Mohon tunggu...
Yayuk Sulistiyowati M.V.
Yayuk Sulistiyowati M.V. Mohon Tunggu... Guru - Pembalap Baru

SOLI DEO GLORIA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gua Maria Sendang Purwaningsih: Simbol Iman dan Pluralitas dari Masa ke Masa

10 Desember 2024   11:30 Diperbarui: 11 Desember 2024   03:46 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenangan bergambar bersama di depan Gua Maria Purwaningsih (Sumber: Dokumentasi pribadi)

"Bagi saya, adalah penting untuk memiliki kedamaian batin dan ketenangan doa untuk mendengarkan keheningan Allah, yang berbicara kepada kita, dalam kehidupan pribadi kita dan sejarah zaman kita, tentang kekuatan cinta." - Adolfo Perez Esquivel

Bagi umat Katolik berdoa dan bermeditasi di taman doa, pertapaan, dan Gua Maria merupakan aktivitas yang kerap kali dilaksanakan untuk mengisi masa adven, selain masa prapaskah, bulan Maria (Mei), dan bulan Rosario (Oktober).

Pada kesempatan ini, saya akan mengajak sahabat semua untuk kembali mengunjungi Gua Maria Sendang Purwaningsih yang ada di kawasan Malang Selatan dan menjadi tempat berziarah oleh umat Katolik sejak tahun 1959.

Gua Maria ini berjarak kurang lebih 53 kilometer dari kota Malang dan dapat ditempuh selama 2 jam lebih perjalanan. Sebagai obyek wisata religi tempat ini juga sering kali dikunjungi oleh umat lintas agama.

Tempat Meditasi dan Semedi

Gua Maria yang berlokasi di Krajan Wetan, Purworejo, Kecamatan Donomulyo, kabupaten Malang ini berada di tempat yang sejuk, teduh, nyaman, hening, dan tenang yang membuat gua ini menjadi pilihan umat untuk berdoa, bermeditasi dan bersemedi. Banyak orang melakukan menyatu dengan Tuhan dan alam semesta melalui meditasi dan kontemplasi di tempat ini.

Nama Sendang Purwaningsih berasal dari Bahasa Jawa:

  • sendang yang artinya sumur atau sumber air
  • purwa  yang artinya awal atau permulaan
  • sih yang artinya rahmat atau kasih

Dapat diartikan bahwa tempat ini adalah “sumber awal mula segala rahmat.”

Pintu masuk panti samadi, tempat meditasi umat (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Pintu masuk panti samadi, tempat meditasi umat (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Di komplek Gua Maria Sendang Purwoningsih ini terdapat ruang khusus bagi yang ingin berdoa secara khusus atau pribadi dengan bermeditasi atau semedi. Ruang ini dibangun agar mendukung suasana hening, khidmat, dan khusyuk.

Papan semedi ini terletak di belakang Gua Maria sebelah kiri atas, tak jauh dari palerepan (aula pertemuan dan tempat istirahat), dan altar perjamuan ekaristi.

Seorang sahabat saya, umat asli paroki Purworejo, Dedi Setiono mengisahkan bahwa dahulu ketika remaja beliau kerap semedi di papan semedi tersebut. Dedi menyampaikan bahwa laku tapa dan puasa sudah menjadi tradisi umat setempat, baik yang Katolik maupun non Katolik.

Ruang dalam panti samadi (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Ruang dalam panti samadi (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Laku tapa dan puasa yang dimaksudkan tak lebih dari sebuah ungkapan iman dalam mendekatkan diri lebih dalam pada Sang pencipta. Menyatu dengan alam dan kesunyian, dan memang benar adanya bahwa doa-doa yang kita panjatkan dengan penuh keyakinan di tempat ini cepat atau lambat akan mendapat jawaban.

Sosok Fransiskus Xaverius Doeto Oetomo

Kisah keberadaan Gua Maria tertua di Malang Raya ini tak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan umat Katolik di kawasan Malang Selatan, khususnya di wilayah Purworejo.

Berawal dari seorang pemuda desa Purworejo bernama Wagirin yang pada tahun 1932-1934 mengenyam pendidikan di Ladbouw School di Ketindan, kota Malang. Landbouw School di daerah Ketindan ini merupakan sekolah pendidikan kejuruan bidang pertanian dan perkebunan yang sudah ada sejak tahun 1927.

Selama bersekolah di Landbouw School, Wagirin belajar menjadi seorang Katolik atau seorang katekumen dalam bimbingan Mijneer A. Rubiman hingga kemudian dibabtis oleh Romo Avertanus Antonius Everardus Johannes Albers, O.Carm di gereja Jago Lawang (sekarang Gereja Santa Perawan Maria Tak Bernoda). Wagirin dibabtis dengan nama pelindung Fransiskus Xaverius.

Selesai mengeyam pendidikan di Landbouw School, Wagirin kembali pulang ke desanya Purworejo dan kemudian ia lebih dikenal dengan nama Fransiskus Xaverius Doeto Oetomo. Keenam saudaranya kemudian mengikuti jejaknya menjadi seorang Katolik dan dibaptis.

Panti samadi, tempat meditasi umat (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Panti samadi, tempat meditasi umat (Sumber: Dokumentasi pribadi)

F.X. Doeto Oetomo beserta keenam saudaranya inilah yang kemudian menjadi perintis umat paroki Purworejo yaitu keluarga Ambrosius Pademo, Y. Wiramijo, Paulus Darmosusanto, dan St. Mitrah.

Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1938 F.X. Doeto Oetomo bersama kelompok kecil ini mengajukan permohonan untuk dibuka sebuah sekolah misi di daerah Purworejo. Permohonan ini pun dikabulkan, dengan dibukanya Sekolah Rakyat Katolik (SRK) yang diampu oleh seorang guru A. Dibjasoesanto.

Pada tahun yang sama, pada tahun 1938-1941, F.X. Doeto Oetomo dipercaya untuk mengajar di SRK Kedungkandang, Malang.

Tahun 1941-1942, beliau bertugas di SRK Ngrejo, Wonosari di bawah naungan Yayasan Karmel sekaligus menjadi juru tulis.

Tahun 1946, F.X. Doeto Oetomo beserta keluarga kembali ke Purworejo dan bekerja sebagai petani serta menjabat sebagai pengurus koperasi di kecamatan Donomulyo.

Pada kurun waktu 1946-1948 semua sekolah ditutup karena membaranya Agresi Militer I dan II.

Hingga di tahun 1948, beliau bersama dengan teman-temannya, membuka kembali SRK Purworejo yang sejak pendudukan Jepang ditutup. Sekolah ini kemudian diresmikan oleh Yayasan Karmel pada tanggal 18 Februari 1950 dan disahkan oleh Bupati Malang dengan surat bernomor 31/I. Ag 28-7-1950.

Sumber: Dokumentasi pribadi
Sumber: Dokumentasi pribadi

Misi Kerasulan di Malang Selatan

Pada kurun waktu 1938-1945 sekolah menjadi sarana kerasulan, meski pada tahun-tahun tersebut begitu banyak tantangan yang harus dihadapi. Suasana politik menjadi hambatan bagi perkembangan gereja Katolik pada era penjajahan Belanda dan Jepang, seperti halnya di daerah Malang Selatan.

Sebagai sekolah berciri khas Katolik, sejak sekolah kembali beroperasi, kegiatan ibadat dilakukan dua bulan sekali dan pada hari Paskah dan Natal. Umat dan juga siswa selalu mengadakan kegiatan bersama seusai melaksanakan ibadat dengan berolahraga dan aneka kegiatan lainnya.

Berdoa di depan gua Maria Sendang Purwaningsih (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Berdoa di depan gua Maria Sendang Purwaningsih (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Umat sangat antusias dalam melaksanakan ibadat bersama, hingga kadang-kadang pada hari Minggu mereka megadakan kegiatan jalan kaki bersama menuju gereja Maria Tak Bernoda Kepanjen untuk mengikuti misa.

Lambat laun umat Katolik berkembang secara signifikan hingga pada tahun 1957, Romo G.J.A. (Gerardus Johannes Antonius) Lohuis, O.Carm atau dikenal dengan nama biara Hubertus Lohuis, datang ke Purworejo pada tahun 1957.

Romo Lohuis, seperti sebelumnya telah dikisahkan pada tulisan saya sebelumnya yang bertajuk “Gereja Katolik Maria Annunciata Lodalem Berdiri di Kawasan yang Dulu Dianggap Angker” datang ke sana diantar oleh Romo Ludovicus Djajoes, O.Carm atau dikenal dengan nama biara Brocardus Djajoes (Edison, 2013). Beliau memulai karyanya sebagai pastor paroki yang pertama.

Dalam memulai karyanya, Romo Lohuis menyelesaikan pembangunan gedung SRK Xaverius dan merencanakan pembangunan gedung gereja di komplek sekolah ini. Hingga akhirnya pada Minggu Wage, tanggal 30 Maret 1958 gedung gereja “Maria Ratu Damai” yang berdinding papan itu diberkati oleh Mgr. Avertanus Antonius Everardus Johannes Albers, O.Carm, yang dulunya membabtis F.X. Doeto Oetomo (dh. Wagirin remaja) ketika sebelum menjadi uskup.

Perjalanan Sejarah Gua Maria Sendang Purwaningsih

Setelah gereja diresmikan dan diberkati, maka Romo Lohuis beserta umat merencanakan pembangunan Gua Maria yang diprakarsai oleh umat Katolik setempat. Pembangunan Gua Maria sebagai tempat ziarah ini dikerjakan secara bergotong royong, tak hanya oleh umat Katolik namun juga didukung oleh umat non Katolik di sekitarnya.

Pada tahun 1959 Gua Maria ini diberkati dan diberi nama Sendang Purwaningsih yang berarti sumber segala rahmat. Sumber air gua ini berasal dari Sendang Purwaningsih. Sebuah sumber air yang ada di di kawasan ini. Sejak saat itu gua ini menjadi kawasan populer dan menjadi tempat umat Katolik di berbagai daerah untuk berdoa dan berziarah.

Pada tanggal 19 September 1959, Bapak F.X. Doeto Oetomo meninggal dunia dan dimakamkan di pemakaman Katolik Purworejo. Sejak Bapak Doeto meninggal, istri dan ketujuh anaknya pindah ke Jalan Trisula, tak jauh dari Gua Maria dekat gedung Gereja Ratu Damai Purworejo. Rumah yang halaman rumahnya digunakan untuk umat berdoa dan berziarah ditinggalkan.

Sejak tahun 1959 hingga tahun 1970 di Gua Maria Sendang Purwaningsih diselenggarakan misa kudus pada setiap pembukaan bulan Maria (Mei) dan bulan Rosario (Oktober). Misa ini rutin diselenggarakan dan umat yang hadir datang dari berbagai daerah selain dari umat paroki setempat.

Sebuah kisah unik pernah terjadi bahwa patung Bunda Maria yang ada dalam Gua Maria ini dicuri dan diketemukan di Sungai Purworejo oleh seorang pencari ikan.

Area Gua Maria Sendang Purwaningsih (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Area Gua Maria Sendang Purwaningsih (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Kegiatan ziarah di Gua Maria ini sempat vakum dan terhenti cukup lama yakni di tahun 1971-1985 dikarenakan bencana tanah longsor yang mengakibatkan akses menuju ke gua terputus oleh aliran sungai.

Setelah sekian lama kegiatan ziarah terhenti, maka ketika masuk tahun 1984, Romo Paroki Purworejo pada waktu itu Romo Titus (Henricus) Demmer, O.Carm beserta Dewan Paroki berencana untuk membangun kembali tempat ziarah dan devosi pada Bunda Maria seperti yang sudah ada sebelum bencana tanah longsor.

Pada Pesta Perak Paroki Maria Ratu Damai Purworejo tahun 1985, rencana besar ini direalisasikan dengan memilih lokasi di pucak Bukit Trianggulasi, di dekat sumber hayati. Sebelumnya tempat ini merupakan padang rumput tanpa tanaman hijau namun sering digunakan sebagai tempat umat Katolik menyepi dan bermeditasi karena merupakan tempat yang hening, sunyi, jauh dari rumah penduduk dan keramaian.

Kembali lagi umat dan warga baik umat Katolik atau non Katolik sekitar bergotong-royong membangun area doa dan ziarah dengan membentuk teras-teras di atas tanah padas. Teras-teras ini dimaksudkan agar tanah tidak terkikis.

Pengerjaan gua Maria ini selesai dalam jangka waktu satu tahun, hingga kemudian diberkati oleh Mgr. Fransiscus Xaverius Sudartanta Hadisumarta, O.Carm, Uskup Malang pada waktu itu pada tanggal 25 Mei 1986 dengan nama tetap seperti nama sebelumnya yakni Gua Maria Sendang Purwaningsih.

Pada 10 Mei 1990, Romo Demmer memberkati sendang atau sumur yang dibuat untuk melengkapi sarana umat berziarah ke Gua Maria ini. Bersamaan dengan ini pula, Gua Maria ini dapat digunakan oleh umat Katolik sekitar (paroki) untuk mengadakan kegiatan rohani.

Jalan salib di sepanjang jalan desa menuju gua Maria Sendang Purwaningsih (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Jalan salib di sepanjang jalan desa menuju gua Maria Sendang Purwaningsih (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Terdapat dua rute jalan salib di Gua Maria Sendang Purwaningsih. Rute yang pertama mempunyai jarak tempuh sekitar 2 kolimeter dari sisi kanan gereja menuju ke Gua Maria. Jalan salib melewati jalan desa ini merupakan perjalanan yang sangat menarik dan berkesan dengan akses melewati rumah-rumah penduduk. 14 perhentian peristiwa jalan salib berada di depan rumah-rumah dan melewati jalan yang dikelilingi pepohonan.

Rute jalan salib juga ada di area Gua Maria yang teduh di bawah pepohonan yang rindang. Suasana hening, sunyi dan teduh sangat terasa di area ini. Selesai jalan salib umat berdoa dan bermeditasi di gua depan Gua Maria atau dapat juga di ruang samadi.

Simbol Iman dan Pluralitas

Gua Maria Sendang Purwaningsih sebagai tempat ziarah umat Katolik merupakan simbol iman yang sering juga menjadi simbol pluralitas masyarakat di Indonesia. Hal ini karena:

  1. Keberagaman Pengunjung:
    Tempat suci ini sering dikunjungi oleh umat Katolik dari berbagai suku, budaya, dan bahasa. Selain itu, tidak jarang orang dari agama lain juga datang untuk menghormati atau sekadar mencari kedamaian.
  2. Lokasi di tengah kemajemukan masyarakat:
    Terletak di daerah yang dihuni oleh masyarakat dengan latar belakang agama dan budaya yang beragam. Berada di kawasan yang dihormati oleh masyarakat sekitarnya yang saling menjunjung tinggi adab dan toleransi.
  3. Simbol Perdamaian dan Toleransi:
    Sering menjadi tempat berkumpul yang mengedepankan dialog lintas agama dan budaya. Hal ini mencerminkan semangat Bhinneka Tunggal Ika, di mana perbedaan dihormati dan hidup berdampingan secara harmonis.
  4. Ritual dan Tradisi Lokal:
    Seperti halnya Gua Maria yang lain, Gua Maria ini juga melakukan praktik ziarah dengan elemen tradisi lokal, seperti penggunaan bunga, ibadah dalam bahasa daerah atau adat setempat yang biasa disebut “inkulturasi”.

Kenangan bergambar bersama di depan Gua Maria Purwaningsih (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Kenangan bergambar bersama di depan Gua Maria Purwaningsih (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Gua Maria mencerminkan bagaimana keyakinan agama dapat menjadi jembatan untuk mempererat hubungan antar komunitas dengan semangat toleransi dan saling menghormati.

Tulisan ini merupakan catatan perjalanan panjang Gua Maria Sendang Purwaningsih sebagai tempat ziarah, yang tidak hanya menyimpan nilai sejarah sejak masa kolonial Belanda, tetapi juga tetap relevan sebagai simbol keimanan dan keheningan di era modern.

Selamat menjalani masa adven bagi sahabat yang merayakannya. Salam, doa, cinta! (Yy)

Referensi:

  • Agustinus Maryanto (2002). Perjalanan Paroki "Ratu Damai" Purworejo (Suatu Refleksi Sejarah). Gereja Katolik Maria Ratu Damai.
  • Edison, Dr (2013). Perjalanan Ordo Karmel Indonesia. Karmelindo.
  • ngalam.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun