Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Flash Fiction: "Maafkan Aku..."

24 September 2010   12:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:00 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku mendekati pintu apartemennya. Perasaan berkecamuk tak bisa kuhindari. Aku telah berselingkuh dan dia sudah tahu akan perselingkuhan ini dan kami memang telah bertunangan. Aku telah merusak hubungan serius ini dan seribu caci maki siap kuterima dari dirinya.

Aku tak bisa berkutik ketika malam itu seseorang mengajakku kencan. Bagai kerbau yang dicocok hidungnya. Bagai sejuta hipnotis yang berujud panah-panah yang acak menghunus dadaku. Bagai orang-orang bernasib miris yang digiring tentara Nazi memasuki kamp konsentrasi. Aku tak berdaya. Kami telah melakukan yang seharusnya tak kami lakukan. Aku tertelungkup keesokan paginya. Di atas tempat tidurnya. Tanpa sehelai benang pun.

Aku telah menyembunyikan cincin suci ini darinya. Aku tak berdaya ketika itu. Padahal aku tahu. Tunanganku adalah satu satunya orang yang paling kucintai. Dia satu-satunya pria yang tak pernah hilang dari ingatanku. Dia lucu, humoris, baik hati. Dia yang amat mengerti diriku. Dan aku telah mengkhianatinya.

**

Pintu apartemen itu seperti ruangan tempat penyiksaan para narapidana pulau Buru. Aku pasrah jika dia membuka pintu itu, dan langsung meludahi diriku dengan teriakan menyengat seperti "Kamu pelacur murahan!!" atau "Kamu anjing najis!!" atau apapun juga.

Tapi hati ini tak kan mampu mendobrak rasa cinta yang sebenarnya takkan pernah hilang. Aku memang mencintainya meskipun aku juga khilaf telah mengkhianatinya. Aku bagai air selokan meskipun aku sanggup menjadi samudera baginya. Aku mencintainya. Aku mencintainya.

**

Aku mengetuk pintu itu pelan-pelan. Dadaku bergetar. Nyaliku seperti grafik seismograf. Mulutku terkunci dan hanya menunduk yang mungkin bisa kulakukan ketika dia membuka pintu ini. Atau mungkin dia malah tak akan membukakannya untukku??

**

Tiga ketukan. Dan sekitar mungkin tiga detik kemudian, ia membuka pintu apartemennya. Dia keheranan, memandangiku penuh keanehan, mungkin kebencian, dan mungkin ia akan melemparku keluar dari apartemen ini. Atau ia malah akan berbalik dan mengambil pisau untuk ditusukkan kepadaku.

Aku berusaha tenang. Aku mengingat Tuhanku cepat cepat. Hanya Dia yang menolongku. Si manusia laknat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun