Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memperingati Maulid, Teladan Politik Kanjeng Nabi SAW

10 Oktober 2022   08:06 Diperbarui: 10 Oktober 2022   08:11 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memasuki bulan rabi’ul awal tahun hijriah, umat islam marak memperingati Maulid atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Meski lahir tanggal 12, namun kaum muslimin merayakannya sepanjang waktu, hampir tiap hari hingga sebulan penuh. Bahkan ada yang diluar bulan robi’ul awal. Pada momentum maulid, lazim dibacakan kitab Barzanji. Sebuah kitab berisikan sejarah perjalanan hidup beliau.

Menilik sejarah pemerintahan islam, jabatan Nabi SAW ketika itu mencakup sekaligus tiga lembaga negara. Yakni sebagai pimpinan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Ini jelas berbeda dibanding jaman sekarang. Dimana tiap satu lembaga negara, dipegang oleh sumber daya manusia yang tidak sama. Gampangnya, tiap satu orang hanya bisa menduduki satu jabatan. Tidak bisa rangkap dua apalagi tiga seperti kanjeng Nabi.

Legislatif adalah lembaga negara yang tugasnya membuat hukum dan peraturan dalam bentuk regulasi yang sering dikenal dengan istilah undang-undang. Eksekutif bertugas melaksanakan produk yang dihasilkan oleh lembaga legislatif. Sementara itu, tugas yudikatif adalah menjaga serta mengadili secara hukum jika dalam pelaksanaan tersebut terjadi penyimpangan dan pelanggaran.

Banyak istilah dan cakupan berbeda diberbagai negara soal ketiga lembaga negara. Dinegara kita Indonesia, lembaga legislatif mencakup DPD RI, MPR dan DPR/DPRD. Eksekutif adalah presiden dan wakil presiden beserta para menteri. Sementara yudikatif atau lembaga pengadil meliputi Mahkamah Agung/MA, Mahkamah Konstitusi/MK dan Komisi Yudisial/KY.

Pimpinan DPD RI, MPR RI, DPR RI, MA, MK, KY dan presiden masing-masing dijabat oleh beberapa orang berbeda. Saat ini Ketua DPD RI dipegang oleh Bapak La Nyala Mattaliti. MPR RI Bambang Soesatyo. DPR RI Puan Maharani. MA DR. H. Muhammad Syarifuddin. MK Anwar Usman. KY Mukti Fajar Nur Dewata. Sedangkan presiden RI adalah Joko Widodo.

Anda tahu, saat menjalankan pemerintahan ketika itu kanjeng Nabi SAW menjadi ketua dan kepala berbagai lembaga negara yang dibentuk. Intinya, beliau bertindak selaku pemegang kekuasaan dan otoritas baik di legislatif, yudikatif dan eksekutif. Mengapa bisa..? Tidakkah hal tersebut dapat menyebabkan terjadi tumpang tindih kekuasaan, tarik menarik kepentingan dan penyimpangan kekuasaan..?

Kalau menilik profil dan sifat beliau, itu bukan sesuatu yang mustahil. Buktinya, hingga saat ini Kanjeng Nabi tetap diakui sebagai penguasa politik paling adil dalam menjalankan pemerintahan. Mengapa bisa demikian, karena beliau punya sifat maksum. Selain itu, dan ini yang mustahil dimiliki oleh manusia biasa, beliau senantiasa mendapat petunjuk langsung dari Allah SWT, tiap kali butuh solusi atas satu masalah.

Jadi, kedua potensi itulah yang menjadi jaminan keadilan dalam menjalankan pemerintahan. Maka karena sifat maksum dan petunjuk langsung dari Allah, apapun keputusan yang beliau ambil saat menjadi penguasa legislatif, eksekutif dan yudikatif  tidak mungkin salah. Baik keputusan yang diambil secara sepihak oleh beliau, maupun yang dihasilkan dari masukan berbagai sahabat.

Jaman sekarang jelas tidak mungkin menemukan seorang penguasa yang punya potensi menjalankan pemerintahan macam Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Sebab era kenabian dan kerasulan sudah selesai begitu Nabi Muhammad lahir. Jadi, penguasa era sekarang tak punya sifat maksum. Juga tidak ada jaminan keputusan yang diambil berasal langsung dari sumbernya, yakni Allah SWT.

Meski demikian, dalam menjalankan tekhnis pemerintahan Kanjeng Nabi bukanlah pemimpin yang otoriter dan sok kuasa. Mentang-mentang maksum dan dipandu langsung oleh Allah lalu bertindak seenaknya, tanpa sedikitpun memperhatikan masukan para sahabat misalnya. Faktanya tidak begitu. Ternyata, dalam berbagai kesempatan, Nabi seringkali mengeluarkan keputusan yang berbeda dengan apa yang beliau inginkan, justru karena ada pendapat dari sahabat.

Contoh faktual adalah ketika disusun naskah perjanjian Hudaibiyah. Yakni sebuah forum kesepakatan antara kaum muslimin Madinah dengan kaum Quraish penguasa Mekkah. Diketahui, sebagai musuh yang saling berperang saat itu, kaum muslimin dicegat tidak boleh masuk Mekkah. Meskipun hanya sekedar untuk melaksanakan ibadah umroh di sekitar kakbah.

Bisa masuk, dengan syarat dibuat perjanjian Hudaibiyah sebagaimana diatas. Lalu di bicarakanlah oleh Kanjeng Nabi tentang point-point apa saja yang hendak dituangkan sebagai naskah perjanjian. Beraninya, sahabat Umar menolak salah satu point yang disampaikan oleh Kanjeng Nabi. Dan arifnya, Kanjeng Nabi tidak marah. Bahkan menerima masukan Umar dengan lapang dada.

Contoh lain adalah saat terjadi perang Uhud. Ketika itu, Kanjeng Nabi minta para sahabat tetap tinggal di dalam kota. Namun ternyata, mayoritas mengusulkan sebaliknya. Yakni ingin keluar kota. Lewat beberapa pertimbangan, akhirnya dikeluarkan keputusan lain yang berbeda dengan keputusan pertama. Artinya, Nabi mengikuti aspirasi para sahabat untuk tidak didalam kota.

Demikian karakter dan sifat Nabi SAW saat mejadi penguasa politik. Maka kalau sekarang ini ada pimpinan sebuah parpol sering mentang-mentang memaksakan kehendak, tanpa sedikitpun mau tengok aspirasi pengurus lain atau vox pop publik sebagai konstituen, sungguh jauh sekali dari keteladan yang ditunjukkan oleh Kanjeng Nabi. Menurut saya, pimpinan parpol macam ini tak layak dijadikan panutan.

Untuk apa ikut pimpinan seperti itu. Mending cari parpol lain yang pimpinanya, meski tak mungkin sama seratus persen, mirip keteladan Kanjeng Nabi. Saya yakin pilihan demikian akan lebih maslahat, baik kepada diri sendiri maupun masyarakat. Sebagai pengurus, diri ini terpuaskan karena dihormati oleh pimpinan. Sementara bagi masyarakat luas, terayomi karena aspirasi yang disampaikan menjadi perhatian utama dalam mengeluarkan keputusan.

Sekarang ini dunia politik tanah air sedang gonjang-ganjing, terutama menjelang pelaksanaan pilpres 2024. Mumpung masih suasana maulid nabi 2022, sebagai pimpinan parpol hendaklah bersikap arif, bijaksana dan mengayomi terhadap mayoritas usulan yang masuk. Ini lebih baik, daripada memaksakan kehendak. Yakin dah, pemaksaan kehendak berakibat buruk bagi konstituen dan organisasi.

Hendak tentukan capres pada pemilihan presiden pada 2024 nanti, tolong lihat aspirasi. Kemana arah kecenderungan menuju, kesanalah pandangan diputuskan. Jangan lihat latar belakang nasab. Siapapun orangnya, jika dikehendaki masyarakat, keluarkan rekom untuknya. Tapi kalau tak dikehendaki, jangan paksakan. Meskipun yang bersangkutan adalah anak kesayangan calon penerus Ketua Partai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun