14:02 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capres Nasdem Anies Baswedan Dan Ketum Surya Paloh, Sumber Foto Liputan6.com

Sejak awal deklarasi capres Anies Baswedan oleh Nasdem, pandangan saya beda dengan sebagian orang. Kalau mereka eforia, senang penuh harap karena pada akhirnya ada partai yang tertarik pada Anies, saya malah sebaliknya. Ambil pendapat berseberangan. Dan kayaknya, tak banyak yang sejalan dengan pendapat saya.

Terus terang, sikap saya memang agak pesimis. Makanya, ketika Sang Ketum Surya Paloh dengan bangganya umumkan keputusan soal capres Anies, saya tanggapi lewat artikel berjudul "Anies Capres Nasdem, Jangan Gembira Dulu". Hal ini bukan karena tak senang terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Namun dilatar belakangi faktor kondisi partai Nasdem yang memang belum sempurna.


Ketidak sempurnaan tersebut baik dari sisi internal partai Nasdem sendiri. Maupun terkait hubungannya dengan partai lain. Tak dapat dipungkiri, untuk konteks Indonesia, soal capres-cawapres terikat pada regulasi tentang ambang batas. Sehingga, sangat tak memungkinkan bagi sebuah partai kecil untuk bisa mengajukan capres sendiri ke KPU. Bagaimanapun juga mesti cari kawan.

Banyak masalah yang harusnya dibenahi lebih dulu oleh Surya Paloh, sebelum kesusu putuskan Anies. Kalau soal suara tak cukup memang sudah jadi fakta tak terbantahkan. Tak ada satupun dari kita, bahkan tokoh dan pengamat politik ternama tanah air yang dapat menyangkal hitungan wajib sebuah parpol mesti punya suara minimal 20 persen. Sementara Nasdem, jauh dibawah angka minimal itu.

Masalah lain, Nasdem terlalu gegabah. Entah apa yang dimaui Paloh dan kawan-kawan. Kalau hitungannya agar bisa menarik partai lain untuk bergabung, fakta ternyata berbeda. Jangankan dapat merebut hati Golkar, PPP, PAN, Gerindra dan PKB yang memang sudah punya koalisi. Ambil hati Demokrat dan PKS saja, yang sejal awal memang jadi bidikan Nasdem, tak mampu juga diraih.

Akibatnya, Nasdem kini "tak punya kawan". Adapun munculnya kenyataan intens dan seringnya para petinggi ketiga partai, bahkan termasuk Anies sendiri, rapat bersama bicara rencana kelanjutan koalisi, nampaknya cuma berhenti pada kegiatan seremonial. Isinya hanya sebatas diskusi. Bahkan, dari awal sejak deklarasi Anies hingga perkembangan terakhir artikel ini ditulis, tak juga menampakkan kejelasan. Masih saja abu-abu.

Saya kira, satu kesalahan Nasdem dan dalam hal ini Surya Paloh, yang tak dapat dibantah adalah abai terhadap eksistensi teman koalisi. Ya benar. Nasdem Paloh lupa mengajak Demokrat dan PKS ketika hendak memutuskan Anies. Padahal, posisi kedua partai merupakan penentu satu-satunya, jika Anies hendak lanjut daftar ke KPU. Tanpa Demokrat PKS, pencalonan Anies bagai otopia.

Awalnya, mungkin ada yang menafikkan tulisan saya terdahulu. Ketika pertama kali Nasdem deklarasi capres. Yang isinya antara lain mengurai tentang beberapa kemungkinan yang akan terjadi pada perkembangan selanjutnya. Tapi ternyata, kini jadi faktual. Nasdem Paloh kelihatan sangat susah dapat kepastian. Bahkan mungkin karena saking susahnya, Paloh sampai berujar bahwa Nasdem tak menjamin Anies bisa lanjut daftar ke KPU.

Fakta terkini, Nasdem Paloh dijauhi oleh Dewi Furtuna. Pasca putuskan Anies, dalam konteks proses politik, masalah tak kunjung henti datang mendera. Dimulai dari hasil survei tentang potensi suara parpol pada pemilu 2024 oleh beberapa lembaga. Anda masih ingat, Nasdem diperkirakan dapat suara di bawah empat persen. Menyebabkan tak bisa antar para kader duduk di DPR RI.

Berikutnya, hubungan Surya Paloh dan Presiden Joko Widodo retak. Nasdem Paloh disindir oleh Presiden saat kasih sambutan pada HUT partai Golkar. Dimana secara fulgar Presiden katakan "jangan gegabah dan kesusu menentukan capres". Belum lagi foto Paloh yang beredar dimedia saat salaman. Dikatakan Presiden tak sudi pelukan sama Paloh. Lalu Nasdem tak kunjung dapat ucapan selamat ketika rayakan HUT.

Itu tentang rataknya hubungan Paloh Jokowi. Di kesempatan lain, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fakhri Hamzah kasih sindiran cukup pedas atas gagalnya deklarasi koalisi tanggal 10 November 2022. Dimana penggagasnya adalah partai Nasdem sendiri. Demokrat PKS tak mau. Kata Fakhri, gagalnya deklarasi karena belum ada kesepakatan para bandar. Yang paham konstelasi politik, pasti paham apa maksud Fakhri.

Tak luput, salah seorang Ketua DPP PKS turut menyumbang terhadap "apesnya" partai Nasdem. Adalah Mardani Ali Sera, yang secara tegas mengatakan, tak kunjung disambutnya ajakan Nasdem oleh PKS tak lain karena platform koalisi yang belum terbentuk dengan jelas wujudnya. Bulat, lonjong, persegi atau seperti apa..

Masalah cawapres juga jadi bidikan PKS. Sebagaimana sudah mahfum, Partai ini ingin mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan atau Aher berangkat jadi pendamping Anies. PKS rebutan dengan Demokrat. Yang ngotot sodorkan Ketua Umumnya Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY. Siapa diantara kader PKS dan Demokrat yang pada akhirnya beroleh keputusan Anies, layak kita tunggu bersama.

Masih kurang, lewat Mardani Ali Sera PKS juga mempersoalkan tentang kabinet. Entah seperti apa maunya, yang jelas kalau mampu paksakan usulannya hingga Nasdem setuju, menurut saya PKS dapat beberapa kali lipat. Maklum saja, dalam kurun waktu hampir sepuluh tahun partai ini "puasa" tak menikmati fasilitas kekuasaan. Dan pada momentum pencapresan, PKS anggap sebagai kesempatan besar.

Terkini, elit Demokrat berseteru dengan pengurus Nasdem. Gara-garanya, ada pertemuan antara Wali Kota Solo yang juga putra sulung Jokowi Gibran Rakabuming Raka, yang sebenarnya dipersepsikan sebagai lawan, dengan Anies Baswedan di sebuah hotel. Terdapat beda persepsi diantara kedua elit tersebut. Sayangnya, tidak didiskusikan secara tertutup di internal. Tapi terbuka saling saut di media.

Kata pengurus Demokrat Andi Arief menanggapi ketemunya Gibran Anies, seharusnya Nasdem lebih disiplin dalam berkoalisi. Jangan lalu tiap ketemu figur diluar kader Demokrat PKS, dijadikan penawaran kesana kesini. Waketum Nasdem Ahmad Ali tak terima. Balas Ahmad Ali, pernyataan soal peluang Gibran jadi pendamping Anies bukan sebagai bentuk tak disiplin dalam koalisi.

Secara pribadi saya prihatin terhadap nasib partai Nasdem dan Surya Paloh saat ini. Bukannya sibuk menata masa depan hadapi pemilu dan pilpres 2024, justru direpotkan oleh kondisi internal. Kalau tak ada upaya menyelesaiakan secepat mungkin, hasil survei terkini tentang anjloknya suara Nasdem bisa jadi fakta menyakitkan. Nasdem akan tersingkir di legislatif. Menyusul Hanura yang sudah lebih dulu out pada pemilu 2019.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun