Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perlu Waspada, Anies Bisa Di-"Ganjarkan"

6 November 2022   08:42 Diperbarui: 6 November 2022   08:59 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan Dan Ganjar Pranowo, Foto Dok. Kompas TV.

Menindak lanjuti pencapresan oleh Nasdem, Anies Baswedan makin rajin turun ke daerah. Kapan hari terlihat di Ponpes Zainul Hasan Genggong Probolinggo. Lalu pernah juga ke Solo. Padahal baru saja pulang dari Balikpapan. Selanjutnya datang ke Medan Sumatra Utara. Meski semua itu dikatakan kunjungan biasa, tapi nuansa politik kental terlihat. Ya namanya juga seorang kandidat.

Melihat rajinnya pak Anies turun, saya jadi teringat sepak terjang Ganjar Pranowo. Sembilan tahun menjabat Gubernur Jawa Tengah hingga kini, eksposenya keluar sungguh luar biasa massif. Baik dalam rangka dinas, maupun kegiatan pribadi. Yang dinas, terlihat bagaimana Pak Gubernur mengobrak-abrik mafia, kunjungi warga dan sebagainya. Yang pribadi misal olah raga sepedaan, lari, cengkrama bersama istri atau yang lain.

Pendek kata, hampir tak ada satupun kegiatan yang lepas dari tayangan youtube, facebook dan portal berita online. Seakan ingin menunjukkan eksistensi kepada semua orang. Bukan hanya bagi warga Jawa Tengah dimana Pak Gubernur mendapat amanah. Namun sampai pula ke tanah Papua nun jauh di ujung timur sana. Juga kedaerah lain wilayah Indonesia.

Apakah yang demikian dilarang..? Ya bukan itu yang dimaksud. Siapapun orangnya, termasuk pejabat macam Pak Ganjar dipersilahkan main sebar aktifitas. Itu tak mengapa. Hitung-hitung dapat sambutan positif. Istilah kerennya didunia politik, menaikkan elektabilitas. Hingga pada akhirnya mampu manarik minat orang untuk menjatuhkan pilihan, jika suatu saat ditarik jadi kandidat.

Sayang tidak seperti Ganjar. Ekspose aktifitas Anies Baswedan di media, baik di wilayah Jakarta dan sekitarnya maupun keberbagai daerah belakangan ini, bukan sebagai gubernur. Tapi seorang capres. Yang bisa ditebak lebih dekat pada usaha mencari suara. Dan disinilah kekurangannya. Padahal, kalau Pak Anies masih menjabat, kesan mencari suara bisa ditutup oleh alasan menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam rangka dinas.

Tapi biarlah itu jadi urusan Pak Anies. Sekarang, apakah usahanya mampu menambah ceruk suara yang kelak dapat dijadikan modal merebut vox pop publik..? Jawabnya mari kita lihat bersama. Bisa gagal, namun bisa juga berhasil. Kalau gagal, menurut saya tak masalah. Lewat perubahan cara dan kajian ulang, masih bisa dicari strategi lain. Saya kira tim Pak Anies punya kapasitas meramu itu semua.

Tapi kalau sukses, justru ini yang masalah. Mengapa, karena langkah Pak Anies keliling Indonesia, yang kemudian melahirkan kenaikan elektabilitas, terjadi ditengah lompatan terhadap tahapan kontestasi pilpres. Padahal, tahapan tersebut masuk dalam regulasi pencapresan. Intinya, Pak Anies bergerak tanpa menengok kelengkapan syarat. Bagi saya, tindakan Pak Anies ini terlalu kesusu.

Anda masih ingat tulisan saya terdahulu. Bahwa untuk sampai pada momentum menjadi presiden RI, seorang kandidat wajib melewati proses sebagai berikut. Pertama, ada satu atau gabungan parpol yang mencalonkan. Kedua, suaranya cukup minimal 20 persen. Ketiga, daftar ke KPU. Keempat, melakukan kampanye. Kelima, berebut vox pop. Keenam, disahkan oleh KPU sebagai pemenang. Ketujuh, baru dilantik.

Sementara Pak Anies, meski aktif menjaring suara, tapi lupa tahap kedua. Yakni suara 20 persen. Kalau hingga batas akhir tetap begitu, Anies sebagai capres dipastikan tak bisa ikut pilpres 2024. Sebaliknya, Nasdem selaku pengusung, tentu akan kena ciprat. Upayanya mendapat efek ekor jas bisa sirna. Karena Nasdem hanya sebagai penonton. Kecuali dompleng pada koalisi lain.

Kondisi diatas, persis sama dengan apa yang dialami oleh Ganjar Pranowo, tapi beda yang dilupakan. Diakui, Ganjar memang punya elektabilitas tinggi, selalu nangkring dipuncak klasemen, bahkan belakangan makin tinggi. Namun Ganjar terancam tak bisa jadi kandidat. Kalau Anies lupa tahap kedua, maka Ganjar lalai pada yang pertama. Yaitu adanya parpol pengusung.

Ganjar dan Tim saya kira terlalu asyik berkonten ria. Akibatnya, PDIP yang awalnya sangat diharap kepincut oleh elektablitias Ganjar yang naik lewat medsos, jadi tersinggung. Ini sebagai bahasa lain dari marah. Partai Megawati ini merasa ditinggal. Apalagi ada Puan Maharani. Yang rupanya lebih diinginkan ketimbang Ganjar.

Akhirnya, PDIP yang walau sendirian cukup syarat ajukan capres, justru ngambek. Bukannya diambil sebagai kandidat, Ganjar malah kena sanksi. Memang hanya berupa teguran lisan. Tapi sudah cukup membuat Ganjar dan dan para pendukung ketar-ketir. Bisa-bisa, kedepan malah meningkat jadi teguran keras. Untuk kemudian secara resmi didepak dari bursa pencalonan PDIP.

Dampak lain, upaya Ganjar selama lebih kurang sembilan tahun berproses menaikkan elektabilitas akan percuma. Tak bisa digunakan sebagai modal nyapres. Kecuali nekat keluar dari PDIP. Itupan masih belum tentu. Karena beberapa partai yang sekarang sudah terikat oleh koalisi macam Golkar, PPP dan PAN di KIB, atau Gerindra PKB di KIR, tentu sudah punya list daftar usulan capres-cawapres.

Jadinya, posisi Ganjar makin sulit. Gubernur Jateng yang sekarang masih menjabat ini dihadapkan pada situasi mengambang. Tetap di PDIP sudah kena semprot. Mau pindah kelain hati, belum tentu diterima. Anda tahu, situasi demikian, kemungkinan juga dialami oleh Anies Baswedan. Terlalu asyik turun kebawah dan memandang enteng upaya menggandeng teman koalisi, bisa membuat Demokrat PKS tersinggung dan ngambek, sebagaimana terjadi pada PDIP dalam kasus Ganjar.

Kalau Demokrat PKS tiru PDIP, Anies pasti bingung. Masih di Nasdem tak bisa diharap. Hendak ikut KIB atau KIR, mustahil. Akhirnya, Anies terbuang. Karena di “Ganjarkan” oleh Demokrat PKS. Persis perlakuan PDIP terhadap Ganjar Pranowo. Maka habislah nama Anies Baswedan dari peredaran capres. Namanya tenggelam ditengah hiruk pikuk keramaian pilpres 2024, seiring berlalunya tahapan penentuan kandidat oleh KPU.

Hari pencoblosan Pilpres kurang lebih sekitar dua tahun lagi. Saya lihat masih cukup waktu mengupayakan proses kecukupan syarat bagi Anies. Ada baiknya, Anies dan Tim sekarang fokus lebih dulu pada teman koalisi dan cawapres sesuai amanat Nasdem. Toh elektabilitasnya sudah relatif bagus. Selalu nangkring di tiga besar. Bahkan pada survei terbaru cenderung naik. Nah, begitu urusan cawapres dan koalisi beres, baru lakukan safari politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun