Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sumber Ilmu dan Benteng Kebangsaan Itu Telah Pergi

28 Mei 2022   00:13 Diperbarui: 28 Mei 2022   08:05 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan tidak melupakan tokoh lain yang juga turut berjasa, kita semua harus sadar, bahwa perjuangan melawan perpecahan dan radikalisme yang sekarang ini sudah relatif nampak hasilnya, harus diakui ada kontribusi dari beliau. Semoga keberhasilan ini menjadi salah satu sebab terangnya sinar cahaya alam kubur beliau. Amin..

Rasanya, tidak cukup kata-kata untuk menggambarkan kelebihan beliau. Bicara soal kesederhanaan, jangan lagi ditanya. Sulit mencari tandingan. Tapi yang paling istimewa menurut saya adalah konsistensi beliau untuk tetap menjadi manusia Indonesia. Dengan segudang ilmu pengetahuan dan seluas pengalaman yang dimiliki, beliau tidak sedikitpun berubah. Apa adanya. Biasa-biasa saja.

So, tahukah Anda, bahwa beliau pernah belajar didunia barat, merupakan salah satu mahasiswa Universitas Ohio dan Universitas Chicago di Amerika Serikat..? Dengan latar belakang pendidikan macam ini, tanpa ragu Anda pasti akan menggolongkan beliau sebagai ulama elit yang memiliki kapasitas intelektual sangat mumpuni. Tanpa ada keraguan sedikitpun.

Lalu, dengan kelebihan seperti itu, apakah ada perubahan model dalam tampilan beliau sehari-hari..? Ternyata tidak. Baju, celana, sarung, kopyah dan bahkan sandal jepit tetap menjadi ciri khas beliau sehari-hari. Apalagi soal kendaraan. Beliau enjoy saja, santai naik sepeda ontel. Tanpa ada rasa gengsi sedikitpun.

Kalau saya, mungkin tidak begitu. Punya kesempatan bisa menempuh pendidikan di barat, pastilah gengsi jika masih harus menunjukkan identitas "kampungan". Begitu pulang ke Indonesia, budaya lokal langsung disingkirkan. Dan sikap borjuis wajib ditunjukkan. 

Pemikiran..? Jangan lagi menggunakan dasar-dasar religiusitas. Itu sudah kuno. Ketinggalan zaman. Yang pantas adalah sekularisme. Agar nampak didepan orang banyak, bahwa saya lulusan barat, tak lupa pakai jas dan dasi.

Jika misalnya saya lulusan timur tengah, sikap serupa akan terjadi. Meskipun modelnya berbeda. Bagaimana itu..? Ya puritan adalah pemikiran utama. Tak penting itu keterbukaan ilmu pengetahuan. Karena menyebabkan orang tercerabut dari akar kebenaran yang hakiki. 

Soal penampilan..? Kalau perlu ada transformasi. Tinggalkan sarung, kopyah dan identitas nusantara lainnya. Lebih afdhol pakai atribut ala timur tengah. Agar ada pengakuan dari orang-orang sekitar, bahwa saya adalah tokoh yang alim allamah.

Tapi untungnya, yang begitu itu adalah saya. Bukan Buya Syafii Maarif. Karena mental saya, sangat jauh dibanding kepribadian beliau. Makanya saya yakin, di manapun beliau berada, jenis pendidikan apapun yang dtempuh, beliau tidak akan pernah berubah sedikitpun. Baik berubah menjadi sekuler atau puritan.

Selamat jalan Buya. Saya yakin Buya khusnul khotimah. Jika selama ini Buya hanya bisa berinteraksi dengan umat Kanjeng Nabi, maka kini saatnya Buya sendirilah yang akan langsung berhadapan dengan Beliau Rosulullah SAW. Alfatihah untuk Buya...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun