Saat ini, yang dalam konteks pencapresan di representasikan oleh Anies Baswedan sebagai kandidat dan Surya Paloh sebagai ketum, Nasdem sedang sibuk merajut benang ikatan Demokrat dan PKS. Dimana, hingga kini tak nyambung-nyambung juga.Â
Sedangkan di lain posisi, PDIP tengah repot menghadapi kader dan konstituen yang lagi terbelah. Yang bahkan kini sudah melebar ke urusan penggantian Megawati sebagai ketum. Tidak terbatas hanya pada urusan figur pilpres 2024.
Kalau konflik internal koalisi Nasdem tak juga rampung hingga batas waktu pendaftaran, pastinya Anies Baswedan tak kan bisa jadi kandidat untuk ikut berebut vox pop. Nasdem rugi besar.Â
Sudah malu kadung deklarasi lebih awal tapi cuma jadi penonton. Masih ditambah kemungkinan turun suara lagi. Akibat enggan dilirik pemilih karena tak punya capres.
Situasi yang sama bakal didapat juga oleh PDIP. Kalau tak segera merespon keinginan kader dan konstituen soal capres, maka partai "milik" keluarga Bung Karno ini akan mengalami kerugian sangat besar.Â
Bukan hanya di satu sisi. Tapi bahkan dari dua sisi sekaligus. Bagai dihantam palu godam muka berlakang, kanan kiri atau depan belakang.
Ya benar. PDIP bisa mengalami penurunan suara. Dari yang sekarang berada di kisaran persentase dua digit lebih, menjadi hanya satu.Â
Dari yang sekarang sebagai pemuncak klasemen, melorot jadi partai tengah. Bahkan, kalau lagi tidak dinaungi oleh dewi furtuna, bisa sejajar dengan PAN atau PPP. Menjadi partai buncit.
Terlebih, masih dalam konteks dampak pencapresan, kini muncul juga situasi sungguh tak enak bagi keluarga Bung Karno. Kewenangan dan kekuatan Megawati lagi di uji.Â
Ada usulan Ketum PDIP selanjutnya di pegang oleh Pak Jokowi. Ini tentu sesuatu yang tak lazim. Mengingat sejak PDI era Orba bermetamorfosis menjadi PDIP jaman Orde Baru, dominasi Megawati begitu kuat.
Pastinya itu sebuah masalah yang sangat serius. Karenanya, tanggapan yang muncul di internal PDIP bukan hanya dari kalangan pendukung capres Puan Maharani.Â