Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pemekaran Wilayah

14 Juli 2022   11:40 Diperbarui: 14 Juli 2022   12:11 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulau Papua, Photo By Google Map

Vox pop adalah ungkapan dalam bahasa Latin. Menurut Wikipedia, artinya "suara rakyat adalah suara Tuhan". Makna dalam konteks pemerintahan, kehendak rakyat memiliki kekuatan besar. Semacam full power dalam sifat-sifat Tuhan. Kehendak-Nya tak terbendung. Namun, karena rakyat bukan Tuhan yang bisa berbuat semaunya, maka kekuatan itu di implementasikan dalam bentuk perwakilan. Dinegara kita, perwakilan tersebut diamanatkan kepada anggota legislatif. Juga kepada eksekutif dari struktur paling atas hingga terbawah. Mulai presiden, gubernur, bupati dan kepala desa.

Pakar politik J. Kristiadi menulis : "Suara rakyat yang disunggi sedemikian tinggi dipercayakan kepada para wakil rakyat dan penguasa negara yang lain. Rakyat mengganjar mereka martabat, kehormatan, dan otoritas politik agar kekuasaan dikelola guna mewujudkan kesejahteraan bersama. Rakyat mempertaruhkan nasib dan masa depannya kepada mereka. (J. Kristiadi, kompas.id, 2 september 2021).

Saat ini lagi ramai soal pemekaran wilayah dipulau Papua. Terhitung 30 Juni 2022, negara kita ketambahan 3 provinsi baru. Merupakan pecahan Provinsi Papua. Kini, dipulau Papua terdapat tiga provinsi, dari sebelumnya hanya ada dua. Ketiganya adalah Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan. Mereka kini punya wilayah hukum sendiri. Masing-masing bebas menentukan kebijakan. Tidak lagi terikat oleh wilayah lain.

Kebetulan, saya tinggal dikabupaten yang kecamatannya pernah dimekarkan. Awalnya punya 17 kecamatan. Sekarang menjadi 23. Yang dimekarkan memang bukan diwilayah saya tinggal. Melainkan kecamatan tetangga. Tapi saya bisa melihat perkembangan cukup signifikan dari kecamatan hasil pemekaran. Nampak lebih baik dibanding sebelumnya. Jadi, pemekaran wilayah dikabupaten saya berjalan sukses sesuai harapan.

Munculnya aspirasi pemekaran dibeberapa daerah adalah hal yang wajar. Tentu punya tujuan agar wilayahnya menjadi lebih baik dibanding sebelum ada pemekaran. Lebih baik disitu tentu relatif. Karena kepentingan yang ingin dicapai tidak sama antara satu daerah dibanding daerah lain. Namun demikian, dalam pengamatan saya pemekaran wilayah terjadi karena alasan umum dan alasan khusus. Alasan umum meliputi aspek layanan pemerintah dan dana bagi hasil atau DBH. Sementara alasan khusus meliputi faktor sosiokultural dan pertimbangan akses geografis.

Aspek pelayanan sebuah pemerintahan sangat penting. Mencerminkan kualitas dan kinerja pimpinan daerah dalam membangun suatu wilayah. Bagaimanapun, aspek pelayanan erat kaitan dengan pembangunan. Tulis Kompasiana, "Pemekaran wilayah adalah sebuah keniscayaan pembangunan karena dapat membantu masyarakat untuk mengakses berbagai layanan pemerintah". (Topik Pilihan, 13 Juli 2022).

Sekarang soal DBH. Sekedar info, DBH terdiri dari beberapa jenis. Salah satu diantaranya adalah DBH CHT dan DBH SDA. Dikutip dari website Kemenkeu Dirjen Perimbangan Keuangan, "DBH CHT dan DBH SDA dibagi dengan imbangan Daerah penghasil mendapatkan porsi lebih besar, dan Daerah lain (dalam provinsi yang bersangkutan) mendapatkan bagian pemerataan dengan porsi tertentu yang ditetapkan dalam UU". Ketentuan ini memiliki point sangat penting dalam hubungannya dengan pemekaran wilayah.

Disitu berlaku prinsip, bahwa daerah akan memperoleh kucuran DBH sebanyak satu kali dalam periode tertentu sesuai regulasi. Maka bisa ditebak jumlah dana yang turun ke daerah yang dimekarkan menjadi lebih banyak dibanding sebelumnya. Contoh sederhana adalah pemekaran provinsi di pulau Papua. Sebelumnya, hanya ada dua provinsi. Yakni Papua dan Papua Barat. Jika masing-masing provinsi diasumsikan mendapat DBH sebesar 100 milyard, maka pemerintah pusat, dalam hal ini Kemenkeu, wajib menyediakan dana sebesar 200 milyard untuk kedua provinsi itu.

Sekarang, di pulau Papua ada tiga provinsi. Maka untuk DBH, pemerintah pusat wajib menyediakan 300 milyard. Masing-masing dapat 100 milyard untuk Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan. Bayangkan, sebelum pemekaran pulau Papua hanya dapat kucuran dana 200 milyard. Setelah pemekaran, justru menjadi 300 milyard. Bertambah bukan..? Itulah salah satu alasan mengapa daerah ingin pemekaran.

Alasan lain adalah Sosiokultural. Ada sebagian orang didaerah tertentu merasa tidak nyaman berhubungan dengan saudaranya didaerah lain. Mengapa, karena ada perbedaan adat dan kultur. Perbedaan ini tentu membuat pergaulan berjalan kaku. Mau begini takut salah, mau begitu khawatir diluar kebiasaan. Masing-masing mendapat tekanan batin. Senantiasa menjaga sikap agar tidak keliru. Pergaulan jadi hambar. Membosankan. Akibatnya, muncul sekat ditengah masyarakat. Yang berpotensi memicu gesekan. Terjadinya benturan antar kelompok dibeberapa wilayah, merupakan salah satu contoh betapa perbedaan sosiokultural memiliki resiko yang tidak kecil.

Akhirnya, dipilih solusi pemekaran. Agar daerah sendiri punya otoritas mengatur rakyat. Tanpa tergantung lagi pada ketentuan daerah lain. Dengan pemekaran, pimpinan wilayah diharapkan juga berasal dari kalangan "internal". Hingga lebih mengerti dan memahami kondisi sosiokultural setempat. Selain itu, karena pimpinanya orang dalam, maka regulasi yang dilahirkan akan sesuai dengan adat kebiasaan. Dengan demikian, asas keadilan bisa lebih dicapai. Karena antara regulasi dan sosiokultural berjalan selaras. Tidak seperti sebelum pemekaran. Antara keduanya berhadapan secara diametral. Seperti rel kereta api yang selamanya tidak akan pernah ketemu.

Yang terakhir, pemekaran terjadi karena alasan akses geografis. Kondisi eksisting tiap daerah jelas berbeda. Ada yang berada diwilayah pesisir berkontur landai. Ada pula diwilayah pegunungan yang konturnya berupa perbukitan. Jalannya naik turun. Ini tentu masalah tersendiri dalam sebuah pemerintahan. Belum lagi soal luas wilayah. Makin besar ukurannya, tambah jauh akses sebagian masyarakat ke pusat pemerintahan.

Jadinya, hubungan pemerintah dan rakyat berjalan tidak efisien. Hanya untuk urusan kecil, perlu menghabiskan tempo sangat lama dan perjalanan jauh. Masak buat surat keterangan domisili saja misalnya, harus menghabiskan waktu hingga berjam-jam. Keluar biaya transportasi lagi. Karena jarak dari tempat tinggal ke kantor pusat pemerintahan, mencapai hingga puluhan atau bahkan belasan kilometer. Dengan pemekaran, masa tempuh dan jarak bisa dipangkas. Sebab lokasi kantor pusat pemerintahan menjadi lebih dekat dibanding sebelumnya.

Pemekaran memang punya dampak positif. Tapi bukan berarti tanpa kendala. Biasanya, kendala pemekaran wilayah yang jadi masalah awal adalah ketersediaan infrastruktur dan sumber daya manusia. Oleh karena itu, sebagaimana ditulis kompasiana, "pemekaran wilayah perlu disiapkan secara matang supaya tak menjadi daerah gagal. Selain menyiapkan perangkat pemerintahannya, setiap daerah perlu memiliki roadmap pembangunan dengan mempertimbangkan potensi poleksosbud-nya".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun