**
Kami bersorak sorai, mendirikan tenda dan membuat perapian kecil. Persis suasana ketika ikut unit kegiatan pecinta alam ketika SMA. Lantas, kami pun bersama-sama mulai menanam bibit-bibit pohon. Aku membawa cangkul, sabit dan peralatan lainnya. Para Duta LIngkungan Hidup membawa bibit-bibit pohon itu. Mereka berjalan beriringan, diterpa angin gunung, dan daun-daun kering. Mereka bergelut dengan semak belukar dan debu-debu, tapi mereka malah sangat gembira. Mereka bangga bisa menjadi orang-orang yang terpilih dan mendampingi orang nomor satu di negeri ini dalam acara kampanye lingkungan hidup, menanam pohon di gunung.
Matahari mulai menyengat, angin semakin kencang, dan beberapa area yang nampak berlumpur telah mengotori kami.
Aku memperhatikan para Duta Lingkungan Hidup itu.
Wajah mereka yang biasanya putih mulus berbalut make up, kini agak lusuh karena debu dan mungkin cipratan lumpur. Wajah mereka yang biasanya mengkilat diterpa sorot kamera, kini agak kusam karena sinar matahari mulai membakar wajah-wajah itu. Semua memang memakai sunblock. Tapi nampaknya cahaya matahari terlalu tangguh untuk pelindung semacam itu.
**
Tangan dan kaki mereka yang biasanya bersih dan licin, kini mulai menghitam karena alam. Kuku-kuku kaki dan kuku-kuku tangan yang biasanya terkena sentuhan meni pedi, tersapu kitek lembut.. kini kusam dan menghitam. Baju-baju casual mereka bercampur dengan lumpur, rambut mereka kotor dan inilah kami yang sebenarnya. Duta Lingkungan Hidup.
Lihatlah kami, Duta Lingkungan Hidup yang sebenarnya. Kami tak hanya kampanye di tempat bersih, di panggung dan di koran. Kami langsung melakukan konservasi alam di gunung. Inilah kami.
Kami harus menyatu dengan alam ini. Kami harus tahu mengapa kami tidak boleh hanya berada di atas stage sambil meneriakkan,"Selamatkan bumi!!" Kami harus pergi menuju alam yang sebenarnya. Kami harus berpeluh keringat, memberi contoh. Kami harus berjuang untuk lingkungan hidup.
**
Dan sore menjelang.. saat yang paling kunantikan..