Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menimbang Dampak Retaknya Hubungan Jokowi-Paloh

14 November 2022   09:12 Diperbarui: 14 November 2022   09:23 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situasi Saat Jokowi Dipersepsikan Tolak Pelukan Surya Paloh, Foto Dok. Medsos Via DetikNews


Pasca capreskan Anies, nasib Nasdem kurang beruntung. Dihadapan dua parpol calon koalisi Demokrat PKS, tak punya wibawa. Ajakannya untuk deklarasi tgl 10 November 2022 ditolak mentah-mentah. Kabarnya belum deal soal platform. Utamanya cawapres. Baik Demokrat maupun PKS, sama-sama ingin posisi ini. Jadinya tarik menarik tak kunjung usai.

Belum lagi ada beberapa kader potensial di daerah yang mundur rame-rame. Akibatnya, suara Nasdem di prediksi terjun bebas. Bakalan tak mampu tembus parlemen threshold. Disisi lain, yang paling membuat pusing Ketum Nasdem Surya Paloh adalah retaknya hubungan dengan Presiden Jokowi. Yang kayaknya bukan lagi perkiraan. Tapi mengarah jadi kenyataan.

Buktinya..? Presiden Jokowi anak tirikan Nasdem saat rayakan HUT. Ke Golkar dan Partai Perindo beliau datang. Bahkan kasih sambutan. Tapi ke Nasdem tidak. Bahkan untuk sekedar ucapkan selamat sekalipun, tak terjadi. Memang ada alasan presiden sedang lawatan keluar negeri. Direncanakan, sambutan Jokowi dalam bentuk video. Namun inipun gagal. Hingga waktu tunggu habis, video Jokowi tak kunjung diterima oleh Nasdem.

Lalu bagaimana kelanjutannya..? Meski dimungkinkan terdapat beberapa perkiraan, tetap punya dampak untung rugi. Baik terhadap Nasdem Paloh maupun bagi Presiden Jokowi. Kita ambil contoh kalau keduanya adu kuat. Paloh diam. Jokowi diam juga. Tak ada satupun diantara keduanya yang ambil keputusan dalam bentuk komentar kepada publik. Utamanya soal nasib kader Nasdem di Kabinet Indonesia Maju.

Akibatnya jadi ngambang. Para menteri Nasdem tertahan posisinya. Dibiarkan status quo. Mau dilanjut hingga tugas rampung tahun 2024, atau ditarik keluar mulai sekarang..? Soal yang ini, dikutip dari berbagai media, Paloh pasrah jika Presiden melepas Nasdem dari koalisi istana. Meskipun bukan termasuk pilihan yang diharapkan oleh Paloh.

Apa dampak jika terjadi status quo..? Diarena publik persepsi jadi liar. Tak terkendali sampai melebar kemana-mana. Orang gampang keluarkan kesimpulan sekenanya. Pokoknya asal komentar. Sementara di internal lingkungan kabinet utamanya para menteri dari Nasdem, diliputi rasa gelisah. Tak tenang jalankan tugas. Karena dibayang-bayangi pemecatan. Sewaktu-waktu bisa saja digeser.

Tak ada untungnya membuat ngambang status keretakan hubungan Presiden Jokowi dengan Nasdem Paloh. Secepatnya harus diakhiri. Caranya, Presiden keluarkan statement ke publik. Tetap mau pakai Nasdem atau dikeluarkan. Sebaliknya, Paloh juga demikian. Masih mau di kabinet, atau bergabung ke Demokrat PKS jadi oposisi seperti sudah jalan selama ini..?

Kalau Presiden Jokowi beri keputusan tetap, sementara Paloh juga masih membolehkan para kadernya berkiprah dikabinet, maka inilah yang saya maksud ada kejelasan. Tak lagi ngambang sebagaimana gambaran diatas tadi. Dampaknya, persepsi liar terhenti. Karena publik mendapat info faktual dan valid langsung dari kedua belah pihak. Sementara Nasdem Paloh, tentu senang bukan main.

Jika benar para menteri Nasdem dipertahankan meski putuskan Anies Baswedan sebagai capres, sebagian orang akan memberi penilaian positif terhadap Presiden Jokowi. Beliau dianggap legowo dan profesional. Legowo karena mau berbesar hati meski "dikhianati" oleh Paloh. Profesional, karena punya kemampuan mendudukkan masalah sesuai posisi. Tak suka mengaitkan tugas kewajiban para menteri dengan urusan politik.

Nasdem sendiri tentu harus bangga dan gembira. Para kadernya tak dicopot oleh Presiden. Masih bisa terus bekerja di kabinet dengan tenang. Meskipun nampak kurang etis. Sebab secara terang-terangan bahkan demonstratif, menunjukkan kedekatan bersama Demokrat PKS. Yang senyatanya merupakan parpol oposisi terhadap pemerintahan Jokowi.

Disamping mendapat persepsi positif, mempertahakan menteri Nasdem membuat sebagian orang kasih penilaian negatif kepada Presiden. Apa itu..? Pak Jokowi bisa dianggap kurang tegas atau tak punya pendirian. Lebih jauh, dipersepsikan sebagai tokoh yang kalah dihadapan manuver partai Nasdem. Dan secara politik, Pak Jokowi tak mampu menghadapi serangan Surya Paloh.

Sama dengan Presiden Jokowi, Nasdem Paloh juga tak akan luput dari persepsi negatif. Partai dan Ketumnya ini disangkakan tak tahu diri. Sudah jelas terang benderang capreskan Anies, yang merupakan "musuh" Jokowi, dan menarik partai oposisi Demokrat PKS jadi teman, masih juga tak risih menikmati kekuasaan dan fasilitas yang diberikan oleh Jokowi dalam bentuk jabatan menteri. Lantas dimana urat malu Nasdem Paloh..?

Serba sulit memang menimbang kondisi keretakan Jokowi Paloh. Mempertahankan Nasdem tetap ada di Koalisi Indonesia Kerja, seperti diatas situasinya. Mengeluarkannya, juga tak mudah. Kalau Jokowi tegas secara sepihak mendepak para menteri Nasdem, bakal dijadikan modal politik oleh Paloh dan kawan-kawan untuk kampanye menambah ceruk vox pop. Caranya, keluarkan pernyataan sebagai pihak yang di dholimi oleh pihak istana.

Jelas itu satu keuntungan. Macam Pak Susilo Bambang Yudhoyono dulu. Saat tak dianggap oleh Presiden Megawati. Hingga akhirnya mengundurkan diri dari jabatan Menteri. Biarpun strategi ini terkesan sudah agak kuno, namun masih bisa digunakan. Terutama untuk menjaring pemilih yang punya karakter lebay. Anda tahu, dinegara kita, pemilih model begini masih cukup banyak.

Cuma, ketegasan Jokowi mencopot para Menteri kelompok Paloh tak dipungkiri juga mendatangkan persepsi positif. Presiden kita ini dianggap punya ketegasan kuat dan memiliki prinsip teguh. Tak kenal kompromi dengan yang namanya pengkhianatan. Dan memang begitulah karakter yang ditunjukkan Jokowi selama hampir 10 tahun menjabat presiden.

Lalau bagaimana jika Nasdem yang justru punya inisiatif menarik para kadernya dari kabinet Jokowi..? Nasdem juga akan dapat untung. Secara persepsi, memperoleh simpati sebagai partai yang tak membebek. Berani ambil sikap dan gentle menerima resiko atas pencapresan Anies. Cuma ya itu, tak lagi punya menteri. Yang juga berarti, kehilangan rasa mencicipi manisnya kekuasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun