Pertama, pembangunan infrastruktur. Kedua, perbaikan sumber daya manusia (SDM). Ketiga, mempermudah laju investasi. Keempat, urgensi reformasi birokrasi. Kelima, APBN tepat sasaran.
Baik visi misi Jokowi pada periode pertama maupun yang kedua, secara tekhnis diaplikasikan pada penguatan infrastukrur dan pembangunan Ibu Kota Baru atau IKN.
Jika kandidat terpilih pada 2024 mendatang merupakan satu kubu, Pak Jokowi bisa tersenyum lega. Selain dianggap sebagai satu keuntungan, juga diharapkan mampu meneruskan visi misi beliau. Agar berkelanjutan. Utamanya soal program infrastrukrur dan pemindahan Ibukota Negara Baru. Sebagaimana dimaklumi, dua program ini merupakan agenda unggulan Pak Jokowi.Â
Dikutip dari laman Kementerian Investasi/BPKM, kata Pak Jokowi "Infrastruktur ini yang membawa kita untuk berkompetisi dan menang bersaing dengan negara lain'.Â
Sementara soal IKN, selain demi kepentingan pemerataan agar tidak terpusat di Jawa, juga merupakan agenda Jokowi meneruskan keinginan Bung Karno.
Satu lagi yang menjadi fokus perhatian Pak Jokowi dalam hubungannya dengan kepentingan capres terpilih, adalah soal ideologi islam transnasional. Yaitu, sebuah gerakan yang ditujukan kepada organisasi Islam yang bergerak lintas negara, meniadakan sekat-sekat kebangsaan dan menafikkan budaya lokal.Â
Ormas yang dianggap representasi dari gerakan ini adalah HTI, FPI dan antak-anteknya. Gerakan yang tumbuh relatif pesat sebelum era Pak Jokowi dan sekarang sudah dibubarkan tersebut, sangat membahayakan. Visi utamanya adalah mendirikan negara berkonsep khilafah. Tujuannya, menyatukan umat manusia baik secara idiologi maupun kenegaraan.
Bagi kelangsungan NKRI, gerakan islam transnasional jelas merupakan ancaman nyata. Dapat menggerogoti empat pilar kebangsaan. Yakni Pancasila, Bhinnneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945.
Walaupun dianggap sedikit terlambat dan belum mampu membabat habis hingga ke akarnya, perlawanan Pak Jokowi terhadap gerakan islam transnasional cukup nyata. Dibanding pemerintahan sebelumnya.
Bagi Pak Jokowi, semua hal-hal diatas harus tetap berjalan hingga tuntas, meskipun ada pergantian presiden. Jika sampai mandeg, alamat mendatangkan kerugian cukup besar. Baik secara materi maupun persepsi. Secara materi, uang negara akan terbuang percuma. Secara persepsi, menurunkan citra Jokowi dimata rakyat Indonesia.Â
Sukses menang presiden dua periode, mampu membangun Indonesia selama 10 tahun dan berhasil memotong gerakan ideologi islam transnasional, akan mudah dilupakan begitu saja. Sejarah kepemimpinan Jokowi yang mestinya ditulis menggunakan "tinta emas", akan berubah menjadi "tinta hitam".