Jika mengacu pada pasal 51, kekerasan oleh Rizky Billar pada Lesti Kejora memang tergolong  sebagai delik aduan. Jadi, lanjut atau tidaknya pelaku diseret ke meja hijau di pengadilan, tergantung pada obyek yang terkena KDRT, dalam hal ini Lesti Kejora. Istri Rizky Billar inilah yang punya kuasa memenjarakan Rizky atas bantuan pihak kepolisian melalui proses hukum acara pidana.
Sekedar info, dari segi tindakan penuntutan delik aduan berbeda dibanding delik biasa. Tuntutan delik aduan bisa dilakukan hanya jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Sementara dalam delik biasa, tanpa ada pengaduanpun polisi tetap bisa melakukan tuntutan. Contoh delik biasa misal pencurian, perampokan, perkosaan, pembunuhan dan sejenisnya.
Secara rinci, macam tindakan yang tergolong KDRT berdasar UU. Nomor 23 Tahun 2004 misalnya: kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga. Sekilas, beberapa kategori tindakan tersebut kelihatan mengekang hukum. Terlalu sempit saya kira jika dihadapkan pada ragam tindakan main kasar pasangan suami atau istri. Padahal, kekerasan tersebut jelas-jelas dapat merugikan salah satu pihak.
Karena itu, mengaca pada kasus Lesti Kejora dan demi melindungi para istri dari tindakan KDRT para suami, sudah waktunya beberapa klausul dalam UU. Nomor 23 tersebut untuk dirubah menjadi lebih terbuka. Atau bahkan kalau bisa dihapus sama sekali. Dengan kata lain, tak perlu lagi ada batasan soal jenis tindakan yang masuk KDRT. Pokoknya, apapun yang menimbulkan kerugian secara phisik macam pencurian atau perampokan dengan kekerasan, jadikan saja sebagai delik biasa.
Sehingga, polisi dapat menangkap, menyidik dan membawa pelaku KDRT ke sidang pengadilan, tanpa lagi terikat oleh adanya pengaduan dari seseorang. Kewenangan demikian saya kira bisa lebih melindungi pasangan dari aksi main kasar salah satu diantaranya. Keuntungan lain, akan membawa ketenangan bagi calon suami istri yang punya rencana hendak membina rumah tangga dengan seseorang.
Kasus aduan KDRT yang dilaporkan oleh Lesti Kejora yang kemudian dicabut lagi, saya kira patut dijadikan momentum untuk diadakan koreksi. Baik oleh Lesti sendiri maupun penegak hukum, para pembuat undang-undang dan masyarakat luas. Khusus pada Lesti, setelah kasus KDRT sebaiknya yang bersangkutan lebih banyak merenung. Dibanding hanya memikirkan soal cinta sejati dan harta benda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H