Terus terang, dari beberapa ketua partai nasional yang sekarang ini eksis, saya taruh perhatian khusus kepada Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY. Tapi bukan karena prestasi. Melainkan rasa kasihan. Anak ini terlau dini masuk politik. Dan sayangnya, harus keluar dari TNI justru pada saat karirnya lagi moncer.
Ketika itu tahun 2017. AHY menyatakan pensiun awal dari tentara dengan pangkat terakhir melati satu atau mayor. Lalu ikut pilkada DKI Jakarta sebagai cagub. Namun kalah diputaran pertama. Kini tahun 2022 didorong ke cawapres. Cuma tak dianggap. Bahkan beroleh komentar kurang baik. Katanya AHY belum layak.
Adalah pengamat politik Fernando Emas yang menyatakan demikian, mengomentari wacana AHY jadi pendamping Anies Baswedan. Jelasnya, bagi Fernando AHY tidak masuk kriteria cawapres Pak Anies. Dan kalau dipaksakan, maka peluang kemenangan sangat kecil. “Nantinya Anies cuma akan menggendong elektabilitas AHY” (Warta Ekonomi.co.id, 21/10/2022).
Tak bermaksud menyalahkan, pilihan AHY melepas jabatan di TNI lalu masuk dunia politik memang terlalu dini dan agak dipaksakan. Sebab kiprah terbanyak AHY sejak “kecil” hanya fokus sebagai tentara. Ingat, keseharian AHY jarang bersentuhan dengan intrik dan trik politik. Yang pastinya beda jauh dibanding lingkungan TNI. Sementara pangkatnya yang baru masuk kategori perwira menengah, kurang tinggi jika harus bertarung di tingkat provinsi.
Dulu saya kira adiknya Edhie Baskoro Yudhoyono atau EBY yang akan dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta. Tapi perkiraan saya keliru. Entah itu merupakan keputusan Pak SBY dan keluarga atau murni dorongan partai Demokrat, ternyata AHY yang maju. Mau tak mau, EBY harus ikhlas. Karena selain AHY adalah kakak, juga tak elok berebut posisi sesama anggota keluarga.
Andai dulu EBY yang maju, lepas dari soal menang kalah, sebenarnya sangat bagus dan merupakan pilihan tepat. Sebab meski umurnya lebih muda, sejak awal EBY memang sudah malang melintang didunia politik. Jika menang pilkada DKI, alhamdulilah. EBY dan demokrat punya panggung untuk branding. Kalah juga alhamdulilah. Karena dianggap sebagai pembelajaran politik bagi EBY.
Alhamdulillahnya lagi, AHY tetap sebagai tentara. Bisa jadi pangkatnya sekarang sudah masuk perwira tinggi. Luar biasanya lagi kalau EBY jadi gubernur DKI, eksistensi karir kakak adik keturunan Pak SBY sama-sama moncer. Dan masih dapat dilanjutkan lagi hingga jauh kedepan. Untuk kemudian, EBY dan AHY jalan padu berdua ngurus negeri ini.
Sekarang nasi sudah jadi bubur. Idealisme menjadikan kakak adik punya jabatan mentereng di pemerintahan tak berjalan mulus. Kecuali di internal partai. Itupun untuk AHY sudah mentok sebagai ketua umum. Sementara adiknya EBY, tetap berkutat di legislatif sebagai anggota DPR RI Fraksi Demokrat.
Namun belum terlambat. Kalau Pak SBY atau Demokrat masih ingin menaikkan karir politik AHY sekaligus EBY, sebaiknya ubah strategi pengkaderan. Mulai sekarang lakukan rotasi pucuk pimpinan partai. AHY diminta legowo letakkan jabatan. Ketum Demokrat berikan ke EBY. Adik AHY ini saya kira sanggup urus partai secara nasional.
Apresiasi terhadap EBY, saya kira tak terlalu berlebihan. Mengingat relasi yang terbangun dikalangan struktur partai hingga level terbawah, sudah berjalan jauh sebelum AHY jadi ketum. Saat AHY masih aktif sebagai tentara, EBY telah duduk berkecimpung didunia politik. Menurut saya, adik SBY ini punya pemahaman relatif lebih bagus tentang seluk beluk dunia politik.