Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Saat Ini yang Penting Hasil, Bukan WFH

12 Mei 2022   07:03 Diperbarui: 12 Mei 2022   07:09 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah resmi menerapkan bekerja dari rumah atau working from home (WFH) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) mulai Senin, 9/5/2022. Hal itu merupakan tindak lanjut usulan yang disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait upaya penguraian kemacetan arus balik Lebaran 2022. 

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun mengeluarkan Surat Edaran Nomor 440/2420/SJ tentang Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara Kementerian Dalam Negeri Selama Masa Arus Balik Idul Fitri 1443 H. Beleid ini berlaku untuk ASN yang bekerja di Kementerian Dalam Negeri selama masa pasca perayaan Hari Raya Idul Fitri 1443 H (Kompas.com, 09/05/2022).

WFH bisa disamakan dengan kerja jarak jauh atau kerja dari rumah. Menurut Wikipedia, artinya adalah model atau perjanjian kerja di mana karyawan memperoleh fleksibilitas dalam hal tempat dan waktu dengan bantuan teknologi telekomunikasi. Pada perkembangan selanjutnya, pengertian WFH jadi melebar. Batasannya bukan hanya di satu wilayah tertentu. Namun bisa dari mana saja. Yang penting bukan di kantor.

Dilihat dari latar belakang, alasan penerapan WFH ASN 2022 bertambah dibanding dua tahun kemarin. Pada tahun 2020-2021, WFH dilaksanakan semata mencegah sebaran covid-19. Untuk tahun ini, tentu selain pertimbangan covid, juga demi mengurai kemacetan. 

Sebagaimana kata Kapolri diatas, bahwa usulan WFH terkait upaya penguraian kemacetan arus balik Lebaran. Saya kira usulan Kapolri tersebut wajar. Mengingat, sebelum tahun 2022, pemerintah melarang kegiatan mudik. Imbasnya, waktu itu tidak ada kemacetan arus balik seperti sekarang.

Bicara tentang layanan, bagi rakyat sendiri kebijakan WFH sebenarnya bukan problem. Mengingat, WFH adalah sebuah proses. Hubungannya dengan soal-soal tekhnis. Mau seperti apapun caranya, rakyat enggan mempersoalkan. Bisa dilihat, munculnya ragam protes yang terjadi selama ini, kebanyakan focus pada hasil kerja, bukan caranya. 

Yang dipertanyakan adalah, seberapa cepat keperluan rakyat bisa dituntaskan oleh ASN..? Fakta dilapangan menunjukkan, tidak semua ASN diberbagai tingkatan dan wilayah, mampu menyelesaikan layanan sesuai waktu yang dibutuhkan. Ada beberapa yang molor. Bahkan, bisa sangat lama. Sampai berhari-hari. Untuk layanan tertentu, kadang sampai berbulan-bulan. Seperti misalnya mengurus sertipikat tanah.

Perlu dipahami, Islam sangat memperhatikan soal tanggung jawab memberikan kemudahan. Ada dalil hadits tentang layanan yang harus diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Nabi SAW. bersabda : "Barangsiapa diserahi urusan manusia lalu menghindar melayani kaum yang lemah dan mereka yang memerlukan bantuan, maka kelak di hari kiamat, Allah tidak akan mengindahkannya." (HR. Imam Ahmad). 

Jika berpedoman pada hadits tersebut, tentu kebijakan WFH tidak perlu dipersoalkan. Baik oleh ASN maupun oleh para pengguna jasa layanan. Mau dikerjakan dari rumah, kantor atau dimanapun, silahkan. Yang penting urusan kelar. Dan hasil kerja ASN bisa dinikmati buahnya. Ending seperti itulah yang diinginkan rakyat. Tahunya beres. Bukan tunggu, tunggu dan tunggu. Entah sampai kapan.

Muncul pertanyaan, apakah WFH dapat menghasilkan proses kerja yang efektif dan efisien..? Menurut saya belum tentu. Bisa ya. Bisa pula tidak. Mengapa..? Karena system kerja WFH setidaknya dipengaruhi oleh ada dua faktor. Pertama, peran atau jenis pekerjaan. Kedua, sinyal internet.

Dikutip dari Topcareer.id 18 Maret 2020, setidaknya ada empat peran yang tidak bisa dikerjakan dari rumah. Yakni sebagai tenaga operasional yang mengawasi tagihan dan pemeliharaan. 

Lalu seorang designer yang sangat tergantung pada kolaborasi atau umpan balik dari sebuah tim. Terus videographer yang tugasnya mengangkut peralatan berat dan mahal. Terakhir, sebagai Top level (Board of director, VP, CEO), yang karena satu alasan tertentu sulit memimpin staf dari jarak jauh.

Yang paling berpengaruh terhadap keberhasiln WFH tentu saja adalah soal sinyal internet. Memang benar, untuk sebagian wilayah Indonesia, utamanya di perkotaan, soal ini bukan masalah besar. 

Dimana-mana, hampir tiap sudut perkotaan, sudah berdiri tower provider dari berbagai brand perusahaan telpon seluler. Yang menandakan bahwa ditempat-tempat itu, kekuatan sinyal internet cukup besar. Bukan lagi jenis 4G apalagi hanya 3G. Tapi sudah meningkat ke 5G. Maka dapat dipastikan, untuk wilayah-wilayah tersebut, WFH akan berjalan sangat efektif dan efisien. Sukses tanpa kendala.

Namun bagaimana dengan ASN yang hidup diwilayah-wilayah belum terjangkau sinyal internet..? Jelas hal ini merupakan hambatan tersendiri. Jangankan hendak buka google. Mau telpon saja, susah. 

Mesti jalan jauh cari sinyal. Karena itu, WFH ASN 2022 sebaiknya jangan dijadikan kebijakan yang bersifat menyeluruh. Untuk segenap wilayah Indonesia. Tanpa terkecuali. Tapi harus dilokalisir sesuai kondisi lapangan. Jika nanti pada suatu saat WFH akan dijadikan pola kerja yang bersifat pakem, mulai sekarang sebaiknya pemerintah perlu mengambil langkah-langkah serius, "menekan" operator seluler agar mengoptimalkan pendirian tower BTS disetiap sudut wilayah Nusantara.

Indonesia sebenarnya relative sukses menangani pandemic covid-19. Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito pernah menyampaikan bahwa, Indonesia menjadi satu dari lima negara di dunia yang berhasil menurunkan kasus Covid-19 secara signifikan. Empat negara lainnya yakni India, Filipina, Iran, dan Jepang (Kompas.com, 26/11/2021). 

Melihat data tersebut, dalam konteks menejemen pekerjaan, semestinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Meskipun tetap harus waspada, gerakan covid-19 nampaknya sudah mulai bergeser. Dari yang awalnya pandemi, menakutkan, berubah menjadi endemi, sesuatu yang akrab. Rasanya biasa-biasa saja. Sama seperti virus flu yang kita alami sehari-hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun