Kelompok Ganjar Pranowo-pun tak kurang memberikan reaksi. Termasuk Ketua DPC PDIP Kota Solo FX Hadi Rudiyatmo. Intinya, mereka tak setuju wacana penggantian Megawati sebagai ketum oleh sosok lain. Termasuk Jokowi sekalipun.
Anda paham, kalau sampai terjadi, maka trah keluarga Bung Karno akan runtuh. Mungkin hanya berfungsi sebagai simbol.Â
Mirip Gus Dur di PKB, meski yang pegang ketum sekarang adalah keponakan beliau Muhaimin Iskandar. Proses berikutnya, PDIP akan jadi partai terbuka dalam soal kandidasi pengurus. Siapa saja bisa jadi calon. Asal potensial dan memenuhi syarat.
Apa yang saya prediksi memang masih kemungkinan. Dan agak sulit terjadi dalam waktu dekat. Disamping akan dilawan habis-habisan, tentu harus ada perubahan AD/ART organisasi.Â
Mengingat dominasi dan kewenangan Megawati sampai masuk klausul yang dilegalkan. Ingat, kalau sudah berhubungan dengan klausul, maka urusannya bukan hanya di internal PDIP. Pastinya merambah ke institusi lain macam Kemenkumham.
Jika nanti sampai terjadi konflik rebutan Ketum, lembaga Pengadilan juga akan ikut serta. Untuk menentukan siapa yang sah dan berhak menjadi nakhoda PDIP.Â
Kalau sampai demikian, sungguh merupakan kerugian besar. Maka agar tidak terjadi, hendaknya saat ini keluarga Bung Karno khususnya Megawati mulai sadar. Bahwa tidak semuanya harus "diambil" sendiri.
Juga para pengurus lain pendukung keluarga Bung Karno. Ada waktu dimana "membagi-bagi" keputusan sudah harus dilakukan.Â
Dan bukan jamannya lagi patronase jadi rujukan. Ingat, perkembangan sudah berubah. Salah satunya dimulai sejak Pak Jokowi dicalonkan sebagai capres oleh PDIP pada pilpres 2014. Terbukti bisa menang kan..?
Sebelum fenomena Jokowi, capres seakan-akan milik Megawati. Bahkan ada "mitos", kalau bukan trah Soekarno bisa kalah. Tapi ternyata, justru Megawati yang sampai kalah pilpres hingga dua kali.Â
Pertama ketika lawan Gus Dur tahun 1999. Kedua tahun 2004 saat tanding dengan Susilo Bambang Yudhoyono.Â