Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nasdem Anies dan PDIP Puan dalam Pusaran Ego

21 Oktober 2022   07:11 Diperbarui: 21 Oktober 2022   07:16 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau koalisi jalan semua, maka kemungkinan akan ada empat pasangan capres-cawapres. Pertama, yang diajukan oleh Koalisi Indonesia Bersatu atau KIB. Kedua, oleh Koalisi Indonesia Raya/KIR. Ketiga, oleh gabungan Nasdem Demokrat PKS. Keempat, kadidat dari PDIP. Dari keempatnya, yang mendekati final cuma KIR.

Mengapa, karena KIR yang merupakan pertemanan antara  Gerindra PKB relatif tak menemui kendala. Suaranya cukup sesuai presidential threshold atau PT. Dan kandidat yang akan diusung sebagai pasangan, sudah tersedia. PT dari PDIP memang memenuhi syarat. Cuma masih kesulitan kandidat. Sementara untuk gabungan Nasdem Demokrat PKS, sama sekali belum ada titik terang. Baik soal PT, terlebih pasangan calon.

Yang sedikit bisa bernafas lega adalah KIB. Koalisi yang terdiri dari PPP, PAN dan Golkar ini PT-nya cukup. Tinggal cari pasangan saja. Jika tak ada aral melintang, KIB dipastikan bisa ikut tarung berebut vox pop publik. Kalau KIB tepat tentukan kandidat, maka KIR, PDIP dan gabungan Nasdem, Demokrat, PKS bisa keok. Kabarnya, KIB lagi menggadang-gadang paket Ganjar-Erlangga.

Lepas dari itu, jalan panjang menuju pilpres 2024 bagi KIR dan KIB tinggal menguatkan saja. Ini yang justru masih berkutat pada persoalan internal dan tak kunjung beres, adalah rencana koalisi Nasdem Demokrat PKS dan kondisi PDIP. Dalam pandangan saya, masalah internal dipicu oleh ego keduanya. Nasdem Demokrat PKS ego cawapres. Sedang PDIP ego capres.

Ya benar. Meski Nasdem sudah memutuskan Anies Baswedan sebagai capres, tapi perkembangan terkini justru ada tarik menarik soal cawapres. Disarikan dari Kompas.com 19/10/2022, Demokrat ajukan Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY. Sementara PKS, dorong Ahmad Heryawan. Nasdem jadi kebingungan. Karena cawapres yang di inginkan, tidak berasal dari internal partai koalisi, baik itu Demokrat maupun PKS.

Di lain organisasi politik, PDIP juga mengalami dilema yang sama dengan Nasdem. Meski beda obyek. Partai yang katanya milik wong cilik ini lagi tarik menarik soal figus capres. Masyarakat bawah ingin Ganjar Pranowo. Yang di representasikan dari hasil survei. Sementara para elit PDIP, cenderung memajukan Putri Mahkota Puan Maharani.

Kapan selesainya polemik soal cawapres Anies dan capres PDIP mari kita lihat perkembangan berikutnya. Cuma, kalau ditilik masalahnya hingga sampai pada penentuan kandidat oleh KPU, yang menimpa PDIP relatif lebih mudah. Cukup putuskan kandidat, siapapun itu, selesai sudah. Partai yang cikal-bakalnya berasal dari PNI ini, bisa melenggang kangkung mendaftarkan paket pasangan kandidat.

Namun tidak demikian dengan Nasdem. Masalah yang menimpanya agak pelik. Tidak seperti PDIP, Nasdem dibelit oleh dua persoalan sekaligus, yang bagai makan buah simalakama. Dimakan ayah mati. Tidak dimakan ibu yang mati. Ibaratnya, ambil cawapres AHY, PKS bakal mutung. Tentukan Ahmad Heryawan atau AH, Demokrat bisa ngambek. Pusing jadinya kan. Padahal, keberadaan Demokrat dan PKS sangat urgen bagi Nasdem dan pencapresan Anies.

Anda tahu, kalau mengacu pada regulasi tentang pasangan kandidat yang bisa bertarung di pilpres hingga nanti dilantik sebagai presiden-wakil presiden , setidaknya ada lima komponen dasar yang harus bisa dipenuhi. Yaitu, ada parpol pengusung, suaranya cukup mencapai minimal 20 persen, mendaftar ke KPU, bertarung merebut vox pop dan menang pemilihan.

Fakta yang hingga kini tak dapat dibantah, suara Nasdem sangat tidak cukup kalau berangkat sendiri. Maka agar Anies bisa ikut bersaing lawan kandidat dari KIB, KIR atau PDIP jika sudah punya keputusan, mau tak mau Nasdem terlebih dulu harus mencari kawan hingga cukup 20 persen. Baru kemudian bisa mendaftar lalu ikut bertarung. Untuk kemudian, jika beruntung, menang pilpres.

Dalam konteks tersebut, Nasdem dan Anies terikat oleh keberadaan Demokrat PKS. Disinilah menangnya kedua parpol ini atas Nasdem. Kalau sebelumnya merasa kedahuluan oleh Nasdem yang tiba-tiba putuskan Anies sebagai capres, kini Demokrat PKS justru malah jadi penentu. Tanpa mereka berdua, Nasdem dan Anies bisa melongo tak ikut pilpres 2024. Dan ironisnya, Demokrat PKS sama-sama ingin cawapres.

Tentu saja itu sesuatu yang sangat-sangat tak mungkin. Karena bertentangan dengan regulasi. Mana bisa satu capres macam Anies didampingi oleh dua cawapres sekaligus seperti AHY dan AH. Ya tak mungkin lah. Kecuali ada amandemen terhadap regulasi. Kalaupun jadi ada amandemen, ya lucu juga. Selama ini, yang namanya wakil presiden ya cuma satu. Kalau kemudian ada dua, pasti ditertawai warga dunia.

Kembali ke soal Nasdem, membawa Anies ke istana negara bagi Nasdem masih butuh tambahan empat komponen lagi. Utamanya soal pemenuhan syarat suara 20 persen. Kalau dibanding PDIP, perjalanan Nasdem tertinggal jauh. Partai ini baru sampai pada tahap jadi pengusung. Sementara PDIP, jika Mega sudah keluarkan rekom, tinggal menyisakan tiga komponen lagi.

Dan itu sesuatu yang sangat mudah. PDIP tinggal melakukan pendaftaran paket pasangan ke KPU saja. Untuk kemudian bertarung. Lalu menang. Selanjutnya, PDIP tunggu keputusan KPU menuju pelantikan capres-cawapres. Juga proses lobby di parlemen agar punya kekuatan signifikan dalam pemerintahan. Bersamaan dengan upaya lobby, bisa segera di susun nama-nama anggota kabinet.

Tapi apakah semudah itu? Tentu tidak. Jalan sangat panjang dan berliku wajib dilalui oleh PDIP. Contohnya, ya pada kondisi yang terjadi sekarang ini. PDIP masih berkutat pada keangkuhan proses penentuan nama kandidat capres. Hendak paksakan Puan Maharani maju jadi calon. Padahal, faktanya sungguh tak memungkinkan. Masyarakat bawah ingin Ganjar Pranowo yang maju.

Itulah dilema pelik yang lagi menggelayut di Nasdem dan PDIP. Keduanya sedang bertarung justru bukan lawan dari luar. Tapi dari dapur sendiri. Menang pertarungan, akan membawa kesempatan bagi Nasdem dan PDIP menguasai istana. Sebaliknya, kalah pertarungan, dalam arti tetap bersikeras pegang ego tak mau capres AHY atau AH bagi Nasdem, dan paksakan Puan bagi PDIP, berakibat keduanya bakal gigit jari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun