Pada waktu itu tentara gerilya Indonesia yang banyaknya lebih dari 100 orang masuk ke hutan ini untuk bersembunyi dari intaian Belanda melalui pesawat-pesawat mereka yang mondar mandir di udara.
Pasukan tentara gerilya TRI Gagak Lodra Indonesia ini dipimpin oleh Kapten Sabar Sutopo di bawah Komando Ali Murtopo bergerak dalam hutan Kalijahe dengan harapan dapat menuju ke desa Tosari, Probolinggo.
Namun mereka terjebak di sana selama dua hari hingga keberadaan mereka diketahui oleh tentara Belanda.
Tentara Belanda menembaki tentara gerilya kita secara brutal dari bukit di atas persembunyian mereka. 38 gerilyawan kita gugur oleh serangan tanpa perlawanan ini.Â
38 gerilyawan yang gugur ini disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Kali Jahe yang berlokasi kurang lebih 500 meter dari Coban Jahe.
Kata Jahe di sini bukan karena di tempat ini banyak tanaman jahe atau budidaya jahe, namun seingat saya guru guiding alm. Pak Rosyad mengatakan bahwa Jahe merujuk dari nama Kali Jahe.
Kini, dari cerita yang beredar di masyarakat nama jahe berasal dari kata "pejahe" (yang berarti gugurnya dari bahasa Jawa).
Coban Jahe disebut juga Coban Begawan mulai dibuka untuk umum pada tahun 2014. Coban ini dikelola oleh Perhutani Unit II RPH Sukopuro dan bekerjasama dengan penduduk sekitar.Â