Meskipun tentunya, harus menurunkan sedikit aspirasinya soal capres-cawapres. Tapi tetap punya nilai positif. Karena masuk dalam koalisi yang ikut kontestasi pilpres, berarti akan mendapat limpahan elektoral akibat efek ekor jas. Suara partai nasdem bisa naik terdongkrak. Inilah sebenarnya salah satu tujuan sebuah partai mendirikan koalisi.
Anda tahu, kalau sinyalemen saya itu terwujud, maka nasib partai Demokrat bisa menyedihkan. Mengapa, karena partai “milik” SBY ini kurang mampu masuk ke semua lini. Tak seperti Nasdem, strategi komunikasinya agak buruk. Terlebih ungkapan SBY terakhir soal tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil mendapat respon negatif hampir dari semua kalangan. Termasuk dilingkungan parpol.
Akibatnya, dalam konteks pilpres 2024 Demokrat sulit mencari teman. Mau sendirian tak mungkin. Suaranya terlalu kecil. Jika hendak dibuat “beli mobil” untuk dijadikan alat transportasi pergi mendaftar paket capres-cawapres ke KPU sangat-sangat tidak cukup. Jangankan mau ambil mobil baru, beli yang second sekelas LCGC saja suaranya tetap kurang.
Hendak numpang naik mobil KIB atau KIR rasanya tak nyaman. Mengapa, karena Demokrat ingin AHY naik sebagai cawapres. Sementara di KIB dan KIR sudah ada calonnya. Jadi tak mungkin. Ingin nebeng ke PDIP apalagi. Perseteruan “abadi” antara Mega SBY yang hingga kini tak kunjung beres, menjadi kendala utama.
Jadilah Demokrat sendirian. Clingak clinguk kanan kiri tak ada teman. Pada akhirnya, cita-cita SBY untuk mendorong AHY sebagai pewaris dirinya masuk menjadi pimpinan eksekutif nasional, minimal jadi wapres, kandas ditengah jalan. Demikian pula, keinginan partai Demokrat mendongkrak suara lewat efek ekor jas bisa tak kesampaian.
Padahal, SBY sudah kadung menyuruh AHY berhenti jadi tentara dengan pangkat terakhir Mayor agar bisa ikut pilkada DKI tahun 2017. AHY sendiri, sudah bela-belain kehendak SBY rela masuk politik. Tapi faktanya, keinginan berkiprah di politik tak sebanding lurus dengan cita-cita.
AHY kalah pada perhelatan Pilgub. Dan kalau PKS saat ini jadi masuk ke KIB, karir politik AHY tetap akan mentok sebagai Ketum Demokrat. Kalau saja dulu AHY tetap di TNI, mungkin sekarang sudah melati tiga atau bahkan bintang satu. Kasihan sekali anak ini.
Sekedar masukan, agar suara partai Demokrat tak ikut kandas akibat tak dapat limpahan efek ekor jas, mau tak mau harus tetap mencari teman koalisi. Caranya, turunkan proposal soal AHY. Jangan lagi didorong-dorong jadi kandidat pada pilpres 2024. Kondisi yang tak memungkinkan untuk mewujudkan cita-cita itu perlu jadi pertimbangan utama.
Ingat, meskipun terkesan kepunyaan keluarga, sebagai parpol bagaimanapun juga Demokrat milik bangsa Indonesia. Karena suara yang didapat merupakan hasil dari pilihan rakyat negara ini.
Andai tak dipilih, mana mungkin bisa eksis. Mulai sekarang , sudah waktunya bagi Demokrat dan terutama SBY AHY untuk melihat kenyataan tersebut. Bahwa vox pop adalah nomor satu dibanding cita-cita menjadikan AHY pimpinan eksekutif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H