Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Filosofi Dukungan Jokowi kepada Prabowo

9 November 2022   07:57 Diperbarui: 9 November 2022   08:04 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat hadir dan beri sambutan pada HUT ke-8 Perindo Senin, 7 November 2022, Presiden Jokowi menyinggung Prabowo Subianto. Capres Gerindra yang juga hadir diacara yang sama. Presiden urai sedikit tentang karir politik hingga jadi presiden. Diawali sebagai Wali Kota Solo dua periode. Lalu Gubernur DKI Jakarta satu kali. Dan menang Pemilu Presiden dua kali. Kemudian, Pak Jokowi menimpali. Bahwa setelah ini kelihatannya adalah jatah Pak Prabowo.

Mendapat dukungan demikian dimuka forum, Prabowo yang duduk di kursi VIP bangun berdiri. Diiringi gemuruh tepuk tangan hadirin, lalu memberi hormat kepada Jokowi. Dalam hati, saya yakin Prabowo senang. Mengapa, karena secara elektoral singgungan Jokowi jelas satu keuntungan politik. Menegaskan bahwa Presiden ada dipihak beliau. Bisa juga diterjemahkan sebagai restu maju di pilpres.

Tak pelak, kejadian di HUT Perindo mendapat ragam tanggapan. Utamanya dari jajaran elit parpol yang berkepentingan terhadap pilpres 2024. Yang pro pastinya kasih tanggapan positif. Harapan menang pertarungan jadi makin kuat. Sebaliknya tidak demikian dengan elit yang punya kandidat calon lawan Prabowo. Singgungan Presiden di atas dianggap biasa saja.

Salah seorang Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya menilai, apa yang disampaikan Pak Jokowi sesuatu yang wajar. Mengingat Prabowo Subianto merupakan pembantu Jokowi sebagai Menteri Pertahanan. Ya namanya juga atasan. Ketika melihat anak buah berjuang meningkatkan karir, tentu harus didukung. Sebagai pendorong agar lebih semangat menggapai cita-cita. Masak atasan hendak hambat karir bawahan. Kan tak pantas. Demikian mungkin maksud Willy.

Ketua DPP PDIP Said Abdullah punya penilaian yang sama. Katanya, penyebutan kata "jatah" oleh Jokowi bukan sebuah masalah yang perlu diperdebatkan. Apalagi sebagai presiden, tentu tidak dilarang mengeluarkan pernyataan apapun. Bahkan soal dukungan pada capres tertentu, Pak Jokowi boleh menjatuhkan pada semua kandidat. Sebagaimana dilakukan juga terhadap Pak Prabowo.

Sekilas, apa yang disampaikan oleh Presiden memang menyiratkan keberpihakan. Kata presiden bahwa setelah ini kelihatannya merupakan jatah Prabowo, jelas mengandung satu harapan. Yakni diraihnya kemenangan oleh capres Gerindra tersebut. Tebakan saya, Pak Prabowo dianggap sebagai tokoh yang mampu menjaga dan meneruskan program yang dirintis oleh Jokowi.

Cuma kalau diteliti lebih dalam, dukungan dimaksud tidak bersifat personal. Melainkan sebuah simbol terhadap kelangsungan cita-cita yang lebih besar dan sangat mendasar. Dalam pandangan saya, penyebutan langsung kepada Prabowo sebenarnya merupakan titipan kepada setiap calon presiden. Titipannya berupa idealisme tentang jalannya pemerintahan dan tetap tegaknya cita-cita pendiri bangsa.

Sebagai presiden, Jokowi memang relatif punya kualitas mumpuni. Baik dibidang konsep maupun praktik. Tak perlu dibahas lebih luas tentang beberapa hal yang sudah dilakukan oleh beliau. Yang jelas, massifnya pembangunan infrastruktur, kembalinya beberapa pengelola sumber daya alam strategis yang dulu didominasi negara asing, cukup menjadi bukti kemampuan memerintah Pak Jokowi.

Ada beberapa kelebihan yang saya lihat melekat pada diri Jokowi. Hingga beliau sukses memimpin eksekutif sebagai presiden. Pertama, kemampuan lapangan. Semangat beliau untuk senantiasa terjun langsung ke lokasi proyek layak di apresiasi. Karena faktor ini pula, pembangunan infrastruktur yang masuk program prioritas selalu berhasil dikerjakan. Tidak ada yang mangkrak.

Kedua, setia pada nilai-nilai kebangsaan. Sama seperti Presiden pertama RI Ir. Soekarno dan Presiden keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, komitmen Jokowi pada keberagaman di bumi NKRI tak perlu diragukan lagi. Dengan kata lain, meski seorang politisi, Presiden kita ini senantiasa bergerak di rel politik kebangsaan. Sebaliknya, sangat anti dan bahkan memerangi munculnya fenomena politik identitas.

Ketiga, tindakan tegas kepada para mafia. Tak main-main, Jokowi dikenal tegas dan tak takut pada kelompok yang dikenal hanya mau ambil untung secara sepihak ini. Entah siapapun yang jadi beking, pasti dilawan. Makanya, beberapa pihak yang "dapurnya" terganggu selama beliau memerintah, tak merasa nyaman. Gerah karena jaringannya habis dibabat Jokowi.

Setelah tak lagi menjabat pasca 2024, tentu semua itu harus dijaga. Termasuk juga beberapa kebijakan strategis yang sudah masuk rumusan perencanaan macam IKN misalnya. Mengapa, karena masa depan Indonesia tergantung pada keberlanjutan rintisan Jokowi saat ini. Kalau penggantinya tak mampu kerja, lalu abai pada nilai-nilai kebangsaan dan membiarkan para mafia berkeliaran, maka habislah semuanya.

Nahh, itulah pesan yang ingin disampaikan oleh Jokowi. Lewat pernyataan verbal dukungan kepada Prabowo. Jadi, dalam hal ini Prabowo ibarat simbol yang jadi representasi Jokowi mengemban misi mulia. Namanya simbol, maka siapapun capresnya, jika punya niat, tujuan, visi dan misi yang sama, pasti didukung oleh Jokowi.

Bagaimana dengan nasib capres Nasdem yang juga mantan Mendikbud Anies Baswedan..? Apakah juga masuk kriteria yang mendapat perhatian Jokowi..? Sekedar pengingat. Sebelum menang Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu, Anies Baswedan adalah menteri yang dipecat oleh presiden. Artinya, kinerja Anies tak cocok dimata Jokowi. Makanya di reshufle. Kalau cocok ya tak mungkin lah diganti.

Saat menjabat Gubernur selama lima tahun, kerap terjadi pungli oleh oknum instansi lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Terbukti, ketika meja pengaduan di Balai Kota dibuka kembali oleh PJ Heru Budi Hartono, ada warga yang mengaku urus tanah dan calon RT dimintai uang. Kalau yang begini ini ditemukan oleh Jokowi, tak menunggu lama pasti diberantas.

Sudah..? Belum. Masih ada satu lagi fakta yang melekat pada diri Anies Baswedan. Saat berlangsung pilkada 2017 lalu, banyak pendukung Anies yang menggunakan politik identitas untuk menjaring vox pop warga DKI. Anies yang sekarang gembar-gembor mengklaim sebagai tokoh toleransi, terlihat tak ada upaya maksimal untuk stop perbuatan tercela itu. Apakah karena dianggap potensial meraup suara..? Bisa jadi. Faktanya kemudian, Anies mengalahkan Ahok dan dilantik jadi Gubernur.

Presiden Joko Widodo memang tokoh fenomenal. Punya kecerdasan dan strategi politik brilliant. Meski retorikanya biasa-biasa saja, bahkan terdengar kurang menarik, namun ide dan visi misi tentang kemajuan Indonesia sungguh luar biasa. Bahkan diakui dunia. Maka patut disayangkan jika penggantinya kelak tak sejalan dengan Jokowi. Untungnya, masih ada Prabowo Subianto yang dianggap layak sebagai penerus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun