Mohon tunggu...
Komaruzzaman
Komaruzzaman Mohon Tunggu... Guru - Menjadi jiwa pembelajar sampai akhir hayat

"Terus melangkah, tak henti mencari hikmah hidup"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bercermin pada Hajar, Raih Pendidikan Akhlak yang Mengakar

21 Agustus 2018   23:49 Diperbarui: 22 Agustus 2018   00:19 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hajar; Istri, Ibu sekaligus Guru Teladan

Hajar merupakan hadiah raja Mesir untuk Sarah. Ia diberikan untuk membantu Sarah selama perjalanan pengembaraannya bersama Ibrahim 'alaihis salam. Setelah Sarah menyadari kondisinya yang sudah se

makin tua, saat itu usianya 77 tahun dan Ibrahim 87 tahun.[1] Ia mengatakan kepada suaminya Ibrahim, "sepertinya Allah tidak menakdirkan aku memiliki anak, maka silahkan anda menikahi budak yang dihadiahkan untuk ku, semoga bersamanya Allah memberikan kamu rizki berupa anak".[2]

Setelah Ismail lahir, Allah ta'ala memerintahkan mereka untuk pergi hijrah ke Mekkah al Mukaromah. Berangkatlah mereka, dari Palestin menuju Mekkah al Mukarromah. Lalu  ditempatkan Hajar dan Ismail di samping Baitullah, dengan tenda yang berdiri di atas tanah yang akan mengeluarkan air zamzam, di tanah yang lebih tinggi dari masjidil haram. Daerah tersebut tida berpenghuni kecuali mereka berdua, tidak ada tumbuhan dan air mengalir. Keduanya dibekali Nabi Ibrahim dengan sekantung kurma dan air.

Setelah keduanya dinyatakan aman oleh Ibrahim di tempat tersebut, lalu Ibrahim berangkat kembali menuju Palestin untuk menunaikan dakwah, perintah Allah Ta'ala. Ketika berangkat, Hajar berkata, "kemana hendak pergi wahai Ibrahim? Kau tinggalkan kami berdua di tempat ini, yang tidak berpenghuni dan terdapat tumbuhan serta air?". Ibrahim tidak menoleh sedikit pun, hingga akhirnya Hajar mengatakan "apakah Allah yang memerintahkan engkau?" jawab Ibrahim "iya, betul Allah yang memerintahkan". Lalu Hajar mengatakan "jika demikian, berarti Allah tidak menyia-nyiakan kami". Setelah itu Hajar pun kembali menuju tendanya, hidup berdua bersama Ismai'l sampai dengan sepuluh atau tiga belas tahun lamanya.[3]

Kondisi Istri Zama Now

Luar biasa Hajar, wanita solehah lagi super. Begitu kuat keimanannya kepada Allah sehingga ia dengan yakin mengatakan "jika demikian Allah tidak menyia-nyiakan kami". Padahal saat itu beliau tahu bahwa daerah tersebut tidak berpenghuni kecuali beliau dan anaknya. Ia tahu bahwa daerah tersebut tidak ada tumbuhan dan juga air untuk minum dan kebutuhannya sehari-hari. Ia pun tahu, bahwa hidup di padang tandus saat malam itu sangat berisiko besar, baik dari orang jahat atau lainnya. Tetapi karena suaminya mendapat perintah dari Allah, maka ia yakin ia dan anaknya pun akan dijamin oleh Allah, dan tidak disia-siakan

Jika kita perhatikan wanita/istri zaman now kali ini, akankah kita temui sosok seperti Hajar yang kuat iman dan keyakinannya kepada Allah Ta'ala?. (biarkan wanita/istri yang menjawabnya, walaupun di dalam hati).

Fenomena saat ini, terlebih lagi dengan kecanggihan alat komunikasi dan elektronik yang luar biasa. Bukan hanya dimiliki oleh wanita karir dengan segudang kesibukannya, tetapi oleh ibu-ibu kampung pun saat ini sudah mulai eksis dalam dunia medsos, terlaalu..! Parahnya lagi, karena memang baru mengenal dunia tersebut, apa saja ditulis dalam statusnya, sebagai informasi eksistensi dan agar tida dinilai ketinggalan zaman. Akhirnya, sampai pada foto bersama batu nisan bernama di pekuburan, anak jatuh dan memar, hasil masakan dan pertemuan, tak ketinggalan untuk diupload ke media sosial tersebut. Astaghfirullah...

Pada tahun 2016 terdapat hasil penelitian yang dirilis The Journal of Experimental Social Psychology, bahwa 90% wanita tetap akan mengejar pria yang disukainya meskipun tahu bahwa pria itu telah memiliki istri. Kenapa hal ini terjadi? Dikarenakan mereka merasa senang dengan hadiah-hadiah yang diberikan. Artinya kecendrungan akan materi, baik mengakibatkan merusak keluarga orang lain atau tidak taat kepada suaminya itu menjadi fenomena yang ada saat ini.

Ada temuan lain, dari seorang profesor psikologi sosial di Northwestern University, Eli Finkel, ia menyatakan bahwa terlalu idealis dan memiliki ekspektasi tinggi terhadap pasang menjadi penyebab utama seorang wanita meminta cerai kepada suaminya. Hal ini bisa kita dapati pada wanita karir yang super sibuk, alih-alih membantu suaminya dalam ekonomi keluarga, akhirnya ia menjadi lebih dominan dan banyak meninggalkan kewajibannya sebagai istri. Bahkan tidak sedikit anak yang terbengkalai dikarenakan kesibukannya dengan dunia karir tersbut.

Ia tidak merasakan cukup atas apa yang diberikan suami. Ia selalu mengeluh jika suami mendapatkan penghasilan kurang terlebih lagi tidak sama sekali. Senantiasa mempermasalahkan kepergian suami yang tidak membawa "tentengan" saat pulang. Menghambat suami dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, serta lain sebagainya. Pada intinya, ada sikap istri yang tidak memliki keimanan dan keyakinan tinggi kepada Allah, dikarenakan pola pergaulan dan interaksi western yang dilaksanakan, sehingga tumpuan utamanya adalah ketakutan, akal lemah, dan kemewahan.

Sikap Ismail Cerminan Pendidikan Hajar yang Mengakar

Sikap Ismail yang terekam di dalam al Qur'an saat bertemu ayahnya menjadi bukti yang sangat kuat, bahwa hal itu dikarenakan didikan yang sangat luar biasa dari orang yang saat itu ada bersamanya, yaitu Ibunda tercinta, Hajar. Apa saja sikap Ismail yang dapat kita pelajari, diantaranya adalah:

Pemberani

Ismail sangat pemberani, ia tahu bahwa ketika ia ditawari akan disembelih ayahnya, ia akan kehilangan nyawanya, ia tidak akan berjumpa lagi pada ibundanya, ia tidak akan menikmati permainan di masanya, dan pastinya ia tahu bahwa disembelih dengan menggunakan benda tajam itu sangat menyakitkan.

Tetapi hal itu tidak membuatnya takut dan mundur, melainkan semakin maju dan dengan tegas ia katakan, "laksanakan saja wahai ayahku apa yang engkau diperintahkan oleh-Nya, mudah-mudahan engkau dapati aku menjadi orang-orang yang sabar" [ash shaffat/37:102]

Didikan inilah yang ditanamkan oleh ibundanya pada Ismai'l, terlebih lagi saat ia berdua berada di padang tandus yang tidak memiliki tumbuhan dan air saat itu. Ia hidup berdua tanpa sosok ayah yang menjaga dan mendaminginya di saat membutuhnyannya.

Sabar

Ia tahu itu perintah rabb-nya, Dzat yang selalu ia sembah dan puja. Apa pun yang menjadi perintah-Nya wajib ditaati dan tidak boleh dimaksiati. Ia tahan dirinya untuk memberontak dan mengelak apa yang ditawari oleh ayahnya. Karena ia tahu, Allah pasti bersama orang-orang yang melakukan ketaatan.

Sopan-santun

Pertemuan dengan ayahnya setelah sepuluh atau tiga belas tahun berjalan. Secara langsung ia tidak dididik oleh ayahnya, karena ayahnya harus berangkat berdakwa ke Palestin. Ketika bertemu, dan berdialog ringan, ayahnya dengan berat hati menyampaikan hasil mimpinya semalam, ia katakan "nak, aku bermimpi semalam bahwa aku menyembelih kamu, bagaimana pendapatmu?". Ismail dengan tegas dan penuh sopan-santun menjawab, padahal ia baru saja bertemu dengan ayahnya  setelah lama berpisah. Ismail menjawab "wahai ayahku, laksanakan saja apa yang diperintahkan kepada mu, mudah-mudahan kau dapati aku termasuk orang-orang yang sabar". Jawaban yang sangat luar biasa dari seorang anak yang ia sudah tahu bahwa disembelih itu akan menyebabkan ruhnya hilang, dan ia meninggal.

Iman yang kuat

Memang atas dasar inilah langkah itu akan terus maju, dan pantang mundur. Hal ini diutamakan pendidikannya oleh ibunda tercinta, Hajar. Hal ini terlihat, bagaimana Hajar dahulu mengatakan hal yang luar biasa kepada Ibrahim ketika hendak berangkat dakwah menuju Palestin. Hajar mengatakan "jika memang perintah Allah, maka pasti Ia tidak menyia-nyiakan kami". Padahal saat itu Hajar tahu, bahwa daerah itu tandus, tak berpenghuni, perbekalan sangat minim, dan penuh bahaya terlebih saat malam hari. Tetapi ketika ia yakin Allah pasti menolongnya, tidak sedikit pun rasa takut itu menghinggap di dalam hati sanubarinya. Iman kuat, akan memudahkan kesuksesan dan kebahagiaan.

Refleksi diri

Dapat dipastikan tidak ada orangtua yang mau anaknya begajulan, pemaksiat, pembangkang, dan lain sebagainya. Kedua orangtua akan sangat mengharapkan anaknya menjadi penyejuk pandangan matanya, penghibur hati yang lara, dan penyemangat hidupnya. Anak yang indah dan menyenangkan dalam berucap dan bersikap. Yaitu anak yang soleh, yang didambakan oleh orangtuanya.

Akankah itu hanya menjadi harapan saja, harapan hampa atau isapan jempol? Kita yang harus membuktikan.

Suami mendidik istri, istri mendidik anak-anaknya. Sayang jika lulusan terbaik dan bahkan S3 dibindangnya, bersusah payah menggoalkan pekerjaan dan amanahnya di luar, tetapi anaknya diserahkan pada si "mba", si "simbo", atau si "mpo", yang memang secara kompetensi pendidikan jauh dengan orangtuanya. Akankah hal ini dilakukan oleh orangtua yang insaf dan sadar bahwa ia menginginkan anaknya yang soleh?.

 Ambil jalan tengah jika tidak bisa ditinggalkan. Apa jalan tengahnya? Laksanakan tugas luar dengan tanpa meninggalkan sedikit pun tugas di dalam, yaitu mendidik anak-anak.
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun