Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasihan AHY, Korban Ambisi Orang Tua?

29 September 2022   07:35 Diperbarui: 29 September 2022   10:20 1122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AHY Atau Agus Harimurti Yudhoyono Saat Masih Aktif Di TNI, Foto Dok. Instagram.com/agusyudhoyono Via Fimale.com

Dalam 24 jam terakhir, ada kondisi dan pernyataan para petinggi partai yang saya kira membuat Susilo Bambang Yudhoyono/SBY, Agus Harimurti Yudhoyono/AHY dan partai Demokrat cenat-cenut. Bahkan mungkin meriang. Pernyataan tersebut keluar dari pengurus PAN, PKS dan PPP. Sesuatu yang selama ini ada diluar bayangan.

Sebagaimana di beritakan oleh Kompas.com edisi 28/09/2022, Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi yakin, PKS akan bergabung ke Koalisi Indonesia Baru atau KIB yang beranggotakan Golkar, PAN dan PPP. Ini disampaikan Yoga, dalam menanggapi penyampaian Sekjen PKS Aboe Bakar Alhabsi, bahwa PKS menjalin komunikasi intens dengan partai Golkar.

Padahal, selama ini ada prediksi kuat PKS akan membentuk koalisi dengan Demokrat dan Nasdem. Prediksi ini bukan sembarangan. Mengingat, baik SBY dan AHY diketahui sudah bertemu dengan Ketum Nasdem Surya Paloh. Sementara PKS yang kuat menjagokan Anies Baswedan, rupannya tak keberatan terhadap langkah Demokrat dan Nasdem. Mengingat nama kandidatnya itu masuk radar Nasdem. Harapannya nanti, ada duet Anies-AHY.

Namun pada perkembangan berikutnya, rencana koalisi politik Nasdem Demokrat PKS tak kunjung terwujud. Bahkan, makin kedepan tambah suram. Sepertinya belum ada kesepakatan kongkrit diantara ketiganya. Ada pendapat juga, bahwa Nasdem dalam posisi dilema. 

Satu sisi butuh berteman dengan Demokrat PKS. Namun pada sisi lain, tak enak hati karena dua partai itu adalah oposisi pemerintah. Sedangkan Nasdem sendiri ada didalam pemerintahan.

Kapan hari, sehubungan dengan pilpres 2024 ada ungkapan SBY yang cukup menyita perhatian publik. Saat pidato diacara Rapimnas partai Demokrat tanggal 15/09/2022, SBY mengatakan bahwa  ia mendengar dan mengetahui ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil. Apakah karena makin suramnya rencana koalisi Nasdem Demokrat PKS yang melatar belakangi SBY harus mengeluarkan pernyataan itu, wallahu’aklam.

Yang jelas, setelah isi pidato SBY itu keluar, Nasdem dan PKS sudah jarang menyebut Demokrat sebagai teman koalisi. Apalagi kemudian, selang sekitar 1 jam setelah Waketum PAN Viva Yoga menyampaikan soal kemungkinan merapatnya PKS ke KIB mendapat tanggapan dari salah satu pentolan KIB, nama Demokrat nampak makin tersisihkan. Kasihan sekali partai ini.

Adalah Waketum PPP Arsul Sani yang merespon positif keyakinan Viva Yoga. Disarikan dari tayangan Kompas.com, kata Arsul KIB tak resisten kalau PKS mau bergabung. “Enggak adalah (penolakan), karena kita ini basisnya adalah platform yang kita sepakati bersama”. Tuturnya lebih rinci.

Lalu seperti apa perkiraan koalisi jika benar PKS gabung ke KIB..? Kemungkinannya akan ada tiga kelompok. Pertama Koalisi Indonesia Raya atau KIR milik Gerindra PKB. Kedua, KIB itu sendiri yang kini anggotanya nambah satu partai, menjadi PPP, Golkar, PAN dan PKS. Lalu kelompok ketiga adalah PDIP yang ada dugaan akan membentuk poros sendiri.

Bagaimana Nasdem..? Patut diakui, strategi komunikasi Nasdem selama ini cukup bagus. Partai “milik” Surya Paloh ini mampu menjalin komunikasi dengan hampir semua partai. Baik ke partai oposisi maupun kelompok pendukung pemerintah. Artinya, posisi Nasdem sangat-sangat cair. Maka dalam hal ini Nasdem bebas memilih. Bisa gabung ke KIR, KIB maupun PDIP.

Meskipun tentunya, harus menurunkan sedikit aspirasinya soal capres-cawapres. Tapi tetap punya nilai positif. Karena masuk dalam koalisi yang ikut kontestasi pilpres, berarti akan mendapat limpahan elektoral akibat efek ekor jas. Suara partai nasdem bisa naik terdongkrak. Inilah sebenarnya salah satu tujuan sebuah partai mendirikan koalisi.

Anda tahu, kalau sinyalemen saya itu terwujud, maka nasib partai Demokrat bisa menyedihkan. Mengapa, karena partai “milik” SBY ini kurang mampu masuk ke semua lini. Tak seperti Nasdem, strategi komunikasinya agak buruk. Terlebih ungkapan SBY terakhir soal tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil mendapat respon negatif hampir dari semua kalangan. Termasuk dilingkungan parpol.

Akibatnya, dalam konteks pilpres 2024 Demokrat sulit mencari teman. Mau sendirian tak mungkin. Suaranya terlalu kecil. Jika hendak dibuat “beli mobil” untuk dijadikan alat transportasi pergi mendaftar paket capres-cawapres ke KPU sangat-sangat tidak cukup. Jangankan mau ambil mobil baru, beli yang second sekelas LCGC saja suaranya tetap kurang.

Hendak numpang naik mobil KIB atau KIR rasanya tak nyaman. Mengapa, karena Demokrat ingin AHY naik sebagai cawapres. Sementara di KIB dan KIR sudah ada calonnya. Jadi tak mungkin. Ingin nebeng ke PDIP apalagi. Perseteruan “abadi” antara Mega SBY yang hingga kini tak kunjung beres, menjadi kendala utama.

Jadilah Demokrat sendirian. Clingak clinguk kanan kiri tak ada teman. Pada akhirnya, cita-cita SBY untuk mendorong AHY sebagai pewaris dirinya masuk menjadi pimpinan eksekutif nasional, minimal jadi wapres, kandas ditengah jalan. Demikian pula, keinginan partai Demokrat mendongkrak suara lewat efek ekor jas bisa tak kesampaian.

Padahal, SBY sudah kadung menyuruh AHY berhenti jadi tentara dengan pangkat terakhir Mayor agar bisa ikut pilkada DKI tahun 2017. AHY sendiri, sudah bela-belain kehendak SBY rela masuk politik. Tapi faktanya, keinginan berkiprah di politik tak sebanding lurus dengan cita-cita. 

AHY kalah pada perhelatan Pilgub. Dan kalau PKS saat ini jadi masuk ke KIB, karir politik AHY tetap akan mentok sebagai Ketum Demokrat. Kalau saja dulu AHY tetap di TNI, mungkin sekarang sudah melati tiga atau bahkan bintang satu. Kasihan sekali anak ini.

Sekedar masukan, agar suara partai Demokrat tak ikut kandas akibat tak dapat limpahan efek ekor jas, mau tak mau harus tetap mencari teman koalisi. Caranya, turunkan proposal soal AHY. Jangan lagi didorong-dorong jadi kandidat pada pilpres 2024. Kondisi yang tak memungkinkan untuk mewujudkan cita-cita itu perlu jadi pertimbangan utama.

Ingat, meskipun terkesan kepunyaan keluarga, sebagai parpol bagaimanapun juga Demokrat milik bangsa Indonesia. Karena suara yang didapat merupakan hasil dari pilihan rakyat negara ini. 

Andai tak dipilih, mana mungkin bisa eksis. Mulai sekarang , sudah waktunya bagi Demokrat dan terutama SBY AHY untuk melihat kenyataan tersebut. Bahwa vox pop adalah nomor satu dibanding cita-cita menjadikan AHY pimpinan eksekutif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun