Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Manajemen Ponpes Gontor Salah Makna Penyerahan Santri

9 September 2022   08:35 Diperbarui: 9 September 2022   08:50 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana sudah ramai diberitakan, di Pondok Modern Darussalam Gontor-1 Ponorogo Jatim, ada santri inisial AM, usia 17 tahun tewas saat mengikuti salah satu kegiatan. Diduga, karena di aniaya oleh senior. Keluarga yang awalnya ikhlas, menjadi tak terima setelah melihat kondisi janazah AM. Nampak banyak keanehan di tubuh AM. Akhirnya, keluarga memperpanjang masalah itu untuk menemukan keadilan.

Terus terang, saya prihatin atas kasus tersebut. Tapi untuk nulis sebagai artikel, awalnya saya kurang berminat. Mengapa, karena soal hidup mati kita sebagai manusia, sudah ditentukan oleh Allah SWT. Kapanpun, dimanapun dan dalam kondisi bagaimanapun, malaikat pencabut nyawa pasti menyambangi kita. Tak ada kata menolak atau negosiasi. Begitu sampai waktunya, ya matilah kita. Meskipun saat itu sedang menempuh pendidikan.

Cuma saat membaca laporan Kompas.com 8 September 2022 kemarin tentang kasus itu, saya jadi tergerak. Disini, ada tiga hal yang sangat menarik minat saya. Pertama, apa yang disampaikan oleh Titis Rachmawati, kuasa hukum keluarga AM. Kata Mbak Titis, "Kami sangat menyesalkan sekali, setelah viral baru ponpes melapor dan mengajukan permohonan maaf. Kenapa harus terlambat".

Kedua, soal penyebab tewasnya santri AM. Awalnya, di sebutkan dalam surat keterangan dokter dari Rumah Sakit Yasfin Darussalam Gontor, bahwa AM tewas karena penyakit tidak menular. Namun faktanya, di sekujur tubuh AM terdapat sejumlah luka lebam. Setelah didesak, barulah pihak Gontor mengakui bahwa AM tewas karena di aniaya, bukan akibat sakit sebagaimana isi surat keterangan dokter.

Ketiga, pernyataan menajemen Ponpes Gontor yang diwakili oleh Jubir Noor Syahid kepada Kompas.com. Disarikan dari sumber yang sama, Noor Syahid menjelaskan bahwa, sebelum masuk pondok Gontor orang tua calon santri sudah tanda tangan penyerahan. Isinya tentang kesanggupan, antara lain untuk tidak memperkarakan apa yang terjadi kepada polisi.

Baik pernyataan Mbak Titis selaku kuasa hukum keluarga AM, maupun penjelasan Ustad Noor Syahid sebagai perwakilan ponpes, sama-sama mengandung kejanggalan. Bagi saya yang tiap hari ada dilingkungan pondok, hal ini tentu wajib dijelaskan, disanggah dan diluruskan. Karena dapat menyebabkan persepsi negatif masyarakat terhadap keberadaan pondok pesantren secara umum.

Kejadian anak santri yang meninggal saat masih menempuh pendidikan di pondok pesantren adalah hal lumrah. Wali santri yang mendengar musibah tersebut, umumnya bersikap ikhlas. Bahkan ada diantaranya yang merasa "gembira', karena putra atau putrinya dijemput oleh malaikat saat sedang mencari ilmu. Bagi wali santri, ini lebih baik, daripada meninggal setelah lepas dari pondok sebagai alumni. Kalau sudah keluar pondok, belum tahu meninggal dalam kegiatan apa. Khawatirnya, saat sedang melakukan perbuatan tak baik.

Dalam keyakinan kaum santri, meninggal saat di pondok tergolong sebagai mati syahid. Mengapa, karena menempuh ilmu di pondok adalah perbuatan jihad fi sabilillah. Berjuang di jalan Allah. Maka barang siapa yang meninggal saat berjihad, balasannya tiada lain kecuali surga. Sesuatu yang memang dicita-citakan oleh seluruh umat muslim. Dalam konteks ini, insya Allah nanda AM tergolong sebagai syuhada. Amiinn...

Hanya saja, beda dengan kondisi yang ditunjukkan oleh Ponpes Modern Gontor, beberapa pondok yang mengalami musibah santri meninggal sangat responsif dan transparan. Begitu kejadian, detik itu pula pihak wali santri langsung dihubungi. Soal sebab-sebab kematian juga disampaikan apa adanya. Tak ada satupun yang di tutup-tutupi. Sehingga, meskipun pihak pondok dan wali santri mengalami musibah, dampaknya tetap positif dan tak menjadi masalah berkepanjangan.

Sementara Gontor, rupanya memilih jalan berbeda. Keluarga baru dikabari pada tanggal 22 Agustus 2022. Padahal, diduga kuat AM meninggal sebelum tanggal 22 itu. Soal sebab-sebab kematianpun tak dijelaskan secara "benar". Apa yang disampaikan pihak Gontor, kuat dugaan berbeda dengan apa yang sebenarnya terjadi. Katanya sakit, tapi kok di tubuh AM penuh tanda bekas-bekas penganiayaan..?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun