Kondisi yang kemungkinan ada rekayasa itupun masih diperkuat oleh legalisasi surat keterangan dokter, sebagaimana sudah disinggung diatas tadi. Disini tentu mengemuka sesuatu yang patut dipertanyakan. Apakah ada kongkalikong antara dokter dengan pihak pondok..? Adakah perbuatan itu dilakukan secara sengaja demi menjaga nama baik pondok Gontor..? Jawabannya, mari kita tunggu bersama hasil pemeriksaan polisi.
Selain itu, yang lebih penting untuk diungkap dan harus disanggah adalah pernyataan manajemen pondok Noor Syahid. Katanya, setelah anak santri diserahkan, maka wali santri tanda tangan pernyataan tak akan lapor polisi atas apa yang terjadi di Pondok. Kalau memang benar di pondok Gontor ada ketentuan demikian, ini sungguh sangat-sangat menyesatkan dan jauh dari norma-norma yang seharusnya ada di lembaga pendidikan bernama Pondok Pesantren.
Pernyataan itu wajib direvisi. Kalau tidak, jangan salahkan para orang tua jika kelak tak sudi lagi memasukkan putra putrinya ke pondok pesantren. Akibatnya, pondok sepi dari pendidikan. Regenerasi tokoh islam akan terputus. Tak akan ada lagi generasi muda yang bisa meneruskan perjuangan para pendahulu. Selanjutnya, islam di Indonesia bisa tertinggal jauh dibanding negara-negara lain. Sangat berbahaya bukan..?
Setahu saya, dilingkungan kaum santri terutama warga NU, memang ada tradisi penyerahan anak saat pertama kali masuk pondok pesantren. Penyerahan tersebut disertai dengan kebulatan tekad orang tua untuk "pasrah bongkokan" terhadap apapun yang nanti akan terjadi di pondok selama menempuh pendidikan. Yang dimaksud pasrah bongkokan adalah memasrahkan anak secara total kepada kyai atau pengasuh.
Ketika ada akad pasrah bongkokan itu, berarti wali santri telah sepakat agar urusan putra putrinya menjadi tanggung jawab penuh pihak pondok secara utuh. Tanpa adanya intervensi apapun dan dari pihak manapun. Termasuk dari orang tua sendiri selaku wali santri. Tanpa intervensi itu juga meliputi konsekwensi yang mungkin nanti diterima oleh anak santri selama mondok.
Sikap pasrah model begitu ada hubungan dengan masalah humaniora, diyakini bisa mengangkat derajat dan budaya manusia menjadi lebih tinggi. Dikalangan pesantren dikenal dengan istilah barokah. Yaitu makin meningkatnya kebaikan yang terjadi secara konsisten dari waktu ke waktu. Ini juga dikenal dengan istilah Ziyadatul Khair. Jadi, santri yang mendapat barokah berkat wasilah pasrah bongkokan itu, diharapkan senantiasa mendapat kemaslahatan. Baik saat masih belajar di pondok, terlebih lagi kelak ketika sudah pulang menjadi alumni dan terjun ketengah-tengah masyarakat.
Itulah latar belakang dan maksud sebenarnya dari proses penyerahan anak kepada pihak pondok. Yaitu untuk memperoleh kebaikan yang berupa barokah tadi, dan sebaliknya bukan untuk keburukan. Dalam konteks ini, pihak pondok modern Gontor jelas salah persepsi memaknai proses itu. Alih-alih bersikap gentle, justru malah menjadikan proses penyerahan sebagai alasan mengapa tidak segera lapor polisi atas kasus tewasnya santri AM. Asal tahu saja, tewasnya nanda AM tidak ada hubungan dengan penyerahan. Itu murni diduga kuat karena tindakan kriminal.
Anda tahu, sikap tersebut jelas tergolong perbuatan dholim. Â Lalu apa balasan Tuhan terhadap para pembuat kedzliman..? Firman Allah dalam QS. Al Hud ayat 102, "Begitulah adzab Tuhanmu, apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat dzalim. Sesungguhnya, adzabNya itu sangat pedih dan keras". Bukankah sebagai lembaga pendidikan islam, Pondok Modern Gontor Darussalam paham akan ayat ini..?
Paparan diatas saya kira cukup sebagai alasan bagi polisi untuk bergerak memeriksa beberapa orang di Gontor, termasuk dokter yang memberi surat keterangan. Sementara itu, bagi para orang tua calon wali santri, saran saya baca dengan teliti dan betul-betul pahami jika suatu ketika disodori naskah penyerahan oleh pihak pondok. Kalau ada yang aneh-aneh atau menyimpang, tolak saja. Atau pindah cari pondok lain. Daripada anak kita dapat musibah. Padahal, tujuan utama kan beroleh barokah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H